73. Bodyguard

2.1K 197 13
                                    

Edenin duduk dengan pandangan bingung ke arah seorang lelaki berbadan tegap yang tiba-tiba datang menemuinya di sela-sela ia sedang break syuting. Ia sempat melirik ke arah Raya yang hanya bisa mengangkat bahu.

"Jangan nanya gue—lo dengerin aja bapak ini ngomong." Kata Raya.

"Selamat siang." Sapanya dengan nada ramah yang dipaksakan sambil mengangguk hormat. "Mulai sekarang saya ditugaskan buat mengawal ke mana aja mbak pergi." Lanjutnya lalu mengambil posisi berdiri tegap.

Edenin hanya bisa terdiam dengan mulut setengah ternganga mendengar penjelasan tanpa basa-basi dari pria yang mungkin berusia awal empat puluhan itu.

"Dan, saya bertugas mulai sekarang, mbak." Katanya lagi.

"Sebentar, pak," Edenin mengangkat tangan kanannya. "bapak mungkin salah orang. Saya nggak pernah minta pengawalan."

"Mbak Verinda yang menugaskan saya."

Edenin semakin kesulitan menutup mulutnya ketika mendengar nama adik tirinya itu disebut. Apa-apaan sih Ver itu?! Kok tiba-tiba kirim bodyguard segala?! Makin hari makin ajaib banget sih kelakuannya?!

"Perkenalkan nama saya Kusno. Nantinya pengawalan buat mbak itu sifatnya 24 jam. Selain saya, nanti ada rekan saya—Saleh, yang akan bergantian bertugas pengawalan. Sisanya jika masih ada pertanyaan bisa mbak tanyakan langsung ke adik mbak yang menugaskan saya di sini."

"Coba telepon adek lo deh, Chel. Gue aja nggak abis pikir kok pas bapak itu nemuin gue dan bilang kalo mulai sekarang dia bakal ngikuti kemana pun elo pergi." Kata Raya ketika bodyguard kiriman Verinda sudah berpamitan pergi menjauh dari mereka.

Edenin mendadak merasa kepalanya berdenyut. Ia mengangguk sambil mengambil ponselnya. Beberapa saat berlalu Edenin mendecak kesal karena tidak juga teleponnya diangkat oleh Verinda.

"Nggak diangkat coba sama dia!" omelnya sambil menoleh ke Raya.

"Coba lo message deh." Usul Raya.

"Percuma tau nggak kalo ngemessage dia itu," Edenin menggeleng kesal. "Itu anak pasti nggak bakalan mau baca. Nyebelin tau nggak sih dia itu belakangan ini, Ya'. Asal lo tau ya... dia itu jadi kayak yang suka banget godain gue—bikin gue marah, uring-uringan terus dianya malah ngetawain gue kalo udah gitu. Reseh banget lah pokoknya. Super jahil dia itu, Ya'! Sebel gue lama-lama!"

Raya sempat melongo sebelum akhirnya malah tertawa mendengar keluhan Edenin soal tingkah laku Verinda belakangan ini terhadapnya.

"Ya ampun, Chel, Chel, bukannya malah bagus?" Raya akhirnya berkomentar.

"Kok malah bagus sih, Ya'?!"

"Yah, bagus lah... bukannya itu yang elo mau? Nyebelin tapi normal, kan? Dulu aja lo nangis gara-gara hubungan lo sama adek lo itu dinginnya kelewat nggak wajar."

Edenin sempat tertegun sebelum akhirnya menyadari perkataan Raya ada benarnya. Tanpa sadar ia tersenyum menyadari semuanya dan mendadak semua kekesalannya pada tingkah Verinda langsung menguap.

"Iya sih—ternyata gini yah rasanya punya adek nyebelin? Gue jadi inget si Nadia dulu yang suka sebel sama adeknya. Masih inget nggak lo, Ya'?" katanya kemudian sambil tertawa yang dibalas anggukan Raya.

"Udah coba telepon lagi tuh adek lo yang super reseh."

Edenin mengangguk lalu kembali mencoba menghubungi Verinda lagi. Beberapa saat berlalu akhirnya Verinda mengangkat telepon darinya. Edenin baru mau membuka mulutnya namun adik tirinya itu sudah lebih dulu bicara tanpa memberinya kesempatan bahkan untuk sekedar mengatakan halo.

Miss Troublemaker (terlalu sulit untuk dimengerti)Where stories live. Discover now