Positive Mind

40 2 0
                                    

HALO SEMUANYA! First of all, MERRY CHRISTMAS AND HAPPY NEW YEAR. Well, i know it's too late to say, but i can still feel the euphoria. Saya juga mohon maaf karena sering menunda untuk menulis tentang topik ini. Sebenarnya saya ingin menulis langsung setelah saya tiba di New Zealand pada hari sabtu lalu, sekedar untuk mengalihkan perasaan sedih harus berpisah lagi dari keluarga, terlebih mama, papa, adik, dan abang saya. Dimana saya sangat merasakan hangatnya keluarga selama saya liburan di Indonesia. Betapa saya menikmati rasanya mempunyai orang-orang yang saya cintai, yang tahu apa yang saya alami belakangan ini, dan saya tidak perlu menjadi orang lain. Perasaan itu yang membuat saya sangat bahagia. Selama saya berlibur, saya semakin disadarkan seberapa besar berharganya waktu yang saya miliki bersama keluarga. Terbatas. Saya semakin disadarkan kalau betapa bodohnya saya bila menyerah begitu cepat dengan setiap masalah yang saya hadapi.

Tapi saya juga manusia, terkadang perasaan kita bisa menguasai seluruh diri kita, bahkan sampai rasanya tak sanggup. Apalagi saat saya benar-benar baru sampai ke tempat saya tinggal di NZ. Sesampainya saya didepan pintu rumah, saya baru tersadar saya lupa kode untuk membuka pintu. Beruntung ada flatmate yang membukakan pintu untuk saya. Lalu saya membuka pintu kamar saya, membawa semua koper dan bawaan lainnya. Hati saya langsung terasa seperti ada yang hilang. Kosong. Saya langsung mencoba mengalihkan apa yang saya rasakan. Mandi, lalu langsung tidur. Itu yang ada dipikiran saya untuk mengalihkan apa yang saya rasakan. Saya agak sedikit melembek ke diri saya, saya biarkan diri saya sedikit menangis saat saya mandi. Selesai. Saya kembali ke kamar. Berniat ingin tidur langsung, tapi hati saya masih terasa berat. Lalu saya pikir saya harus berdoa, mengucap syukur saya boleh tiba dengan selamat tanpa kurang suatu apa pun.

Satu, dua, tiga kalimat ucapan syukur, lalu tangis yang keluar. Tangisan saya yang sudah saya tahan sehari sebelum saya harus berangkat, tangis yang saya tahan beberapa jam sebelum check-in, memang saya tetap menangis didepan mama dan papa saya, tapi tangisan yang saya tunjukan masih saya tahan. Karena saya tidak ingin terlihat 'cengeng'. Walaupun saya tahu kalau mam dan papa saya tahu saya 'cengeng'. Haha. Saya menangis sejadinya, tapi saya tutup mulut saya dengan kain agar tidak terdengar flatmates saya. Saya keluarin semua yang saya rasakan. Saya tahu saya masih bisa pulang di libur Natal nanti. Tapi yang saya sadar, selama beberapa bulan kedepan, saya tidak bisa sepenuhnya menjadi diri saya sebagaimana saya dengan keluarga saya. Ada saat dimana saya akan merasa insecure dengan diri saya and i can't hug my mom. Saya tahu, sangatah kekanakan untuk memikirkan hal semacam itu diumur saya sekarang ini. But that is what i feel, even until now. Karena seminggu sebelum saya kembali kesini, kami sekeluarga pergi ke medan karena sudah cukup lama kami belum kesana, sekitar 8 tahun kami belum mengunjungi kampung halaman papa saya.

Sesampai disana, kami singgah sebentar disalah satu motel karena kita sampai disana subuh pagi, jadi tubuh kami butuh istirahat sejenak. Sembari saya ingin bertanya password wifi ke penjaga motel, saya malah melihat timbangan, tepat di seberang kamar yang mama dan saya tempati. Ragu saya rasakan, pastinya saya tidak ingin merasa bersalah terhadap diri saya, apalagi di saaat libur Natal ini. Tapi saya memberanikan diri karena saya ingin melawan ketakutan saya. 3 kilogram, berat badan saya naik 3 kilogram. Bukan hal positif yang saya dapat saat saya melihatnya. Tapi saya mencoba untuk tidak merasakan apa saya rasakan. Namun saya tetap terbuka ke mama saya. Saya kembali ke kamar tanpa peduli dengan password wifi yang saya cari sebelumnya. "Ma, berat badan ku naik 3kg, yaudahlahya". Saya lalu naik ke tempat tidur, saya mencoba mengalihkan perasaan saya, saya main hp. Tapi saya diam. NAmun mama saya tahu saya merasa sangat sangat lah tidak nyaman dengan diri saya saat itu. Rasa marah terhadap diri saya karena saya tidak mengontrol diri saya, saya sempat menyalahkan diri saya karena makan seperti orang normal.

Selagi saya mengoceh dalam hati saya, mama saya data g peluk saya "vani, gak usah khawatir, gapapa kok kalau berat badannya naik, vani cantik kok." Sembari memeluk saya mama saya memotivasi saya dengan cerita-cerita. Saya sendiri tidak menyadari saya menangis. Salah satu alasan saya menangis adalah karena saya merasa bersalah ke diri saya, tapi alasan terbesar saya karena saya meras bersyukur, mama saya tepat ada disamping saya disaat saya merasa insecure. Saat itu saya membayangkan kalau saya sendirian dikamar saya, mungkin saya bisa berakhir dengan memakan semua makanan di kulkas saya, dan memuntahkannya. Saat itu saya merasakan kasih Tuhan kepada saya begitu besar, sangat melebihi perkiraan saya. Saya juga malu, karena betapa sering saya menyalahkan keadaan, disaat saya tidak mengerti rencana-Nya. Saya menangis dan tertidur. Paginya saya merasa kalau saya sudah fully charged. Bukan berarti saya jadi tidak perduli dengan apa yang saya makan. Saya menjadi lebih in control dan mencoba berdamai dengan makanan yang saya makan. Setiap kali saya makan, saya selalu menca berpikir "this is for me, for my body. I need to live, I have to live for me, my family and for His glory". Saya mencoba lebih merasakan dan mendengarkan tubuh saya, dimana kalau saya sudah kenyang saya akan berhenti. Saya tetap makan apa yang saya mau, tapi sekali lagi saya mendengarkan tubuh saya saat dia bilang "It's enough".

Saya sangat menikmati setiap detik yang saya miliki selama liburan. Saya bisa bilang kalau itu berkat yang besar buat saya, dimana saya bisa berbagi dan menikmati moment. I really feel His blessing. He made me believe that i can get what I've been looking for. To be healed, inside and out. Liburan Natal kemarin membuat saya semakin sadar kalau begitu banyak kemeptan yang saya punya untuk memberikan yang terbaik untuk saya dan sekitar saya, membuat saya sadar kalau hidup saya harus lah berguna terlebih dahulu, haruslah menjadi berkat terlebih dahulu sebelum saya kembali pada-Nya. Karena jujur, saya sendiri tidak bisa menghitung berapa kali saya ingin menghilang dari dunia dan ingin lari dari setiap persoalan yang saya punya. Semua saya alami sejak saya SMA. Tapi saya tidak menyesali setiap menitnya (well, untuk sekarang ini, tapi saya sangat ingin tetap mensyukuri apa yang sudah terjadi).

Karena setiap apa yang saya alami dalam hidup saya, menjadikan diri saya semakin bertumbuh, semakin menghargai orang lain bahkan diri saya sendiri. Saya tahu masih banyak yang yang akan saya lewati, dan bukanlah hal yang tidak mungkin saya bisa merasa tertekan lagi, jatuh lagi, kembali ke 'teman' lama saya yang menjebak saya bertahun-tahun, bahkan merasa tidak mampu lagi. Tapi yang sangat ingin terus rasakan adalah, rasa syukur yang mendalam, karena itu yang membuat saya boleh terus bertahan, rasa ingin berbagi dan menjadi berkat untuk sekitar, dimana saya merasa saya berguna.

Untuk semua teman-teman, terlebih yang punya masalah dengan eating disorder dan mental illness, bukanlah suatu hal yang memalukan untuk terbuka. Saya tahu itu sulit, saya pernah meraskannya, bahkan saya sembunyikan selama bertahun-tahun. Saya tahu itu sakit dan menekan. It would be helping if you could tell someone about your story, tell them what you feel, if they don't care, then try to find someone else that you can rely on. Semua bergantung dengan apa yang kalian tekadkan. Semuanya di mulai dari 'mau', itu yang mama saya bilang. If there's no one to share, seek help. Karena Eating Disorder bukanlah suatu hal yang sepele. ED merebut diri kita secara perlahan, 13-20% penderita anoreksia meningaal dunia per tahun. Banyak lagi disekitar kita yang kita sama sekali tidak mengetahui berapa lama mereka sudah menjadi bulimic atau mungkin binge.

Saya tahu saya hanya pemula dalam proses penyembuhan, but trust me, i've been trying so hard to be in this step. Sudah berulang kali saya gagal sembuh, and this time, i want to be fully recovered, i want to make myself healthier. It is a blessing to share, it is a blessing to feel the happiness, to feel the pain, to enjoy every moments, to have problems. Karena itu berarti kita masih boleh hidup dalam rancangan-Nya. I know that sometimes binging can make you feel numb, i know that purging can make you feel that all the problems can be solved, and i know how it feels when you choose to not eat anything in a day. But it's not the way to solve you problem, and healing doesn't mean that you will not feel anything, it doesn't mean that you can enjoy your life anytime. Healing means you are ready to feel the pain, you are ready to feel the happiness, you are ready to enjoy every single moment in your life, even the past is trying to hold you back, even when it hurts, you feel it. Because that what Healing means.

Saya sangat berharap cerita saya bisa terus membangun, bisa terus menjadi berkat untuk teman-teman yang membaca. Saya sangat bersyukur saya boleh menulis topik kali ini. Saya berdoa untuk diri saya dan teman-teman sekalian, supaya kita boleh terus menjalani hidup dengan rasa syukur yang mendalam, dan keinginan untuk menjadi berkat buat sekitar kita. Karena mengubah dunia itu terlalu sulit, kita bisa memulainya denganmengubah diri kita menjadi lebih baik.

Saya sangat berharap saya bisa menulis part-part selanjutnya yang membangun kalian. Teman-teman boleh bertanya seputar eating disorder ke saya lewat line atau DM di instagram. Do not hesitate to ask, because I'd feel so grateful if I could help you.

Terima kasih untuk teman-teman yang sudah mau membaca. Tuhan memberkati.

'Feel it' :)

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 08, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Eating Disorder AwarenessWhere stories live. Discover now