3 2

3.7K 465 76
                                    


Siyeon mulai menangis saat melihat ke arah pintu ruang inapnya.


Disana berdiri dua orang, mama dan papanya. Yang bertahun-tahun tidak bisa bertemu karena masalah passport. Terpisah daratan oleh lautan, Siyeon benar-benar merindukan mereka.


Mulutnya hanya bisa terbuka tanpa satu katapun keluar darinya, terlalu berat.

"Sayang?"

Kedua orang tua Siyeon menghambur memeluk puteri kecilnya. Siyeon adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, kedua kakaknya memisahkan diri sejak mereka masih kecil karena ancaman bisnis.



"Maaf mama baru bisa muncul sekarang."


Siyeon hanya bisa menggeleng sambil terus menangis. Air matanya menderas dan sulit untuk dihentikan.


"Maaf papa bikin kamu berjuang sendiri. Papa tau semua hal yang terjadi, papa janji bakal lakuin apa aja buat kamu."




Siyeon akhirnya tersenyum, meski matanya masih menangis.




"Ma? Pa? Kapan dateng?"



Jihoon yang sudah segar baru muncul di ambang pintu , Siyeon buru-buru menghapus air matanya merasa malu dihadapan Jihoon.



"Baru aja sampe, nak. Kamu engga kuliah?"


Jihoon menggeleng sambil menyimpan satu bungkus makanan di nakas.


"Engga ma, mau nungguin Siyeon aja hari ini. Kirain mama sama papa masih lama pulangnya. Gimana passportnya udah dibenerin?"



"Makasih ya nak Jihoon, udah nyuruh temen kamu bantuin mama sama papa dari tahun lalu. Tanpa bantuan kamu mungkin kita gak bisa pulang selamanya."





Jihoon tersenyum dan mendudukan dirinya di samping Siyeon.


Lega rasanya mendengar bahwa Jihoon bukan hanya menyayangi dirinya, namun kedua orang tuanya juga.



"Bang Taeyong sama Bang Wonwoo rencananya mau pulang senin depan. Bang Leo masih ada meeting terakhir sama klien dan Bang Wonwoo mau ngajuin proposal penelitian dulu."



Orang yang tidak mengerti percakapan mereka hanyalah Siyeon. Leo dan Wonwoo adalah kakak dari Siyeon. Wonwoo sedang menempuh semester akhir di salah satu universitas di Kanada, sedangkan Taeyong tinggal di Praha dan bekerja disana.



"Jadi ini ada apa sebenernya?"




"Kita berkumpul lagi sekeluarga sayang. Nak Jihoon yang ngurus semuanya, passport mama sama papa, dan hubungin kakak kakak kamu."




Siyeon mati-matian menahan tangisnya, kenapa tidak dari dulu Siyeon menyadari ketulusan dari seorang Jihoon.




Jika ada yang bertanya siapakah yang paling bahagia hari ini, maka Siyeon akan berteriak secara lantang bahwa dirinyalah yang paling bahagia hari ini.




Meskipun keadaannya sedang tidak baik, dia merasa bahagia karena bisa dikelilingi oleh orang-orang yang dia sayang.




Setidaknya sampai teriakan itu memecah keheningan, teriakan dari gadis yang baru saja membuka pintu ruang inap Siyeon dengan setengah membantingnya.





"FALYA SIYEON! KELUAR LO!"




Disana sudah ada Sohye dengan nafas terengah-engah menahan emosi yang begejolak di dadanya. Namun beberapa saat kemudian matanya melebar saat mendapati laki-laki paruh baya yang ia kenal di dalam ruang inap itu.




"A— Ayah?"




Jihoon dan Siyeon terkejut saat ucapan ayah meluncur begitu saja dari mulut Sohye sambil melihat ke arah Bogum —Papa Siyeon. Sedangkan Irene —Mama Siyeon hanya menghela nafas panjang.




"Sohye?"





"Pa, ini ada apa aku gak ngerti. Papa jelasin sama aku."



Mendengar Siyeon mengucapkan kata papa, amarah Sohye naik lagi. Dengan langkah besar Sohye mendekati ranjang Siyeon.





"PAPA?! PAPA LO BILANG?! DIA BOKAP GUE MASIH AJA LO NGAKU NGAKU!!! GAK CUKUP LO CUMAN CURI JIHOON DARI SISI GUE?! APA PERLU BOKAP GUE JADI BOKAP LO JUGA HAH?!"




Jihoon dengan sigap menahan tubuh Sohye saat tubuh itu akan menarik Siyeon dari tempat tidurnya. Semuanya menjadi kacau, Siyeon tidak paham dan hanya bisa bertanya-tanya pada dirinya sendiri.





"KENAPA SEMUA KEBAHAGIAAN GUE LO REBUT?! KENAPA HARUS JIHOON SAMA AYAH YANG LO REBUT. KENAPA GAK YANG LAIN AJA!"



"Sohye, Stop!"




Sebuah tangan melingkar di tubuh Sohye, memeluknya untuk mundur.




Tapi Sohye sudah kalap, dengan air mata membanjiri wajahnya Sohye memberontak, seakan akan putus asa.




"KENAPA PAS DICULIK ITU LO GAK MATI AJA DI TANGAN KUN?! KENAPA HARUS KAKI LO YANG PATAH GAK OTAK LO AJA?"



Sebuah tamparan mendarat di pipi Sohye, tangan seseorang yang berusaha merengkuh Sohye tadi.



"Kak Sejeong?"




"Kakak gak suka kamu ngomong gitu, Hye."





Semuanya terdiam, sebelum suara alat pendeteksi detak jantung Siyeon berbunyi mendapati detak jantung Siyeon bekerja tidak normal. Sedangkan Siyeon sudah tidak sadarkan diri di tempat tidurnya




tbc
Unplanned





Dua chap lagi ending nih hehehe gimana dong?

Unplanned-park jihoon. [COMPLETED]Where stories live. Discover now