three

53.1K 2.3K 116
                                    

"Hai, Kak."

"Eh, hai." Lelaki dengan seragam yang mencuat keluar itu tersenyum kaku saat menyapa balik dua adik kelasnya yang kini tengah mesem-mesem sendiri.

"Kak, aku mau ngomong sesuatu boleh?" tanya salah satu dari keduanya seraya menunduk malu. Lelaki itu hanya diam dan melihat gadis dengan rambut sebahu itu. "Sebenernya aku suka sama-"

"Sori," Lelaki itu mengusap peluh di pelipisnya dengan punggung tangan. "Gue capek banget, pengen beradem di kelas. Ngomongnya kapan-kapan aja, ya?"

Ia sekali lagi melepas senyum berlesung-pipitnya kepada dua gadis tersebut sebelum melangkahkan kakinya menuju kelas. Terang-terangan ia menghembuskan napas dengan berat, untunglah ia dengan cepat memotong ungkapan gadis yang hampir menyatakan perasaannya itu. Kalau tidak, mana tega dia untuk menolak barang sehalus apapun itu.

"Ferdiano Ghafari!"

Merasa terpanggil, lelaki itu menoleh, mendapati guru Sejarah alias Pak Santo yang identik dengan rambut mangkoknya tengah memegang setumpuk buku.

Feeling gue nggak enak.

Fino, sapaan akrab lelaki tersebut, dengan segera berlari kecil menghampiri pak Santo, yang langsung memberinya setumpuk buku tersebut seraya berucap, "Tolong kasih ke kelas 10 IPA 1, ya. Saya lagi banyak kerjaan."

Fino menatap tumpukan buku di tangannya dengan cibiran. Banyaknya keringat sehabis bermain basket membuat ia sangat ingin duduk di kelas dengan botol air di tangan seraya mendinginkan diri di bawah AC yang kadang-hidup-kadang-mati itu. Namun semua hal tersebut akan tersingkirkan dengan perintah Si-Mangkok (Begitu murid memanggilnya) yang tak terduga itu.

Dengan helaan napas, Fino berjalan di koridor menuju kelas dari para pemilik buku di tangannya. Sesekali ia tersenyum kecil menanggapi sapaaan teman seangkatan maupun adik kelas yang menyapanya. Ya, Fino memang se-terkenal itu.

Kakinya berhenti melangkah saat tubuh jangkungnya berhadapan dengan pintu yang bertuliskan kelas yang ingin didatanginya. Saat lelaki itu mendorong pintu kelas, seluruh mata langsung tertuju pada dirinya, terutama di kalangan perempuan, yang mulai menyenggol lengan satu sama lain sembari tersenyum-senyum.

"Misi, ini buku kalian dari Pak Santo." ujar Fino seraya tersenyum, menampakkan lesung pipit yang membuat para gadis disana menahan napasnya.

"Aku aja yang pegang, Kak." salah satu gadis berjalan mendekati Fino sambil tersenyum (sok) malu. Dengan sedikit canggung, Fino memberi setumpuk buku tersebut kepada gadis di hadapannya. "Makasih ya, Kak."

Sekali lagi Fino tersenyum, sebelum berbalik arah menuju kelasnya dan mendinginkan badan disana. Tepat sebelum Fino menutup pintu kelas tersebut, gadis tadi menyeruak.

"Stacy, ngapain masih duduk disitu? Bukunya berat nih!"

Langkah kaki Fino berhenti saat itu juga. Kedua alisnya bertaut kala mendengar nama tersebut.

Namanya kayak pernah denger, deh. Siapa, ya?

Penasaran, Fino berbalik, melihat gadis tadi memberikan buku tersebut kepada gadis berkacamata dengan kasar. "Nih, bagiin!"

Fino mengerjapkan matanya berkali-kali sebelum tersadar. Tepat saat itu juga, ia kembali memasuki kelas dan menepuk pelan bahu Stacy yang sedang membagikan buku.

I'm Not a NerdWhere stories live. Discover now