Tanya

2.5K 309 75
                                    

Suasana di meja makan hening dan suram. Denting sendok beradu dengan piring memecah keheningan.

Tanya menatap Ibu dan Ayahnya bergantian. Ibu yang lebih banyak diam, menumpuk amarah. Dan Ayah yang menatapnya tegas, menakutkan.

Selalu seperti ini jika Ayah pulang ke rumah. Tidak ada candaan hangat basa-basi. Tidak seperti dulu. Tidak setelah sosok itu pergi jauh.

"Bagaimana dengan sekolahmu, Tanya?" Suara berat Ayahnya membuat Tanya memegang sendok makan dengan erat.

Bagaimana dengan sekolahku? Ha ha, lucu.

"Baik." Tanya menjawab singkat.

"Kau harus mendapatkan nilai tinggi dan melanjutkan kuliah keluar negri." Kata Ayah dengan nada memaksa.

"Kenapa harus ke luar negri?" Tanya bergumam pelan sambil menunduk.

"Karena hanya itu pilihannya. Aku tidak mau teman-temanku, nanti, mengataiku punya anak bodoh."

Punya anak bodoh. Lalu prestasi dan usahaku selama ini, kau anggap apa?

"Atau, ini cara halus ayah untuk mengusirku?" Tanya menatap langsung mata Ayahnya. Bibirnya terangkat sinis.

Bunyi sendok yang diletakkan kasar terdengar. Tanya sudah tak peduli. Sebentar lagi pasti tercipta keributan yang ia pancing sendiri. Cari mampus, cari mati.

"Sejak kapan kau berani melawanku, Tanya? Apa Ibumu yang mengajarimu?" Mata Ibunya membelalak tak terima.

Ah, menyalahkan Ibu lagi.

"Aku hanya tidak ingin pergi." Kata Tanya memelas.

Rahang Ayah mengeras, "Anak tolol. Kau sama membangkangnya dengan ibumu." Ia menunjuk ibu kasar.

Gelas berhasil lolos dari tangan ibu, menimbulkan bunyi kaca pecah di lantai.

"Kenapa menyalahkanku juga?" Kata Ibu hampir berteriak.

"Karena kau tidak becus mengurus anak. Yang satu kau buat mati, dan yang lain kau ajari melawan padaku."

Ayah berdiri dari kursi. Ibu juga ikut berdiri.

"Kau yang tidak pernah memerhatikan kami. Kau selalu sibuk dengan pekerjaanmu."

"Memang untuk siapa aku bekerja? Jangan memintaku melakukan hal lebih!"

"Hal lebih? Begitu kau bilang hal lebih. Hatimu mungkin benar-benar sudah membatu. Atau perhatianmu itu teralih oleh wanitamu yang lain?" Kali ini suara Ibu benar-benar meninggi.

Tangan Ayah terangkat, dan tamparan itu tak terelak. Ibu memegang sebelah pipinya yang terkena tamparan Ayah. Matanya memerah, entah karena amarah memuncak, atau perih akibat tamparan itu.

Kepala Tanya berdenyut dan napasnya sesak. Pertunjukan yang hebat. Ia memandang makanan yang tinggal separuh, memohon dihabiskan. Atau, meminta diperhatikan? Sama seperti dirinya.

Tanya bangkit dari kursi, berjalan melewati Ayah dan Ibunya. ia mengambil bingkai foto yang dipajang di dinding, menghela napas sesak. Lalu kembali ke ruang makan, berdiri di tengah Ayah dan Ibunya.

Keduanya mengabaikan Tanya. Mereka asik beradu mulut, berteriak, saling menyalahkan.

Tanya muak. Ia mengangkat bingkai foto itu tinggi-tinggi lalu menghempaskannya kuat. Kaca bingkai berserakan membuat suasana kembali hening. Tanya menatap mata Ayahnya berani, lalu berganti menatap Ibunya yang mulai menangis. Ibu mendorong Tanya kasar. Ia membungkuk menjumput foto di lantai. Di bersihkannya sisa kaca bingkai yang menempel, lalu memeluk foto itu erat.

"Apakah begini cara orang tua kalian mengurus anak-anaknya? Seperti cara Ayah mengurus aku dan Kakak? Dengan teriakan, pertengkaran, bahkan saat dalam makan? Apakah begitu, Bu? Dengan pilih kasih seperti nasibku?" Tanya menahan napas saat mengucapkan kalimatnya. Dan mengembuskan napas kasar saat kalimat itu berakhir. Kepalanya semakin berdenyut. Dan seperti ada gumpalan makanan tersangkut di tenggorokannya. "Ayah tahu kenapa Kak Orji meninggal? Karena kelakuan kalian!" Mata Tanya dengan kejamnya berkabut. Ia dengan cepat berlari naik ke atas, ke kamarnya.

———————

Orji menatap pertengkeran itu dengan ekspresi tak terbaca. Ia ingin berlari memeluk Tanya. Ia ingin menghapus air mata Ibunya. Ia ingin bersama lagi dengan dua wanita yang sangat dicintainya. Ia ingin menenangkan amarah Ayah. Ia ingin, tapi tidak bisa. Karena ia sudah mati. Dan menjadi hantu yang tak bisa dilihat sangatlah menyiksa. Dan Ia juga bersalah akan satu dosa.

Semua karena orang itu. Orji mengepalkan tangannya. Ia lalu pergi meninggalkan rumah menuju tempat dimana ia bisa melampiaskan sakit hatinya.

—————

Tanya mengambil jaket dan juga ransel kecil, lalu pergi dari rumah.
Rumah yang bagai neraka jika Ayahnya pulang. Dan sepi layaknya kuburan jika hanya ada ia dan Ibunya.

Tanya tidak tahu tujuannya kemana. Ia hanya ingin menenangkan diri. Jika ada Wafer di sini, ia mungkin akan bersandar di dada lelaki itu, berharap itu bisa membuatnya tenang.

Tanya melompat melewati genangan air yang memenuhi trotoar berlubang. Tadi sore cuaca memang hujan lebat, tapi sekarang sudah berhenti, dan hanya menyisakan air genangan. Ia membelokkan kaki ke kawasan kereta api. Menyusuri rel kereta yang sepi. Tanya merentangkan tangan, berharap sesaknya hilang. Berharap Wafer berdiri di hadapannya dan ia bisa memeluk tubuh dingin hantu tampan itu.

Sebenarnya hantu itu kemana? Menghilang(lagi) tanpa kabar. Wafer tidak mungkin benar-benar ke Belanda, bukan? Tidak mungkin.

Kaki Tanya mendadak tergelincir. Lututnya memar menyentuh batu kerikil. Sakit saat digerakkan. Tanya tidak meringis, apalagi menangis. Ia seakan mati rasa. Satu-satunya yang membuatnya merasakan sakit dan sesak hanyalah perihal keluarganya. Demi Tuhan, jika mereka ingin bercerai, maka bercerai saja. Lagi pula Kak Orji sudah mati. Orang yang selama ini mempertahankan hubungan keluarga yang kacau-balau ini sudah mati.

"Dia sudah matiiii." Tanya berteriak nyaring, mencoba melepaskan sesak. Jika ada kereta api yang lewat, mungkin saat ini Tanya sudah ditabrak. Tanya ingin sekali itu terjadi. Ia ingin menyusul Wafer dan Orji.

                                      

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

                        
             

Rahasia yang mulai terkuak. Tanya mau nyusul Wafer, dan Wafer yang gak balik dari Belanda. Dan aku yang berniat menamatkan. Plis, warna bintangnya diubah dong 😥

The Sweet GhostDonde viven las historias. Descúbrelo ahora