Belah Duren

18.5K 1.8K 140
                                    

Segara Pov

"Arghhh... siapa sih yang pagi-pagi telfon?!" geramku kesal. Aku membuka mataku dan kulihat Ayyang masih tidur. Aku meringis saat tangan kananku yang terasa kesemutan karena sejak semalam berganti fungsi menjadi bantal tidur Ayyang.

Kalau ingat kejadian semalam aku hanya bisa geleng kepala dan tersenyum sendiri.

Bagaimana aku tidak akan tersenyum terus kalau Ayyang ternyata cemburu dengan kehadiran Tata, adik sepupu Keendranata yang sudah lama tinggal di Virginia. Dia menyebut Tata, lintah dan menyiramnya dengan sepoci garam dapur.

Semalam cukup heboh, dan kami bertiga menjadi konsumsi para awak media, dan aku yakin pagi ini akan lebih heboh lagi dari semalam.

Aku meringis saat lamunanku kembali teralihkan oleh suara handphone Ayyang yang sangat berisik sekali.

Ada ya, orang masih tidur nyenyak meskipun ada suara super berisik di sampingnya.

Brak!!

Aku berjengit kaget saat terdengar pintu kamar dibuka dengan kasar saat tanganku terulur meraih handphone.

Siapa orang tidak sopan yang berani mengganggu tamu VVIP hotel ini?

"Segara!!!"

Deg.

Refleks kepalaku menoleh dengan cepat begitu mendengar suara melengking yang sudah sangat familiar kudengar sejak aku masih di dalam kandungan. Mataku melebar saat melihat pemilik suara melengking itu berdiri dengan angkuhnya ditengah ruangan.

"Ayyang???!"

Deg.

"Mati gue!"

Aku menunduk dan mendapati Ayyang yang menatapku dengan bingung.

"Apa kamu pusing?" tanyaku padanya dan melupakan wanita lain yang sedang mendekat kearah kami.

"Kamu ya..." suara cetar itu begitu dekat dan diiringi jeweran ditelingaku.

"Aduhhhh... duhhh... aduhhh Ma... sakit Ma..." aku segera menyelamatkan telingaku dari jeweran maut Nyonya Evaline Dimitri.

"Kamu ya! Disuruh jagain adeknya malahan bikin ulah!" seru wanita yang menginjak usia enam puluh tahun itu.

"Ini... ni... bajunya dimana coba?!" ucapnya lagi sambil mencubit perut dan dadaku.

"Aduhhh Ma... malu ihhh... dipelototin Ayyang tuhhh..." aku segera menyingkir dan menjauhi tempat tidur.

"Ayyang..." kulihat Mama melihat Ayyang dan geleng kepala.

"Ehhh... Yang..." aku berlari mendekati tempat tidur setelah memakai kaos seasalnya.

"Berhubung Mama sudah datang, kita cepetin lamarannya trus married ya?" aku tersenyum geli melihat wajah Ayyang yang bingung.

Plak!

Mama mulai deh penganiayaan terhadap anak.

"Gue nggak setuju!" suara berat yang protes itu membuatku menoleh.

Kendranatta?

Pacarku Gay? (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang