one

63K 3.1K 32
                                    

6.03 pagi.

Parkiran masih sepi senyap. Belum ada satu siswa-pun yang datang. Wajar saja, tak akan ada murid yang mau pergi sekolah satu jam sebelum bel berbunyi. Terkecuali Stacy. Ia sengaja datang pagi-pagi agar orang lain tak melihatnya datang dan mengolok dirinya di luar kawasan sekolah.

Gadis itu berjalan menuju kelasnya, sepuluh IPA satu, lalu duduk di bangkunya, di baris paling belakang tepat di pojok ruangan. Ia mengeluarkan novel tebal dan sekotak susu cokelat dari dalam tasnya, yang menjadi rutinitas Stacy setiap pagi menjelang bel masuk sekolah.

Suasana kelas yang hening membuat Stacy tenang. Dengan lambat tapi pasti, gadis itu menyibak satu-persatu lembaran novel roman favoritnya dan membaca dari baris ke baris dengan teliti.

Setelah membuang waktu beberapa menit dengan membaca, kegiatannya terhenti saat melihat pintu kelasnya terbuka, menampakkan wajah dua teman sekelasnya yang baru saja datang. Kedua lelaki itu tengah bercakap-cakap sebelum keduanya menangkap wajah lugu Stacy.

"Heh Jelek, apa lo liat-liat?" ujar salah satu di antaranya. Wajah meremehkan yang ditunjukkan lelaki itu sudah menjadi makanan sehari-hari untuk Stacy. Nyatanya, mayoritas warga sekolahnya selalu menatapnya seperti itu.

"Oh iya," lelaki itu kembali menatap Stacy saat ia menaruh tasnya di kursi. "Hari ini gue piket, lo gantiin ya."

Stacy mengerutkan alisnya. "Tapi 'kan-"

"Udah gak usah ngebantah! Gue mau sarapan di kantin." setelah mengucapkan kalimat itu, kedua lelaki tersebut berjalan menjauhi kelas dan menghilang di balik pintu.

Stacy mendesah pelan, menutup bukunya dan mengambil seperangkat alat kebersihan. Bisa saja ia tidak melakukan perintah dari Rian, namun ia tak ingin beresiko lebih tinggi lagi.

*

Bel istirahat berbunyi. Dengan gerakan cepat Stacy memasukkan buku-buku yang berada di atas meja ke dalam tasnya. Ia mengambil kotak makanan yang sudah disiapkannya dari rumah dan hendak memakannya di perpustakaan. Namun saat berjalan keluar kelas, ia didorong seseorang dari belakang hingga gadis yang berada di depannya juga ikut terdorong. Mirisnya, gadis itu tengah memegang plastik yang berisi dengan minuman berwarna, yang sekarang sudah berpindah tempat ke seragam putihnya.

Gadis yang Stacy ketahui merupakan anak kelas sebelah itu melebarkan kedua bola matanya, menatap Stacy dengan tajam dan mendorong Stacy kuat hingga ia terjerumus ke belakang.

"Heh, punya mata itu dipake! Baju gue jadi lengket gini, lo mau ganti rugi?!" seru gadis itu di hadapan Stacy. Perhatian orang-orang mulai tertuju pada keduanya. Namun sesaat kemudian mereka kembali pada situasi normal seakan tak terjadi apa-apa. Karena hal seperti ini sudah dianggap lumrah oleh SMA Nusa Bangsa, apalagi jika korbannya Stacy.

"Ma-maaf. Gue gak--"

"Apa?! Mau bilang gak sengaja?!" gadis itu menekankan jari telunjuknya di dahi Stacy berkali-kali. "Jadi anak gak usah sok ngelawan. Kalo gak ada kerjaan lain selain bikin ribut mending lo gak usah sekolah sekalian!"

Baru saja gadis itu ingin melontarkan kata-kata pedas lainnya, seseorang meneriakinya jika ada seorang guru yang hendak melewati mereka. Gadis itu membungkam mulutnya dan sengaja menabrakkan lengannya pada tubuh Stacy sebelum pergi menjauh dengan seragamnya yang berubah warna menjadi merah.

Stacy menghembuskan napasnya pelan kemudian melihat ke belakang, dimana seisi kelasnya tengah terkikik geli melihat kejadian tadi. Namun tawa yang paling meledak adalah seorang lelaki yang duduk di meja guru yang berada tak jauh dari pintu kelas. Cakra, yang Stacy yakini adalah biang dari seluruhnya. Lelaki yang sengaja mendorongnya agar mengenai gadis tadi.

"Mampus lo, Culun."

*

Bel pulang sudah berbunyi beberapa menit lalu. Namun Stacy masih duduk di kelas seraya mengerjakan pekerjaan rumahnya yang harus selesai sebelum ia pulang. Singkatnya, teman sekelasnya selalu menyuruh Stacy membuat PR-nya terlebih dahulu kemudian mengirim hasilnya yang berupa foto di grup kelas. Namun mereka tak ingin Stacy ngaret. Perjanjiannya, Stacy harus mengirimnya sebelum pukul tujuh malam. Karena di atas waktu tersebut adalah waktu dimana mereka bermalas-malasan. Mereka tak ingin repot-repot menyalin pekerjaan rumah hingga larut hanya karena Stacy yang telat mengirim jawabannya.

Stacy menarik napas panjang, menutup buku sejarahnya dan menaruhnya ke dalam tas. Gadis itu kemudian melangkahkan kakinya ke luar kelas. Dengan gerakan lamban Stacy berjalan di sepanjang koridor sekolah. Biasanya, ia akan menghadapi cobaan terlebih dahulu sebelum selamat sampai ke rumah.

"Cepet juga lo keluar."

Suara yang sangat familliar bagi Stacy. Gadis itu menegak ludahnya, bagian terseram dari kegiatan sekolahnya selama ini.

"Ma-mau kakak ap-apa?" Stacy memundurkan kakinya selangkah.

Githa, senior kelas dua belas yang terkenal sebagai ketua geng Black Angel dengan kedua anggota lainnya tersenyum sinis seraya melangkah mendekati Stacy. "Mau gue? Gue cuma mau ngasih pelajaran sama lo."

Black Angel adalah geng yang sangat ditakuti sekaligus diminati oleh kalangan perempuan. Geng yang selalu menindas kalangan seperti Stacy itu selalu mencari anggota baru setiap tahunnya. Dan korban favorit mereka adalah Stacy. Setiap pulang sekolah, ada saja tindakan yang mereka lakukan pada Stacy sebelum tertawa puas dan pulang ke rumah.

"Bella, Disa, tanganin dia." ujar Githa sembari tersenyum sinis. Kedua sidekick-nya mulai mendekat. salah satu sidekick-nya yang bernama Adisa menggulung seragam Stacy hingga lengan atas kemudian menempelkan lakban hitam di sepanjang tangannya dan melepasnya secara paksa. Stacy berteriak kesakitan, namun sesegera mungkin Bella--antek lainnya menutup mulutnya dengan lakban yang sama.

Berulang kali Adisa menempel dan melepas lakban tersebut di lengan Stacy hingga memerah. Stacy berteriak kesakitan dibalik lakban hitam sementara Githa hanya berdiri bersidekap dan tersenyum penuh kemenangan melihat adik kelasnya tengah diberi pelajaran.

Merasa puas, Githa menghentikan permainan-nya dan membuka lakban yang menempel di mulut Stacy dengan kuat, membuat Stacy kembali berteriak.

"Sampai jumpa, adik kecil."

----

I'm Not a NerdWhere stories live. Discover now