45. Another Confrontation!

2.3K 235 20
                                    

Suasana di sebuah ruang rapat

Verinda duduk termangu menatap kosong ke sebuah dokumen. Entah kenapa hari itu sulit sekali baginya untuk fokus pada pekerjaannya. Pikirannya melayang tidak jelas. Hampir sebulan berlalu sejak konferensi pers yang dilakukannya, sejak itu pula ia malah terus mendapat undangan untuk wawancara ekslusif di beberapa acara talkshow stasiun televisi. Bahkan pernah sekali ia mendapat tawaran agar mau membintangi sebuah iklan produk. Semua berkembang di luar perkiraannya.

Verinda akhirnya menjadi uring-uringan meski dalam hatinya terselip syukur karena pemberitaan soal Edenin menjadi lebih positif. Perlahan semua rumor negatif tentang dia dan keluarganya pun menguap. Namun mendadak dikenali banyak orang tetap saja membuatnya sangat tidak nyaman dan salah tingkah. Ia merasa jadi tidak bebas menjadi dirinya sendiri.

"Jadi, gimana menurut kamu, Ver?" tanya Narendra dengan gaya menyebalkan.

Essam langsung melirik ke Verinda yang ada di sebelahnya. Ia lalu menatap Narendra yang memang sengaja meminta pendapat Verinda yang sejak tadi melamun.

"Oh, another no comment?!" Narendra tersenyum penuh kemenangan. "Do you know how important this meeting for our company, young miss?" Kata Narendra lagi.

Verinda menatap lurus Narendra. Diam-diam ia mengepalkan tangannya yang tersembunyi di bawah meja. Verinda memang sudah sejak lama telah kehilangan segala rasa hormatnya pada kolega almarhum papanya itu.

"Well, I know that you—miss Verinda... is our new celebrity," katanya yang langsung mengundang tawa kecil dari peserta rapat lainnya. "tapi, ini perusahaan besar yang butuh keseriusan dari semua top managernya. Jadi kalo kamu udah bosan di kantor ini—dan, memilih untuk fokus di dunia baru kamu yang glamor," Narendra tersenyum mengejek. "kamu tau kamu bisa kapan saja keluar atau, yah—lepas aja saham kamu,"

"I won't sell it." Potong Verinda cepat.

Narendra langsung mengerutkan alisnya. Ia melihat Verinda bangkit dari duduknya sambil menata dokumennya dengan tenang.

"Jual saham," Verinda menatap sinis Narendra. "that's not going to be happened." Katanya lagi sambil mendengus.

Verinda memasukkan dokumennya ke dalam tas kulit ranselnya sambil menyapu wajah semua orang yang ada di ruangan itu. Ia kemudian berjalan keluar. Ia baru sampai di ambang pintu ketika tiba-tiba ia berhenti dan berbalik lagi.

"Tapi anda ada benarnya juga, Bapak Narendra yang terhormat." Kata Verinda yang sengaja memberi penekanan saat menyebut kata hormat. "I'm getting bored with this—and, I'm just so sick of you! Gue udah muak dan jijik liat tampang penjilat hidung belang lo di depan semua dewan direksi lain!" Bentak Verinda yang sudah memutuskan untuk benar-benar meninggalkan sopan santunnya.

Narendra langsung merah padam mukanya sementara Verinda tersenyum sinis melihatnya yang kehabisan kata. Ia lalu berdiri menyadar pada ambang pintu seolah menikmati ketegangan momen itu. Semua yang ada di ruangan itu langsung diam dan tegang. Tidak ada yang berani buka suara.

"Lo tenang aja, gue nggak kayak elo yang nggak tau diri. Gue sadar kemampuan gue—jadi, gue bakal pertimbangin kemungkinan untuk segera mundur dari posisi ini." Katanya setelah sekian lama terdiam. "So, I hope—at least, it's gonna be a good news for you."

Verinda masih memamerkan senyum sinisnya. Ia mengangguk meyakinkan Narendra yang masih kehabisan kata mendengar cara bicara Verinda yang tidak menunjukan rasa hormat padanya. Verinda kembali menyapu wajah semua anggota rapat.

"Gentlemen," lanjutnya lalu menundukkan kepala dengan angkuh sebelum akhirnya keluar dari ruangan rapat tersebut.

"Maaf." Essam memecah kebisuan setelah beberapa saat berlalu.

Miss Troublemaker (terlalu sulit untuk dimengerti)Where stories live. Discover now