I Thought

31 1 0
                                    

Hello! Saya sempat berpikir tidak akan menulis minggu ini because i had some problems these days, and everytime i got problems i just can't shut my brain that always keeps blaming me and bringing the pasts. Dan ya, i did it again last night, right after finished work. Untuk saya Tuhan masih baik, karena saya sempat mau beli makanan tambahan untuk 'binging' pdahal saya susah dapat makan malam dari tempat kerja saya. Tapi teman sekerja saya memaksa untuk mengantarkan saya pulang dan untungnya saya tidak jadi membeli makanan tambahan. Kenapa kok 'untungnya'? Well, since i had the problems, saya sudah merencanakan untus mengeluarkan uneg-uneg saya sepulang kerja dengan cara itu. Dan kalau saya terlalu banyak makan, sangat sulit mengeluarkannya dan saya bisa sesak dan sangat lemas setelahnya. Well, i sill felt so weak after i did it, tapi terlalu lelah. 

Kenapa bisa sedalam itu stressnya? Saya juga tidak tahu dan tidak ingin merasakannya sebenarnya.  But i can't even stop thinking about that, even terkadang otak saya bisa berpikir "ah emang gak becus, emang gak bisa,.." and so on. But today i chose to not doing it again. Saya semoat berpikir kalau hari ini saya masih perlu melakukannya supaya merasa lebih lega. But i still try to be in control. I know it's not easy, and most of people said it's okay if you relapsed, just need to keep going, as long as you still have the guts to recover yourself.

Kenapa sih harus punya keberanian untuk berhenti? Karena kebanyakan dari kita penderita eating disorder masih belum siap. Bukan belum siap untuk menjadi lebih baik. Kita belum siap sembuh, belum siap menerima hubungan baik dengan makanan, which means it could make us getting 'fatter'. Jujur saya masih belum siap, because sometimes it's the only way to feel relieved, tapi karena saya juga sudah cukup lama ingin berhenti dan cukup lelah, so i still want to keep going on my recovery. 

Sekedar flashback, saya punya teman, dia juga penderita, dulu kita sempat satu SMP tapi dia pindah ke sekolah lain dipertengahan semester kelas 2. Setelah kurang lebih setahun kita ketemuan dan main dirumahnya. And you know what, karena kebiasaan kita mendengar orang tua dan orang sekitar kita mengomentari perubahan setiap orang kalau sudah lama tidak bertemu, dari ujung kaki sampai ujung rambut, saya dengan ringan bilang "yaampun lu gendutan?" dan pertemuan selanjutnya saya tetap mengomentari hal yang sama "kok makin gendutan? kurusin ah, cantikan yang dulu waktu kurus". Holy molly, i swear i regret it so much until now. Betapa bodohnya saya karena tidak sensitif dalam hal itu. I said that easily without knowing that she was suffering bulimia at that moment. Bahkan dia sempat doing self-harm, dan dia sempat cerita ke kita. Ya, awalnya kita sanagat simpati, tapi mungkin karena terlalu sering, kadang kita mencoba untuk mengganti topik pembicaraan instead of talking about the things that we think is fine. 

Dari cerita yang pernah saya dengar dari dia langsung, dia serign merasa stress di sekolah barunya, lingkungan baru dan teman baru yang sukup berbeda dari sekolah kita membuatnya sulit untuk bergabung. Tingkat kesulitan pelajaran juga luayan lebih tinggi. Tapi beberapa dari yang saya dengar, there was one of the boy in her class told her "eh, kalo lu kurus pasti cantik deh". Dan dia sempat, well just said she was getting bullied. Tidak sepenuhnya di bully, dan saya sebenarnya tidak bisa bilang itu dengan gampang, karena saya tidak melihat langsung, tapi selama kalian bermain dengan teman tapi salah seorang teman kalian merasa tidak nyaman, then you can't say that you're just having fun. If you know what i mean. Yang saya tahu dia bisa melewati masa SMP nya. Dan dia hanya mengambil setengah jalan masa SMA-nya dan langsung ikut ujian nasional. And just for you information she suffered from many things, dan masalah yang dia punya melebihi yang saya rasakan, tapi sering dia langsung merespon chat saya kalu saya dalam masalah. She always tries to make people around her happy and try to make people think that they are not alone. 

Orang pertama yang saya beritahu tentang masalah eating disorder saya adalah dia. Awalnya saya hanya tahu that she was doing self-harming, and every time i talk about that, i remember she told me she fainted in the bathroom because she saw her own blood, karena dia sebenarya takut darah. Dan setelah saya kasih tahu dia, dia jawab dengan tenang dan mecoba membuat saya lebih terbuka dengan cara halus, itu cukup membuat saya merasa nyaman, dan membuat saya merasa that i'm not alone. Tapi setelah itu dia memberi tahu saya that she also suffered from 'ED' since 13 years old. Itu berarti sejak masa SMP, semenjak dia pindah, dan di saat kita semua bilang dia gendutan. Malam itu saya sangat menyesal and asked my myself why did i say that so fucking easy right in front of her and made her feel worthless. Dan masih banyak perjuangan yang dia lakukan untuk menjadi 'apa yang seharusnya'. Tapi yang saya sangat bangga dari dia, dia tidak pernah menyerah sekalipun untuk melawan 'pikiran-pikirannya'. Mimpinya yang saya pikir cukup membuat dia terus ingin menjadi lebih baik. Saya salut dengan perjuangan dan mimpinya, simpatinya ke orang-orang sekitarnya. Bahkan dia juga tetap mensupport saya untuk berhenti, dan dia sempat minta maaf karena dia tidak bisa baca tulisan saya untuk beberapa alasan. Saya mengerti, karena terkadang when you read something related with eating disorder and you are the sufferer, it could be triggering you to do it again. Memang kedengarannya cukup lucu, but it happens. Sekarang dia sedang menjalani studinya di Australia, saya sangat senang  saat dia beri tahu saya kalau dia belajar disana sekarang.

Kita masih sempat saling menanyakan kabar bahkan saya masih suka curhat ke dia. Dan dia sempt cerita ke saya kalau toilet di dorm-nya mampet because she puked in it too often. It was so funny for me, dan saya sempat tertawa geli membaca chat-nya. Tapi ya karena saat itu saya belum mengalaminya, dan dia sempat kesal dan bilang kalau saya mengalaminya bisa tahu rasa. And you know what? It happened to me! Hahaha.. Itu juga salah satu alasan saya untuk berhenti karena akan cukup sulit untuk saya membuang nya. Dan saya juga berpikir mungkin memang bukan saatnya lagi terus ada dalam lingkaran itu. But sometimes i still did it in the shower room, let the shower on and puke in the plastic bag, then i threw it outside. Saya tahu saya terkadang memang gila, dan saya dapat ide itu dari video yang menceritakan tentang perjalanan recoverynya. Itulah kenapa kita penderita lebih baik tidak membaca atau mennonton hal yang berhubungan untuk mencegah 'relapsed'.

Untuk sekarang, mungkin saya hanya menulis sedikit. Tapi untuk tulisan saya selanjutnya saya mau membahas efek dari eating disorder yang lebih spesifik, well, i can't tell you that much because i'm not that sick, because i'm pretty sure there are more people that got the worse situation than me. Semoga tulisan saya menambah pengetahuan dan kesadaran temen-temen ya untuk saling menghargai dan menjaga sikap dan tutur kata. Because everyone around you still have the feelings and you also have no idea what they have been through. Be the blessing to everyone! :)

Eating Disorder AwarenessWhere stories live. Discover now