Tanya

1.7K 157 11
                                    

Tanya terduduk lesu di bangku kelas. Tadi pagi saat bangun, tubuhnya terasa sakit semua. Matanya sembab dan bengkak. Tanya memijit kepala yang berdenyut sakit. Sebenarnya apa yang telah terjadi tadi malam? Tanya tidak ingat. Hanya kilasan kejadian buram yang tak ia mengerti. Apa ia bermimpi? Atau berjalan saat tidur? Entahlah.

"Melamun aja, Non. Masih pagi ini," Anik menjentikkan jari—menyadarkan Tanya. "Pucat pula. Kamu kenapa? Kemarin baik-baik aja." Sambung Anik khawatir.

Tanya menggeleng. "Aku nggak tahu. Kepalaku sakit."

"Kamu sakit?" Anik menyentuh kening Tanya, memastikan apakah benar sahabatnya itu sedang sakit. Suhu tubuh Tanya biasa saja, sama seperti dirinya. Berarti Tanya baik-baik saja.

"Kayak ada yang hilang," gumam Tanya.

Anik memicingkan mata. "Cerita aja, Tanya. Jangan dipendam." Katanya sambil menepuk pelan pundak sahabatnya.

Tanya membuang napas. "Aku nggak tahu apa yang mau diceritain, An. Aku nggak bisa ungkapin. Ingatanku... maksudku, kayak ada yang hilang. Kayak ada sosok penting yang aku lupakan."

Anik menatap Tanya prihatin. Sahabatnya itu terlalu banyak menanggung beban. Atau Tanya sudah berhalusinasi? Anik tahu, semenjak kematian Orji, Tanya selalu bersikap aneh. Ia hanya menipu hidup dan dirinya sendiri.

"Tanya... kita temui dokter kenalan Mama aku, ya?" Bujuk Anik.

"Maksud kamu... aku gila?"

"Bukan. Aku cuman mau yang terbaik buat kamu, Tanya. Kamu nggak boleh kayak gini terus." Anik berhati-hati menjelaskan. "Kamu nggak normal, Tanya. Kamu selalu ceria padahal... Aku memang nggak ngerasain, tapi aku tahu. Kamu bilang baik-baik saja, padahal kamu tidak dalam keadaan itu. Rasa lelah, sakit hati, depresi, putus asa, harusnya kamu luapin semuanya. Jangan menampilkan senyum palsu itu." Kata Anik memelas.

"Aku baik kok, An."

"Kapan hari ada yang bilang kamu bicara sendiri dalam kelas. Seriuss, kalau itu aku, mungkin akan maklum. Tapi ini Jean. Mulut paling usil dan senang nyebarin hal yang buat orang kesusahan."

"Masa sih?"

"Phew! Tanya, sebagai sahabat kamu, kumohon... Ikut aku temui dokter itu. Dia baik kok. Paling disuruh ceritain..."

"Paling disuruh ceritakan semua keluh kesah kita sampai ini mulut berbusa. Terus dia Kasih solusi yang kalau aku ikutin nggak ngaruh apa-apa." Tanya memotong ucapan Anik.

"Setidaknya kamu sudah mencoba. Dari pada kamu pendam dalam hati." Sinis Anik. "Kamu bisa menjalani hidup sesukamu, Tanya. Kecuali kamu menyerah sekarang, dan menjalaninya kayak mayat hidup." Anik memperhatikan reaksi Tanya yang hanya termenung. Anik mendesah. Sahabatnya ini...

"Akan aku pikir kan." Ucap Tanya akhirnya.

Anik tersenyum lebar. Ia menepuk-nepuk pelan kepala sahabatnya.

(Jjjanggg,, banyakan Tanya yah. Kujuga pusing jadinya. Silahkan dibaca. Salam rindu dari Wafer dkk 😘😘)

The Sweet GhostWhere stories live. Discover now