71. Pesona Si Troublemaker (2)

2.5K 236 22
                                    

Verinda mati-matian menahan rasa kesalnya. Kesenangan dan hobi barunya yang suka membuat kakak tirinya marah-marah itu segera menuai karma. Giliran Edenin yang tertawa karena melihat ekspresi risih luar biasa Verinda yang didandani oleh seorang lelaki kemayu bawel dan sepertinya kebal terhadap tatapan sinisnya.

“Jadi ini pertama kalinya yey dateng ke acara beginian?!”

Verinda hanya merespon dengan gumaman tidak jelas. Ia menutup rapat matanya. Ini cowok bawel banget sih mulutnya?! Lama-lama gue tabok juga! Masih lebih macho juga gue kalo ngomong! Sok mendayu-dayu banget sih, orang suara sember juga!! Emosi Verinda lalu teralihkan ketika mendengar suara ponselnya berdering. Dengan kesal dan kedua mata tetap tertutup rapat ia mengambil ponselnya dari saku celananya.

“Halo!” sahut Verinda dengan setengah emosi. Eh? Verinda reflek membuka sebelah matanya dan melirik layar ponselnya. “Oh, elo, Sam,” kata Verinda lagi dengan nada yang melunak. “Tanda tangan? Gue lagi nggak di rumah sih. Emang urgent banget apa?”

Verinda terdiam mendengarkan suara dari ponselnya. Ia kemudian mengangguk seolah lawan bicaranya itu bisa melihatnya.

“Ya udah lo samperin gue ke sini. Alamatnya ntar gue send loc ke elo. Gue juga nggak tau gue dimana sekarang. Oke—alright then... bye.” Verinda lalu menutup teleponnya.

“Telepon dari si mas asisten lo?”

Verinda menoleh sekilas ke Edenin yang duduk di sebelahnya. Ia mengangguk.

“Kok elo manis sama sopan gitu sih ke dia?!” protes Edenin.

“Maksud lo?” tanya Verinda tidak mengerti.

“Yah, elo mau dengerin omongan dia sampe abis. Pake bilang bye segala lagi!”

Edenin tanpa sadar sudah membandingkan pengalamannya saat bicara di telepon dengan Verinda. Belum lagi segudang cerita yang dia dapat dari Jeany dan Jessica saat dia menghabiskan libur seminggunya kemarin. Dua orang yang hampir selalu di dekat Verinda itu kompak menyuarakan hal yang sama tentang kebiasaan adik tirinya yang suka seenaknya memutuskan telepon secara sepihak.

“Kalo gue aja—belum beres ngomong, udah lo matiin teleponnya!” Edenin masih mengomel sedang Verinda hanya tertegun. “Pilih kasih amat si lo?!”

“Yah, soalnya ini emang penting.” Sahut Verinda setelah beberapa saat berlalu.

“Oh, jadi dia aja yang lebih penting omongannya,”

“Ya penting lah!! Urusan kerjaan kok!!” potong Verinda dengan nada tinggi.

Verinda segera berdehem dan mengalihkan pandangannya dari Edenin dengan tidak nyaman, sementara kakak tirinya itu hanya bisa melongo melihat reaksi Verinda yang berlebihan. Entah kenapa mendadak Verinda jadi tidak terima jika dia dianggap lebih mementingkan Essam dibandingkan dengan lainnya.

Edenin makin sebal karena dilihatnya beberapa pegawai salon yang ada di ruangan itu sontak menatapnya dengan heran. Dasar ratu nyolot!!

“Alasan aja deh lo, Ver! Si Jessica sama Jeany juga pernah bilang kok ke gue, kalo lo suka matiin telepon sepihak padahal mereka belum pada selesai ngomong!” Edenin masih terus memprotes dan mencecar Verinda.

Verinda menutup mulutnya karena malas berdebat. Dalam hati ia mulai introspeksi diri atas sikapnya pada orang-orang terdekatnya selain pada Essam. Detik selanjutnya ia pun berpikir bahwa sikapnya yang lebih lunak pada Essam lebih dikarenakan ia menaruh hormat dan segan pada Essam yang selama ini selalu sigap membantunya dalam urusan pekerjaannya yang tadinya ia buta sama sekali.

“Ya udah,” kata Verinda pelan sambil melirik ke kakak tirinya yang menatapnya galak. “lain kali gue dengerin lo ngomong sampe abis deh.” Lanjutnya sambil kembali berdehem dan mengalihkan pandangannya dari Edenin.

Miss Troublemaker (terlalu sulit untuk dimengerti)Where stories live. Discover now