Tanya

4.5K 294 39
                                    

Tanya masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu tampak Ibunya duduk di sofa sambil memegang sebuah bingkai foto. Isak tangis terdengar.

Menghela napas, Tanya melewati Ibunya begitu saja.

"Kamu sudah pulang?"

Kaki Tanya terhenti saat mendengar Ibunya bertanya. Berbalik, ditatapnya Ibunya yang berusaha tersenyum sambil menghapus sisa air mata di pipi.

Pemandangan biasa. Kadang orang yang terlalu banyak memendam luka selalu berusaha menutupi lukanya dengan senyuman. Seolah tak ingin orang lain mengetahui itu. Tapi bagi Tanya, itu semua hanya sia-sia. Untuk apa kita tersenyum saat merasakan sakit?

Tanya mengangguk singkat. Lalu kembali melangkahkan kaki menuju kamarnya, menutup pintunya rapat.

Setelah mengganti seragam sekolahnya dengan pakaian yang lebih santai, Tanya merebahkan tubuhnya di karpet bulu.

Matanya tertuju pada bingkai foto yang tergeletak terbalik di meja belajar. Foto yang sama.

Tanya mengerjapkan mata berkali-kali, berusaha mengenyahkan sesak. Dengan cepat dialihkannya pandangan menatap langit-langit kamar.

Roti lempem! Tanya hampir saja memekik saat dilihatnya Wafer terbang melayang-layang di sana. Hantu tampan itu melambaikan tangan menyapa.

"Ketemu lagi." Kata Wafer.

"Kamu kenapa bisa di kamar aku? Dari mana tau rumah aku?" Kata Tanya, marah.

"Nembus dinding. Ngikutin kamu." Jawab Wafer dengan senyum tolol.

"Emang gak ada larangan buat hantu untuk jangan menguntit manusia? Gak ada hukumannya gitu? Misalnya tubuh kamu yang melayang itu langsung kebakar kayak bakar tisu."

Xiao yang berada di sebelah Wafer tergelak.

"Setidaknya diriku pernah berjuang." Xiao bernyanyi mengejek.

Wafer melotot pada Xiao membuat tawanya makin meledak.

"Sekarang aku malah dipelototi hantu. Bisa kamu turun saja ke bawah sini. Mata aku bisa juling liat kamu melayang-layang begitu."

Wafer dan Xiao saling pandang.

"Bang, dia cuman bisa liat lu olang? Dia gak bisa liat aku? Woa, ajaib!" Xiao berseru  tak percaya.

"Berarti benar, dia itu penolong aku." Wafer bersorak.

"Ngomong sama siapa sih?"

Dasar hantu otak-otak. Tanya merutuki dalam hati. Dan kenapa pula Ia mau ngomong sebanyak ini sama Wafer. Harusnya tuh, Ia ngirit ngomong biar hantu otak-otak ini pergi jauh dari hidupnya.

"Ahh, nggak." Wafer mendekat duduk tak jauh dari Tanya. "Jadi, kamu mau bantuin aku?"

"Kamu mau minta bantu apa memangnya?"

"Dengerin, ya. Ini kita ngomong dari hati ke hati." Kata Wafer bersemangat.

Mau dari hati ke hati atau dari hati ke jantung. Aku tuh cuman mau kamu cepat ngilang, huh.

"Kamu harus bantu aku mulihkan ingatan aku."

"Lah,, emang aku dokter?"

"Kamu hanya pelajar biasa yang secara tidak sengaja bisa melihat hantu ganteng kayak aku."

Alis Tanya terangkat.

"Liat kamu melayang-layang kayak tadi aja udah buat aku sawan. Apalagi bantu kamu—yang berarti aku harus sama-sama kamu terus. Bisa ikut mati aku."

"Ayolah, cuman kamu yang bisa liat aku." Wafer memohon. "Kalau kamu mau bantu aku ... aku akan lakukan apapun yang kamu mau."

"Hm,, apapun?" Tanya bangkit duduk. Tertarik dengan apa yang dikatakan Wafer.

"Iya...!"

"Apapun, ya. Jangan bohong!"

Wafer mengangguk sambil mengacungkan ibu jarinya.

"Akan aku pikirin lagi."

"Yaaah..." Wafer kembali terbang melayang. Di tariknya kepangan rambut Xiao karena dari tadi temannya itu terus tertawa sambil tak berhenti menyenandungkan lirik lagu setidaknya diriku pernah berjuang. Membuat kekesalan Wafer menumpuk saja.

"Sekarang kamu pergi dari kamar aku." Usir Tanya.

(Jadi, Tanya bakal iya-in gak ya? 😂)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


(Jadi, Tanya bakal iya-in gak ya? 😂)





The Sweet GhostWhere stories live. Discover now