Epilog

75.4K 1.6K 48
                                    

Aku merasa sangat bahagia.


Untuk pertama kalinya, aku merasa bahwa mimpiku menjadi nyata. Ketika aku membuka mata, kulihat dirinya dalam rengkuhanku, merebahkan tangannya yang sehalus sutera di dadaku. Mata cokelatnya berkilau ditempa cahaya yang menyeruak masuk. "Selamat pagi." Sapaku sedikit serak, masih bertatapan dengan mata indah itu. Kulihat senyuman terbit di wajah cantiknya.

"Selamat pagi juga, Daddy." Balasnya, dan menenggelamkan kepalanya di dadaku. Dia malu. Dapat kulihat semburat merah jambu menyebar di wajahnya yang putih. Aku menyukainya. Sangat.

Kuelus pelan surainya yang lembut, perlahan wajahnya terangkat menatapku yang juga menatapnya. "Apa?" Tanyanya padaku dengan kedua mata lebarnya mentapku bingung. Aku masih diam tersenyum.

"Ayolah, Dad. Kenapa?" Aku masih bergeming memandangnya. Walau pun langit di luar jendela terlihat cerah dan indah, namun itu tak dapat menggoyahkanku dari menatap keindahan di depanku sekarang.

"Ayolah apa?" Kataku menggodanya. Dirinya mengerutkan dahi, "apa kau mau melanjutkan yang semalam, hm? Kau ketagihan, ya?" Wajahnya memerah lagi.

Aku terkekeh.

"Aku bercanda," kuacak rambutnya lagi dan kupeluk tubuh mungil yang begitu lembut, mulus, kenyal-

Sadarlah, Kevin!

"Mana morning kiss untuk Daddy?" Mataku menyipit, seakan menuduhnya.

Cu!

"Morning, Daddy." Dengan cepat dan singkat, sebuah ciuman lembut mendarat di bibirku. Walau sudah sering Alexie memberikan morning kiss untukku, namun hari ini rasanya berbeda.

Sekarang dia milikku seutuhnya.

"Daddy, ini sudah pagi. Ayo mandi." Aku menarik tanganku yang kujadikan bantal baginya, memindahkan kepalanya dengan pelan ke atas bantal yang empuk.

"Baiklah," aku duduk dan menatapnya lagi, "apa kau bisa sendiri?" Tanyaku ragu. Mungkin saja kalau Alexie-

"Tidak," Dia menggeleng. Aku tersenyum kikuk, "masih sakit. Semalam ada pria paling jahat di muka bumi yang menyakiti wanita baik hati, polos, dan lugu sepertiku." Katanya narsis.

"Hm, dan siapakah pria itu?" Aku bertingkah seakan tidak mengerti apa pun. "Apa dia tampan?"

"Ya, dan itu kau, Daddy! Sudahlah, aku mau segera membersihkan tubuhku. Lengket sekali, ew."

Aku tersenyum miring.

"Padahal semalam ada wanita yang sangat menikmati kejahatan lelaki tampan yang menyakitinya." Kataku sambil tersenyum mengejek dan mengangkatnya dengan selimut membungkus tubuhnya.

"S-sudahlah!"

Aku tertawa.

Ah, aku takut akan menyerangnya di dalam kamar mandi nanti.

Tapi lebih dari itu semua, aku tak lagi bermain solo lagi di kamar mandi seperti waktu itu.

Dengan lembut, kuangkat tubuhnya beserta selimut yang dipegangnya erat seakan hidupnya berada di sana. Kurasakan semilir angin menerpa tubuhku, kulangkahkan kaki memasuki kamar mandi dan mendudukkan permaisuriku di sana. Aku tersenyum dan mati-matian menahan gejolak yang semalam sempat menggila hingga pagi buta.

***

Setelah membersihkan diri dan mengenakan pakaian, kami menuju ruang makan dan bergabung dengan para tamu tak diundang yang semalam memaksa menginap di sini.

Aku melihat ruang makan begitu ramai dengan orang-orang berlalu lalang mengangkat-angkat makanan. "Hoi, Kevin, Alexie, selamat pagi!" Sapa Sean, sahabatku.

DaddyWhere stories live. Discover now