five

37.9K 1.2K 8
                                    

Sekali lagi Stacy menatap penampilannya di depan kaca full body kamarnya, memperlihatkan dress putih gading selutut serta wajahnya yang berbalut make up tipis. Rambut panjangnya ia biarkan tergerai, membuat wajahnya terlihat lebih kecil.

"Yuk, bentar lagi acaranya mulai." ujar Karin sesaat setelah membuka pintu kamar Stacy.

Stacy mengangguk, mengambil handbag miliknya kemudian mengikuti Mamanya menuruni tangga dan memasuki mobil. Dalam hati ia agak gugup, karena grand opening butik Karin sebelumnya tak pernah diadakan seheboh ini.

Tak lama kemudian, mereka sampai. Suasana butik terlihat ramai. Lampu dan papan bunga bertebaran dimana-mana, tamu-tamu penting mulai berdatangan dengan penampilan yang tak kalah elegan dengan Sang Ibu, membuat Stacy semakin tak percaya diri.

"Ma, kayaknya aku pulang aja." tutur Stacy tiba-tiba, membuat Karin menoleh menatap anak gadisnya dengan bingung. "Rame banget, aku nggak pede."

"Kamu yakin mau pulang?" pertanyaan Karin yang disertai senyuman jenaka membuat Stacy mengerutkan dahinya.

Alih-alih menjawab pertanyaan anaknya, Karin  hanya tersenyum dan keluar dari mobil, segera berbaur dengan tamu-tamu yang diundangnya. Sementara Stacy semakin terlihat bingung, namun mau tak mau ikut keluar dari mobil tersebut.

Gadis itu terlihat canggung. Pandangannya mencari-cari keberadaan seseorang yang mungkin dikenalinya, namun nihil. Sebagian besar tamu yang datang adalah orang dewasa yang tak pernah ia temui sebelumnya.

Baru saja ingin kembali memasuki mobil, seseorang menepuk pundaknya, membuat Stacy menoleh kemudian melebarkan senyumnya. Sepertinya Stacy mengerti yang dimaksud Mamanya.

"Ngapain celingak-celinguk kayak anak hilang?" lelaki berbalut jas abu-abu itu terkekeh, membuat Stacy memukul pundaknya pelan.

"Gue nggak kenal siapa-siapa disini." balas Stacy tanpa melunturkan senyumannya. "Kok nggak bilang kalo lo juga disini?"

Jay tersenyum jahil, senyuman yang sama yang sering dilihat Stacy sejak sepuluh tahun lalu. "Nanti lo kelamaan dandannya kalo tahu gue bakal dateng."

Stacy tertawa, rasa nyaman itu kembali hadir. Nyaman yang hanya dirasakan Stacy saat berada di sisi Jay, teman masa kecilnya. Walaupun tetangga, akhir-akhir ini mereka jarang bertemu karena kesibukan masing-masing. Ditambah, Stacy dan Jay tidak pernah berada di satu sekolah, sehingga mereka hanya bisa bertemu di kawasan perumahan ketika sedang senggang.

Namun, Stacy merasa Jay adalah tempat dimana ia menceritakan semuanya. Sama seperti Andre, Jay juga mengetahui rahasianya. Bedanya, dengan Jay, Stacy tak pernah menutupi apapun. Ia menceritakan semuanya secara detil, termasuk bagian dirinya yang sering kali mendapat luka secara fisik.

"Maaf waktu itu gue nggak bisa ke rumah pas lo diserang sama mereka." ujar Jay saat mereka tengah mengambil minum. "Minggu depan gue ada turnamen, jadi sekarang gue selalu latihan abis pulang sekolah."

Stacy mengangguk paham. Jay memang selalu berusaha untuk mengunjungi Stacy dan membatu mengobati lukanya jika kejadian seperti itu terjadi.

"Oh iya," Jay menatap Stacy, ia terlihat bersemangat. "Lo harus dateng di turnamen gue, lo wajib nyemangatin gue."

"Jeje ikut?" tanya Stacy, memastikan jika sepupu Jay yang biasanya menemani Stacy menonton turnamennya juga ikut.

Jay mengangguk. "Tenang aja, gue tahu lo nggak ada temen, jadi gue udah suruh Jeje buat nemenin lo kayak biasa."

"Jahat lo." lagi-lagi Stacy memukul bahu Jay di sela tawa mereka.

"Kapan sih, lo mau berhenti nyamar?" Jay tiba-tiba menyeletuk sembari mengambil kue kering di atas meja. "Nggak capek dilabrak sama anak-anak sekolah lo?"

I'm Not a NerdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang