78. Sedih Sendiri

1.8K 212 30
                                    

"MAMAAA...!!!" teriak Verinda sekuat tenaga.

Verinda segera bangkit dan berlari tanpa mempedulikan segala rasa sakit di tubuhnya. Kengerian segera menguasainya sementara suasana langsung ribut dan tegang. Verinda bisa melihat semua orang yang berada di sekitar kejadian segera berlari mendekat tidak terkecuali keluarganya.

Verinda berhasil mencapai mama lebih dulu dari siapa pun. Verinda merasa jantungnya berhenti berdetak ketika ia menarik tubuh mama yang menelungkup.

"Mama," panggilnya yang berusaha menyadarkan mama. "Ya Allah," Verinda gementar dan merasa kerongkongannya kering ketika melihat darah di tangannya saat menyentuh kepala dan telinga mama. "AMBULAN!!! PANGGIL AMBULAN!!!!" teriaknya panik sambil terus mendekap erat tubuh mama.

"MAMA!!!" teriak Edenin yang sudah berlutut di sebelah Verinda.

Tangis Edenin sudah pecah. Kedua tangannya juga gemetaran saat menyentuh tangan mama yang terkulai tidak bergerak. Edenin bisa melihat banyak darah yang berceceran di sekitar tempat mama tergeletak tidak sadarkan diri.

Suara sirine dari mobil ambulan terus berbunyi nyaring menembus jalanan yang tidak terlalu ramai. Suasana mencengkam begitu terasa di dalamnya ketika mama sedang diberi pertolongan pertama oleh para petugas medis. Monitor detak jantung sudah terpasang dan menunjukkan bahwa denyut jantung mama terus melemah.

Verinda menggenggam erat tangan mama dengan pikiran campur aduk. Air matanya menetes satu demi satu tapi tidak ada isakan dari mulutnya. Pikirannya kacau balau berusaha mencerna kejadian yang terjadi begitu cepat itu. Sebagian dari dirinya masih menolak untuk menerima kejadian itu.

Edenin yang juga ikut dalam mobil ambulan hanya bisa menangis histeris di sebelah Verinda. Satu tangannya ikut menggenggam tangan mama dan tangan lainnya memeluk lengan Verinda erat. Sepanjang perjalanan ia terus sesenggukan di bahu adik tirinya sambil terus memanggil mamanya.

Sekian waktu yang terasa begitu lambat itu akhirnya mobil ambulan yang mereka tumpangi sampai juga di UGD rumah sakit. Verinda dan Edenin terus mengiringi mama ketika ranjang mama terus didorong menuju ruang penanganan.

"Maaf, selain petugas tidak boleh masuk."

Seorang suster jaga langsung berusaha menghalangi langkah Verinda yang seolah siap menyeruduk pintu ruang penanganan itu.

Verinda baru akan membuka mulutnya untuk protes ketika Edenin sudah menahan lengannya. Verinda meneguk ludah menatap mata kakak tirinya yang terus berair itu. Semua gara-gara gue!! Kenapa mama harus nolongin gue?! Harusnya gue yang ada di sana bukan mama!! Verinda perlahan menggeser pandangannya ke pintu ruang penanganan yang sudah ditutup. Verinda hanya bisa terpaku sambil membiarkan kepala kakak tirinya bersandar di bahunya. Kenapa bisa jadi kayak gini?! Ya Allah... cobaan apa lagi ini?!

Tak seberapa lama papa dan Raditya yang mengikuti mereka dengan mobil pribadi akhirnya sampai di sana.

"Gimana mama kamu, Chel?" tanya papa.

Edenin hanya menggeleng sementara keresahan semakin terlihat jelas di wajah papa yang biasanya berpembawaan tenang itu. Papa akhirnya memeluk erat Edenin untuk membagi segala kesedihan yang tiba-tiba saja melanda mereka.

"Kita harus tenang ya, sayang. Berdoa." Kata papa lembut.

Seorang suster kemudian keluar dari ruang penanganan untuk menjelaskan prosedur penanganan operasi darurat yang harus segera dilakukan untuk menyelamatkan nyawa mama. Papa kemudian diminta ke ruangan administrasi untuk menandatangani form persetujuan operasi dan segala penyelesaian administrasinya.

Verinda langsung bereaksi begitu pintu ruang penanganan dibuka. Dia dan Edenin segera mendekat tapi seorang suster lagi-lagi menghalanginya. Verinda bisa melihat pakaian mama sudah diganti dengan pakaian dari rumah sakit. Wajah dan sekujur tubuh mama yang tadinya berlumuran darah tampak sudah dibersihkan.

Miss Troublemaker (terlalu sulit untuk dimengerti)Where stories live. Discover now