Daddy - 3

156K 2.5K 71
                                    

Hari Senin!

Tenang, tenang, aku tidaklah terlambat. Bukan juga karena upacara yang membuatku malas di hari Senin. Tapi karena aku lupa mengerjakan pr sehingga membuatku harus memeras otak pagi-pagi begini.

Semalam aku lupa mengerjakan pr karena sudah ketahuan mengantuk dan dipaksa tidur oleh dua pria dewasa semalam. Aku memaksa ingin mengerjakan pr namun mereka dengan sengaja menarikku dalam pelukan, mengimpitku di tengah, dan tak bisa lolos karena mereka memelukku erat saat aku ingin melepaskan diri. Dasar, keras kepala. Tapi aku suka sih. Hehe.

Kapan lagi bisa seperti itu?

"Ayo, cepat! Bu Inem udah deket! Ayo Leona, dikit lagi!" Lisa tidak membantu. Dia hanya membuat keadaan makin buruk. Aku semakin cemas jika ketahuan belum mengerjakan pr dan dihukum oleh Bu Inem.

Bu Inem adalah guru legendaris sekolah yang sudah melegenda keganasannya. Menurut desas-desus, Bu Inem pernah menghukum sekelompok anak-anak yang tidak mengerjakan pr dengan berlari di lapangan hingga bel istirahat berbunyi. Katanya banyak yang pingsan dan keesokan harinya mereka tidak masuk sekolah. Mendengarnya saja sudah membuatku bergidik. Berpapasan dengan beliau saja semua murid sudah berubah seratus delapan puluh derajat menjadi SUPER SOPAN!

Entah bagaimana jika aku nanti yang dihukum. Hi....

"Sudah selesai!" Aku berteriak dan Lisa langsung melotot ke arahku dan kita berpelukan seperti teletubies.

KRIET

Pintu berderit terbuka. Suasana kelas berubah mencekam seketika hingga membuat bulu kudukku selalu berdiri saat diajar oleh guru yang satu ini. Tatapan mata tajamnya selalu mengintimidasi, berjalan anggun ke mejanya, melangkah dengan suara sepatu yang menggema di ruangan ini.

"Selamat pagi," sapanya dengan nada pelan, tenang, dan penuh intimidasi. Semuanya menunduk termasuk aku yang hanya memandangi mejaku.

"Pagi, Bu ...!!" Semuanya menjawab dengan lantang, tapi menunduk. Dan gerbang neraka mulai terbuka saat dirinya mulai mengeluarkan suara.

"Baik, mari kita mulai pelajaran hari ini." Bu Inem menaikkan kacamata hitam tebalnya yang terus merosot karena tak memiliki hidung yang mancung. Bisa kudengar helaan napas lelah dari seisi kelas.

D a d d y

"Hah! Gue capek sama tuh guru gila! Kapan sih tuh orang pensiunnya?!" Kudengar Lisa mengomel di sampingku dan memasukkan bakso bulat-bulat ke mulutnya. Mengunyah kasar dan sepertinya menelannya langsung.

"Sudah deh, diam saja kenapa sih? Untung tadi belnya bunyi, jadi nggak perlu sampai ketahuan." Aku meneguk teh botolku perlahan, merasakan kesegaran melewati tenggorokanku.

"Permisi cantik," aku melirik ke asal suara. Kapten tim basket rupanya. Ada urusan apa mendatangi meja kami, ya? Biasanya hanya adik tingkat yang mengirim surat.

"Iya, silakan." Lisa menjawab, sedangkan aku masih meneguk teh botolku hingga habis tanpa memedulikan lelaki itu. Dua botol teh kuhabiskan siang ini.

"Aku bicara dengan Leona," katanya sinis pada Lisa yang hanya mendengus lalu kembali memakan baksonya.

"Aku?" Aku menatapnya memasang gestur bertanya, "kenapa? Ada urusan apa?"

"Tidak. Tapi ... apa kau mau jadi pacarku?"

"Uhuk!" Lisa terbatuk. Aku menatapnya terkejut, aku mengelus punggungnya. "Uhuk ohok! Le! Le! Aer! cepet! Uhuk!"

Aku dan si kapten mengambilkan teh botolnya dan memberikan pada Lisa yang langsung habis diteguknya. Heran, kenapa dia bisa begini?

"Lanjutin, sorry gue sempat ganggu." Dia kembali sibuk dengan baksonya.

"Maaf, tapi kita baru kenal," bukan maksudku untuk menolak, tapi memang benar kami belum mengenal dekat. Kenal saja sebatas kenal, apalagi kenal dekat. Bahkan namanya aku tak tahu walaupun kabarnya dia termasuk jajaran siswa popoler atau semacam itulah. Aku tidak peduli.

"Hm, baiklah. Dan teman-temanku menitip surat untukmu ... aku juga. Jangan lupa dibaca, ya?" Katanya dan berlalu dari hadapanku. Lisa mengalihkan perhatiannya pada sekumpulan amplop warna-warni yang didominasi warna pink.

"Lu apain amplop-amplop ini? Sudah lama gue gak lihat lu dikasih surat cinta begini," katanya membaca satu persatu nama yang tertera di bagian depan amplop, "kayaknya mereka bakal mulai debut lagi, deh." Ledeknya menertawakanku.

Sialan.

Yang dimaksud Lisa adalah debut para anak cowok sekolah yang akan menyatakan cintanya padaku, lagi. Saat aku kelas sebelas mungkin saat gencar-gencarnya aku diteror surat cinta dan pernyataan cinta. Membuatku gila saja. Sejak saat itu aku membuang semua surat cinta di lokerku atau membagikan hadiah yang diberikan padaku dari para cowok yang kutolak untuk jadi pacarku atau dengan cuma-cuma memberikan padaku.

Dan saat kelas dua belas awal, mereka sudah minim menyatakan cinta padaku. Tapi sepertinya yang dikatakan Lisa adalah kebenaran, kulihat satu persatu cowok berdatangan ke meja kami. Mulai dari adik tingkat, dan sebayaku.

MEREKA MEMENUHI MEJAKU DENGAN SURAT WARNA-WARNI DAN PERNYATAAN CINTANYA!

Sialan.

Yang dikatakan Lisa benar, dan dia menertawakanku karena memasukkan semua surat itu ke dalam kantung kresek merah.

Aku membuangnya ke tempat sampah terdekat.

TRING!

Kubuka ponselku, ada satu notif Line.

ILove_Leona: Leona, mau nggak kamu jadi pacar aku?

He? Kurang kerjaan sekali mengirimiku begini-

TRING

TRING

TRING

TRING

TRING

Sialan! Dari mana mereka semua dapat id Line ku? Sepertinya aku harus punya pacar agar mereka tidak mengganggu ketenanganku di sekolah. Aku ke sekolah untuk menimba ilmu, bukan menimba cinta dari para lelaki yang belum jelas masa depannya.

Aku mencari lelaki yang tampan, mapan, dan mampu menjadi sosok suami sekaligus ayah yang baik.

Bukan mencari lelaki tampan saja, keren, atau apalah termasuk playboy, itu akan menyusahkan diriku. Lelaki mapan yang sanggup menghindarkanku dari hidup makan cinta, tapi aku mencari yang tampan. Aku tak ingin mati muda dengan melihat penampakan di setiap pagi karena bersuami jelek. Wajah tampan akan membawa kebahagiaan tersendiri.

Lagipula aku ingin memerbaiki keturunan.

Dengan jaminan hidup berkecukupan hingga tujuh turunan, setidaknya dapat bertahan dari kejamnya dunia. Sebut saja aku matrealistis, aku tidak peduli.

Bukankah semua orang juga begitu?

*

*

*

TBC

DaddyWhere stories live. Discover now