Part 15

26.3K 2.5K 15
                                    

"Hye, hari ini kepala bagian Han akan mengadakan pesta kecil-kecilan bersama yang lain. Kau ikut kan?"

Aku menatap Brian sesaat kemudian berpikir takut-takut ada yang harus aku kerjakan hari ini. Sepertinya tidak ada salahnya mengikuti pestanya, melihat wajah berharap Brian membuatku tidak tega menolaknya. Terlebih sudah dua minggu aku disibukkan dengan konser EXO di belahan dunia lain hingga tidak sempat meluangkan waktu untuknya.

"Aku ikut." Brian tersenyum cerah yang mau tidak mau membuatku ikut tersenyum.

"Aku akan menjemputmu sore nanti." Dia melirik jam tangannya kemudian menatapku, "Sepertinya aku harus pergi sekarang." Katanya tak enak hati.

Aku menarik sudut bibir mengukir senyum secerah kemampuanku, "Pergilah, hati-hati ya." Anggukannya menjadi jawabanku sebelum ia mengacak rambutku dan beranjak pergi.

Manikku tak lepas menatap punggungnya hingga menghilang dalam kerumunan manusia, seketika senyumku pudar terganti dengan sendu. Rasa bersalah menggeluti sudut perasaan yang tidak juga menurut merubah haluan, beribu kata maaf mungkin tidak juga mampu menghapus kesalahanku pada Brian.

Ini sudah berbulan-bulan, tapi di dalam sana masih tidak pudar nama lelaki lain. Aku sadar betul lelaki yang dulunya milikku sudah bahagia dengan gadis lain tapi untuk sekedar mengikhlaskan ternyata tidak pernah semudah kedengarannya.

Semua kesakitan sudah terlalu menumpuk hingga aku sendiri hampir runtuh. Dulu, perasaanku ini terasa sangat benar tapi sekarang terasa sangat salah. Ya, dulu dia mencintaiku hampir sama besarnya denganku tapi kini cintanya tidak lagi untukku.

Jelas aku tahu, sebulan jarak antara kami semakin melebar. Dia tidak sekalipun berbalik merengkuhku seperti yang sudah-sudah. Hanya irisku mengikatnya dari kejauhan menatap punggungnya yang semakin menjauh setiap kali aku dituntut profesional dengan tugasku.

Keinginan bertindak egois berkali-kali menggoda, aku bisa menjadi gadis paling jahat jika aku mau. Keyakinan akan kemampuan merebutnya sering kali terlintas dan sebanyak itu pula aku tepis.

Aku sedang belajar bahagia karena lelakiku bahagia. Percaya bahwa aku mampu menjadi bayangannya saja. Ada lelaki lain yang harusnya aku izinkan masuk kedalam kalbu yang sudah tidak tersusun bahkan kepingannya hampir tak berbentuk. Harapku hanya agar Brian menjadi lelaki paling tepat mengganti posisinya.

Kuseruput coklat panasku yang bahkan belum berkurang setengahnya, menatap luar jendela berembun akibat udara dingin mulai menyapa. Mataku memicing tatkala sosok yang semenjak tadi bergumul dengan pikiranku menampakkan dirinya dalam balutan pakaian serba kelam dan masker putih bersih menutup sebagian wajahnya. apa itu dia? Pertanyaan yang hanya aku ucap dalam hati. Atau mungkin hanya fatamorgana akibat haus akan rindu yang semakin berlebihan padanya.

Tentu saja itu hanya halusinasi semata, mana mungkin lelaki itu berdiri di seberang jalanan caffe menatap sendu ke arahku. Harusnya kesadaran segera menghantamku, tapi sosok itu tidak juga beranjak dari tempatnya. Sampai mataku memanas dengan hati tercubit, sebegitu rindu memupuk hingga khayalan membentuk bayangnya di seberang sana.

Mataku memejam, berusaha menetralkan segala hampa dan perih di saat bersamaan. Sepertinya aku akan mengutuk siapapun yang mengatakan cinta tidak harus memiliki munafik sekali. Buktinya ketika kau tidak memilikinya kau menjadi pesakitan gila hingga setiap sudut dalam pandanganmu ada dia. Dasar sinting.

Drrrttt... drrrttt...

"Halo, Sehun-ah."

"Noona tidak lupa kan?"

"Iya tunggu, aku segera kesana."

Lupakan pikiran tentang lelaki itu, adik tersayangku bisa merajuk jika aku terlambat lebih dari lima menit.

***

Waktu terus merangkak sedang mentari merosot tenggelam seiring rotasi bumi menghadapkan cahaya pada belahan dunia lainnya. Brian sudah menampakkan diri di depan pintu apartemen murah milikku yang terletak di sudut kota dengan senyum merekah, semakin meningkatkan derajat ketampanannya ditambah rahang tegas dan bulu halus yang sengaja dibiarkan tumbuh disekitar wajahnya memberikan kesan jantan yang mampu membuat para wanita terkagum akan sosoknya.

"Sudah siap?"

Aku mengangguk sebagai jawaban, tidak lupa senyum lebar akibat lengannya terarah membentuk lingkaran di sisi tubuh kekarnya seolah mengode untuk digandeng. Dengan senang hati aku melingkarkan lenganku di sana setelah memastikan pintu terkunci. Kami berjalan beriringan memasuki lift hingga sampai di area parkir.

Sungguh Brian begitu cuek akan para wanita yang menatapnya lapar. Bagaimana tidak, wajah khas eropa terpahat apik berpadu dengan mata tajam disertai iris kelam berbaur serasi membentuk rupa tampannya. Ada rasa minder serta bangga berdampingan dengan Brian, benar kata Sena begitu bodohnya aku jika menolak pria ini. Ya, jika saja perasaan bodoh tidak menggerogoti dan menjadi momok dalam hatiku. Aku akan dengan senang hati mengukirkan namanya di dalam sana.

"Kau tampak lelah." ucapnya seraya mengelus pipiku lembut tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan.

"Tidak, aku hanya mengantuk. Hana mendatangi apartemen dan memaksaku movie marathon sampai pagi."

Brian terkekeh melihatku mengerucutkan bibir, ia memiringkan tubuhnya sedikit sesaat setelah menghentikan mobil karena lampu merah.

Cup

Sebuah kecupan singkat dan padat mampir di pipiku, ini bukan pertama kali Brian mencuri kecupan, aku mendengus. Sedang senyumnya merekah, "Apa masih mengantuk?"

"Ck! Mengambil kesempatan."

Ia terkekeh lalu mengelus rambutku sebelum kembali melajukan sedan putihnya. Tawanya semakin keras mendengar omelanku karena ia terlalu sering mengambil kesempatan dalam kesempitan seperti ini. Bukannya aku murahan membiarkannya melakukan itu, lengah membuatku sering kali kexolongan. Lagi pula aku benar-benar ingin memulai awal baru bersama Brian. Mengenalnya selama setengah tahun membuatku cukup yakin bahwa dia serius padaku. Aku harap nama Brian mampu menggeser nama lelaki yang masih memenuhi sistem sarafku.

My EX [BBH] [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now