29. black byun... ward?

75.4K 17.6K 1.8K
                                    

"Alisseu..."







Tadinya kukira aku bermimpi saat mendengar suara yang sedang paling ingin kudengar sejak kemarin.

Tapi tidak ㅡini terlalu nyata.






Aku bergerak dari posisi berbaring ke duduk begitu cepat sampai kepalaku pusing, lalu mencari sumber suara itu.

"Na Jaemin?"


"Iya, aku."





Aku mengerjapkan mata yang masih buram karena tekanan darah rendah, sambil mencoba mencari sosok Jaemin.






"Na Jaemin...?" tanyaku tercekat.






"Ya," jawabnya pelan. "Untuk kedua kalinya," jawabnya walaupun aku belum literally bertanya.





Kengerian menjalar di punggungku melihat Na Jaemin sekarang bahkan sudah tidak tampak seperti arwah. Dia begitu samar ㅡseperti melihat ubur-ubur berbentuk manusia.





"Kapan... dan dimana?" aku berusaha tenang. "Dan sebenernyaㅡ kamu kemana aja sih?"

Jaemin terdiam sebelum duduk di tepi tempat tidurku.

"Tadinya aku mau pergi. Kemana aja, asal nggak ada di sekitar kamu," jawabnya. "Kamu udah berkorban terlalu banyak, ini cukup."






"Jaemin, akuㅡ"

"Iya aku tau, kamu pasti mau bilang kita udah sejauh ini atau jangan menyerah dulu. Tapi kita juga harus realistis!" mata transparannya menatapku tajam.

Aku membalas tatapannya dengan gusar, tapi toh tidak bisa berkata apa-apa.


"Aku cuma mau hidup tenang aja sebelum..."

"Aku capek, Jae," aku memutus kalimatnya. "Aku juga putus asa.

Jaemin mendengarkanku.






"Tapi aku nggak mau kamu mati."





Jaemin menatap mataku yang berkaca-kaca.
"Tapi aku nggak mau kamu sakit atau sedih lagi lebih dari ini."

"Aku cuma gastritis, bisa sembuh," sangkalku. "Tapi kalo kamu mati? Kamu nggak bisa kembali."

"Alㅡ"

"Kamu pikir aku bisa hidup normal setelah semua ini, kalo kamu akhirnya mati?"

Tidak ada jawaban ㅡtentu saja.

"Nggak bisa, Jae. Nggak akan pernah bisa," aku melanjutkan. "Jadi terserah kamu mau ngapain, tapi please, jangan mati."







Jam dinding mengeluarkan nada für elise saat jarum-jarumnya menunjuk angka pukul 3 pagi. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku merasa ingin waktu berhenti saja sekarang. Aku merasa tidak sanggup menghadapi hari esok.

Tiba-tiba terdengar suara ayahku seiring dengan langkah kaki yang mendekat. Aku refleks membaringkan diri dan pura-pura tidur lagi tepat saat pintu kamar terbuka dan ayahku terus mengobrol dengan seseorang.

"Pssst, pelan-pelan," ujarnya. "Anak saya lagi tidur."

Aku membuka mata lagi saat mereka sudah duduk di sisi lain ruangan. Siluet mereka terlihat di tirai pembatas ㅡayahku dan pria berbadan tegap lain. Sepertinya mereka berdua memakai seragam polisi.

"Saya rasa terlalu mencolok kalau kita spionase dengan seragam begini, pak," ucap pria itu. "Selain itu, siapa tahu mereka bisa membahayakan anak bapak."

Nowhere ; na jaemin ✔ [revisi]Where stories live. Discover now