23:: Ulah Alvito

12.2K 1.2K 140
                                    

⚠LEAVE VOTE AND COMMENTS⚠

Vanya menggigit bibir bawahnya tanda bahwa ia gelisah. Tiga puluh menit lagi, bel pulang sekolah berbunyi dan kegiatan belajar mengajar masih berlangsung.

"Lo kenapa sih?" tanya Alvito yang sadar bahwa teman semejanya itu sedang gelisah. Vanya mengerjapkan matanya dan rupanya sedari tadi Alvito sudah menatapnya.

"Erm...ngga." ucap Vanya menggelengkan kepalanya. "Jangan bohong." balas Alvito yang membuat Vanya berdecak pelan.

"Vikko nyuruh gue ke cafe deket sekolahnya." ucap Vanya pelan namun untungnya Alvito bisa mendengarnya. "Yaudah, jangan mau."

"Tapi masalahnya kalo gue gak dateng, dia bilang Kak Leon bakalan diapa-apaiin ."

"Trus lo tetep mau dateng?" tanya Alvito dengan alis yang terangkat sebelah dan Vanya mengangguk.

"Bodoh." cibir Alvito yang membuat Vanya lantas melotot kesal. "Gue lebih bodoh lagi kalo ngebiarin dia nyelakaiin Kak Leon."

"Lo juga pikirin diri lo sendiri. Lo cewek bukan kayak Abang lo yang--".

"Vanya, Alvito! Kalian kenapa ngobrol?" tegur Pak Irul yang sedang mengajar bahasa indonesia.

"Saya ngobrol sendiri kok, Pak bukan sama Vanya." jawab Alvito.

"Kamu gila ngobrol sendiri?" balas Pak Irul yang dibalas tawaan dari anak-anak.

"Iya. Saya gila gara-gara cewek yang disamping saya ini." balas Alvito polos yang membuat seisi kelas spontan menyorakinya.

"Yaampun Alvito Leopald Samudra! Kamu sama Bapakmu tuh sama aja! Sini kamu! Maju!" ucap Pak Irul yang melipat tangannya di dada.

"Sekarang?" tanya Alvito yang mengerutkan dahinya bingung.

"Menurut lo?!" balas Pak Irul yang mengundang gelak tawa dari anak-anak. Alvito menghela napas pelan lalu ia melangkahkan kakinya maju kedepan.

Sesampainya di samping Pak Irul yang notabenenya sebagai walikelas sekaligus guru bahasa Indonesia itu, Alvito mengangkat kakinya sebelah lalu menjewer kedua telinganya. Pak Irul spontan mengerutkan dahinya bingung. "Kenapa kamu begitu? Emang Bapak nyuruh kamu angkat kaki trus jewer telinga?"

"Lah Bapak bilang saya mau dihukum?"

Gemas, Pak Irul menyentil pundak muridnya pelan. "Tapi Bapak gak nyuruh begitu, anaknya Bapak Alejandro Bintang Samudra!"

"Oh maap kebiasaan. Soalnya biasanya kalo Saya ketauan ngumpetin bokser Papa Saya, Saya disuruh angkat kaki sama jewer telinga." Spontan, gelak tawa pun menghiasi seruangan kelas.

"Aduh kamu tuh ya! Sebelas dua belas sama Papa kamu!" jewer Pak Irul yang membuat Alvito meringis pelan.

Alvito mendengus kesal. "Aduh, Bapak sakit! Ini telinga saya,  bukan Squishy yang biasa dipake bocah-bocah gemes buat giveaway!" Tawa pun makin menghiasi yang membuat Pak Irul mendengus frustasi.

"Karena materi pelajaran Saya hari ini tentang Pantun, coba kamu bikin Pantun. Bebas mau temanya apa yang jelas kamu kudu bisa."

"Wadu Pak...Saya bukan Jarjit temennya Upin Ipin yang pinter bikin pa--"

"Mau saya tambahin hukumannya?!"

Alvito menyengir sekilas. "Eh iya, Pak maap. Saya pikir dulu."

"Jalan jalan ke Bangka Belitung," ujarnya memulai pantun yang bermain pada pikirannya.

"CAKEP!" sahut seisi kelas.

"Beli martabak buat dimakan," lanjutnya.

"CAKEP!"

Untuk Djingga [SUDAH TERBIT, MASIH LENGKAP]Where stories live. Discover now