Daddy - 12

91.8K 2K 145
                                    

Kurasa tidurku sangat nyenyak melihat sedikit liur di sudut bibirku. Daddy masih memelukku tetapi posisinya sudah turun dari tempatnya semula. Kini ia memelukku dengan kepalanya bersandar di dadaku.

Apakah dadaku seperti bantal baginya?

Aku mengelus surainya yang hitam. Helaan napas yang teratur kurasakan berembus di dadaku membuat hatiku menghangat, dengkurannya yang halus bahkan terdengar olehku walau pun samar.

"Hm," desahnya membuka mata. Wajahnya mendongak menatapku, mata kami saling bertemu. Iris segelap malam perlahan menampakkan dirinya dari persembunyiannya. Aku seakan tersedot dalam tenangnya mata itu sebelum dirinya memutus kontak dan kembali memelukku.

"Alexie," kudengar suara serak memanggil namaku, "jangan pergi."

"Tidak akan, Daddy." Balasku mantab. Aku mana mungkin meninggalkan penyelamatku? Tidak. Aku akan berada di sisinya, membantunya jika membutuhkan bantuanku, sebut saja ini balas budi dariku.

"Nanti malam datang ke acara penembakan Daddy ya?" Katanya merengut menunjukkan harapannya padaku. Acara penembakan? Siapa? "Aku mau melamar Nadine,"

APA?!

"Daddy, bukankah dia yang membuatmu seperti ini? Aku bukannya melarangmu menikah dengan siapa-siapa, namun, bukankah Nadine itu tidaklah tepat bagimu?" Aku kuatir, bagaimana bisa dengan mudahnya Daddy melupakan hal yang baru saja terjadi padanya?

"Tapi aku mencintainya," katanya sendu bersandar di dadaku dan memelukku, "mau kan Alexie?"

"Hm"

***

Sore ini aku berjalan-jalan di taman kota. Menikmati kesendirian di atas kursi kayu panjang dan menonton pasangan-pasangan yang mulai ramai. Mereka memandangku aneh dan mungkin mengejekku.

Aku tidak peduli.

Sekarang aku menggunakan gaun indah yang dibelikan Daddy entah kapan. Aku hanya disuruh memaikainya. Dan Daddy sibuk mengurus acara melamarnya di gedung yang entah di mana letaknya. Aku lupa.

Gaun ini indah. Berwarna coklat, modelnya simpel namun indah. Aku tersenyum kecut melihat bagaimana diriku sekarang. Aku bukanlah siapa-siapa. Untuk apa aku melarang Daddy menikah? Aku bukanlah siapa-siapanya.

"Halo," sapa orang di depanku. Aku yang masih menunduk mengelap airmataku sebelum mendongak menatapnya.

"Iya," aku terkejut. Orang yang bertahun-tahun aku takutkan berada di hadapanku sekarang, "O-om, halo juga. Bagaimana kabarmu? Apa kau akan membawaku lagi bersamamu? Aku akan senang kali ini ikut denganmu."

Dirinya menatapku heran, alisnya terangkat sebelah dengan pandangan aneh, "Aku ini pedofil, bodoh. Bagaimana bisa aku menyukaimu yang sudah besar dan cantik ini?" Katanya sambil terkekeh. Jadi dia sudah melepasku? "Aku sudah melepasmu, bodoh. Tak kusangka bahwa bocah yang dulu kabur dariku sekarang malah diasuh oleh rekan bisnisku sendiri."

Aku menoleh. "Apa? Dad-maksudku Kevin? Kevin angkasa?" Dirinya mengangguk. "Bagaimana keadaan ibuku sekarang?"

"Baik, dia kujadikan kepala pelayan di rumahku. Apa kau ingin menemuinya?" Tanyanya. Aku bahkan sangat merindukannya walau dirinya pernah menjualku, "kenapa kau ada di sini? Harusnya kau melihat acara pelamaran si Kevin itu."

"Tidak, Om. Aku malas. Tapi, bolehkah aku ke rumahmu? Aku ingin menemui ibuku." Dirinya bangkit dan meninggalkanku. Apa-apaan dia meninggalkanku. Aku mengikutinya dari belakang. Entah mengapa sekarang aku sudah tidak takut lagi padanya.

"Jangan memanggilku om, aku masih muda." Katanya dengan narsis. Jika dilihat-lihat dirinya memang masih terlihat muda, dulunya.

"Baiklah, Kakek, antarkan aku menemui ibuku." Kataku pada akhirnya membuatnya mengusap wajah tegasnya. Dia memang om-om tetapi tidak mau disebut om, dasar.

DaddyWhere stories live. Discover now