🌹 Nahkoda

1.3K 56 0
                                    

"Allah itu Maha Pemurah. Terkadang Ia akan mengambil apa yang tidak baik menurutNya dari hambaNya, kemudian Ia ganti dengan sesuatu yang lebih baik. Dan bahkan tak ternilai harganya."

-Princess A.

🌹🌹🌹

Malam berganti pagi. Dari siang menjadi sore. Dan hari yang dinanti pun sudah di depan mata. Segala persiapan sudah hampir sembilan puluh sembilan persen siap. Mulai dari katering, gaun pengantin yang akan di pakai pada dua acara, acara ijab dan resepsi. Kemudian tempat pun sudah diputuskan akan diadakan di mana.

Dua hari lagi, ia akan menjadi seorang imam. Seorang nahkoda yang akan memimpin sebuah pelayaran dalam mengarungi bahtera rumah tangganya. Melewati kerasnya ombak dan kencangnya angin dalam hubungan sakralnya, demi sampai pada ridho Tuhannya. Ini adalah pernikahan yang pertama dan terakhir untuknya, semoga.

Arsyamil, pria dengan jas yang melekat di tubuhnya itu memandang pantulan bayangan pada cermin di depannya. Ia melonggarkan dasi yang melilit pada kerah kemejanya. Hari ini adalah hari yang melelahkan. Bolak balik hotel, kantor kemudian rumah untuk mengurus keperluan pernikahannya sekaligus mengontrol beberapa berkas yang harus ditandatanganinya di kantor.

Seharusnya dekorasi untuk resepsinya di hotel ditangani oleh Ummi dan adiknya, tetapi mereka berdua malah meminta pendapat dari Arsya. Hanya Arsya dan tidak dengan Adhera. Bukan berarti pendapat Adhera mengenai konsep pernikahannya tidak diperlukan, hanya saja mereka ingin membuat kejutan untuk gadis itu. Bahkan gadis itu pun sudah setuju untuk tidak turun tangan dalam acaranya. Mengingat ia juga sangat sibuk dengan agenda di Al-ghaffar, jadi Adhera tak masalah soal itu.

Sementara Arsya, yang kata adiknya hanya harus duduk manis malah ikut kelimpungan ke sana ke mari. Bukannya ia tak suka dengan konsep yang dipilih Ummi serta adiknya, melainkan kedua wanita itu yang terlalu plin plan. Suka milih barang yang pada akhirnya tidak dibutuhkan. Dan pada akhirnya, Arsya lah yang bertugas menukar barang-barang itu pada toko tempat Ummi dan adiknya belanja.

Arsya menghela napas sejenak. Mencoba menghirup udara segar yang masuk dari pintu balkon kamarnya. Lelaki itu berulang kali mengusap wajahnya. Berusaha menghilangkan kegugupan yang tiba-tiba menyergap.

Padahal hari pernikahannya akan dilangsungkan dua hari lagi, tapi entah kenapa ia sudah mulai gugup. Berharap acaranya berjalan dengan lancar.

Tok.. Tok.. Tok..

"Bang, makan malam dulu," suara Sabrin diiringi ketukan di pintu kamar Arsya. Menyuruh sang kakak untuk ikut bergabung di ruang makan.

"Ya, duluan aja, Bin. Abang mandi dulu," sahutnya dengan suara yang sedikit meninggi agar Sabrin dapat mendengarnya.

"Ya udah. Aku turun duluan ya," jawab Sabrin kemudian berlalu menuju tangga di samping pintu kamar kakaknya.

🍃🍃🍃

"Bagaimana dengan Al-ghaffar, Dhe? Sejauh ini semua berjalan dengan lancar kan?" tanya Ibu Rasih pada Adhera saat mempersiapkan makan malam.

Adhera menolehkan kepalanya ke arah wanita paruh baya yang tengah menata piring-piring bersih di atas meja makan. "Alhamdulillah semuanya berjalan dengan lancar, Bu. Bahkan melebihi target awal," terangnya yang diakhiri senyum khas Adhera.

"Syukurlah. Lalu bagaimana dengan teman-temanmu? Sudah kamu undang semua kan?"

"Sudah, Bu. Tapi yang dapet undangan gak semuanya. Soalnya undangan yang dicetak kemarin kurang. Jadi, aku ngundangnya secara langsung aja. Mereka juga ngerti kok," ujar Adhera seraya berjalan menuju meja makan dengan membawa beberapa lauk yang di masaknya bersama Bu Rasih.

Princess AdheraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang