Daddy - 5

131K 2.2K 61
                                    

Tubuhku begitu kedinginan, aku menggigil hebat, menggenggam segelas teh panas. Aku sudah selesai mandi tapi tidak dengan Daddy, dia masih setia dengan celana panjangnya yang basah dengan air laut dan butir-butir pasir terlihat di sekujur tubuhnya.

"Daddy mandi dulu, kamu tunggu di sini," katanya berlalu pergi meninggalkanku di warung pinggir pantai dengan pakaian kaus berwarna putih bertuliskan 'Beach', aku menyeruput teh panas perlahan, "dan jangan kemana-mana." Daddy memunculkan kepalanya dan berlalu pergi.

Aku mengerjap, memangnya aku akan pergi ke mana dengan tubuh menggigil begini?

Aku terdiam, menunggu Daddy mandi dengan memandangi pengunjung warung datang silih berganti. Aku hanya mengaduk-aduk tehku yang sudah menghangat tanpa minat.

Hari yang semakin menggelap dan dingin yang semakin terasa membuatku merindukan ranjang ternyaman. Bergelung dalam selimut dalam dinginnya malam adalah saat yang menenangkan, apalagi ada yang memeluk dan menciumi kepalaku menjelang tidur.

"Permisi," aku menoleh, menatap wanita yang duduk di sampingku dan tanpa diminta aku sudah menggeser duduk dan tehku ke samping karena meja dan kursi di warung ini penuh pengunjung.

"Terima kasih," katanya lagi, aku mengangguk meng-iyakan. Dilihat dari penampilannya yang cantik, dengan tubuh sempurna ditambah rambut tergerai di samping, dia terlihat seperti model.

Aku iri dia begitu anggun.

Tidak. Aku bisa jauh lebih anggun daripadanya. Lagipula, dia berpakaian kurang bahan sekali, sekali lihat saja aku sudah tak menyukainya.

"Alexie ...," aku menoleh karena posisiku membelakangi asal suara. Setelah menunggu beberapa menit yang terasa lama, aku mendapati Daddy sudah memakai pakaian berbeda dengan kantung kresek di tangan kanannya membuatku bernapas lega.

Daddy tidak diserang di kamar mandi.

Daddy memakai kaus yang sewarna denganku tapi dengan tulisan 'I Love Beach'. Daddy berjalan mendekat ke arahku dan aku bersiap mengangkat barang-barang kami untuk segera pulang.

"Kevin,"

Kami menoleh ke sampingku tepat pada wanita tadi yang duduk bersebelahan denganku. Siapa wanita ini? Bagaimana bisa ia mengenal Daddy? Kulirik dari anak mataku wajah Daddy dan wanita itu nampak terkejut.

Instingku sudah mengaktifkan alarm siaga.

"Yuan?" Daddy menjawab, wajahnya berubah girang agak gugup seperti pertama kali pacaran. Sok tahu apa aku tentang pacaran? Pernah berpacaran saja tidak.

Kembali ke kenyataan.

Mereka terlihat akrab seakan sudah mengenal lama, wanita itu tampak mencubiti lengan Daddy dan Daddy tak menolak, malah memamerkan senyuman manisnya kemana-mana. Siapa yang memberi ijin Daddy untuk mengumbar senyum pada wanita lain?!

"Daddy!" Aku menegurnya. Keberadaanku seakan terasing dari peradaban saat mereka bercengkrama. Sialan, aku tak menyukainya.

"Ah," Daddy tersentak, baru menatap wajahku saat obrolan mereka kupotong tiba-tiba, "perkenalkan, sayang. Ekhm! Ini Yuanita Yuliana. Yuan, ini anakku namanya Alexie Leona."

"Yuan," wanita yang entah siapa namanya mengulurkan tangannya padaku yang kusambut membalasnya singkat dan melepasnya dengan cepat.

Aku jijik melihat raut wajahnya yang terlalu menyimpan banyak makna. Segera aku melotot ke arah Daddy meminta penjelasan darinya 'Siapa wanita ini?' Padanya.

"Aku pacarnya Kevin," selanya di antara telepatiku dengan Daddy yang sedang serius.

Demi tubuh eksotis Daddy, benarkah ini? Aku bahkan tidak pernah mendengar atau pun melihat Daddy bersama dengan seorang wanita pun. Lalu, siapa wanita ini yang dengan percaya dirinya mengaku dirinya adalah pacar Daddy?

"Kita sudah putus, Yuan." Daddy menyela. Kulihat wajah cantik tak lebih dariku merengut memelas seperti wajah anak anjing terbuang di film-film animasi. Aku tertawa dalam hati. Haha! Berkacalah sebelum bicara, Tante? Berdelusi masih menjadi pacar Daddyku? Jangan membuatku tertawa!

"Tapi Kevin, aku masih mencintaimu!" Katanya tak terima. Drama sekali wanita ular ini. Bangun dan lihatlah kenyataannya! Aku ingin sekali mengatakannya namun kutahan.

"Tidak Yuanita, kau itu terobsesi denganku," Daddy meletakkan kresek yang dibawanya di atas meja, "kau hanya mengagumi diriku." Ucapnya lembut.

"Baiklah, namaku Alexie Leona, anak dari Kevin Angkasa, sekaligus wanita yang paling berarti dalam hidupnya." Tambahku dengan sedikit bumbu untuk memanaskan suasana. Aku tersenyum penuh kemenangan ke arahnya yang menatapku dengan tatapan membunuh.

Apa? Mau berkelahi?

Dia tak menjawab ataupun melihatku tapi malah bertatapan dengan Daddy cukup lama. Matanya berkaca-kaca membuat Daddy bingung dan menangkup wajahnya yang merah lalu mengambil tisu dan mengelap air mata buayanya.

Licik sekali wanita ini!

"H-hei jangan menangis," Daddy menenangkan, aku hanya menatap malas dengan cara murahan yang dilakukannya ini.

"K-kevin kau berubah hiks," dia sesenggukan, sialan. "Kevin, kukira kita akan menikah dan memiliki keluarga kecil yang bahagia bersama. Menghabiskan hari tua dan melihat matahari terbenam sambil menyesap teh berdua," katanya menangis tersedu-sedu. Najis! Air mata buayanya mengotori kaus Daddyku! Menyingkir darinya wanita cabai-cabaian!

"T-tenanglah, kau mau apa? Akan aku belikan," Daddy gusar terhadap entah siapa wanita ini yang sedang menangis memeluknya. Menatapku meminta bantuan dariku yang sangat senang membantu. Apalagi untuk menyingkirkan wanita itu dari pelukannya.

Baik kan aku?

"Sudah, Tante," kataku menarik paksa wanita itu yang menempel kuat tak mau lepas dari Daddy. Dia melotot padaku yang menyengkram kuat pundaknya melepaskan mereka. "Pulanglah dan segera mencuci wajah, make-up tebal itu tak baik berada terus di wajah tuamu, dan segeralah istirahat dengan tenang." Kataku panjang lebar dengan senyum manis malaikatku. Namun dia malah menatapku balik dengan sengit.

Aku terluka. Ibarat kata: air susu dibalas dengan air raksa.

Baik kan aku masih mau menasehatinya dan memberikan senyuman paling langka sedunia? Tapi mengapa dia malah seakan melihatku adalah musuhnya?

Dia menghempaskan tangan mulusku dari pundak kotornya dengan kuat. Aku juga tak mau menyentuhmu, sialan. Aku tak mengiraukan dan membiarkannya menggelayuti lengan berotot Daddy. Walau pun dia memaksa untuk diantar pulang dengan sedikit perdebatan denganku, aku akhirnya mengalah dan menurut. Setidaknya dia akan segera menghilang dari hadapanku setelah berhasil mencuri singgasanaku yaitu kursi penumpang depan kesayanganku.

Sebagai yang paling waras aku hanya harus mengalah.

Aku diam di kursi belakang mendengarkan suara menyedihkan di depan. Si Tante cabai itu terus menangis di lengan Daddy menceritakan masa pacaran mereka yang katanya bahagia itu. Aku hanya mendengarkan dan sesekali menendang singgasanaku yang diduduki dengan pantat teposnya karena terlalu lama memegangi lengan Daddyku.

Apa dia tak berpikir bahwa bisa jadi kecelakaan jika Daddy terganggu saat menyetir? Aku tak heran dengan otak rentanya yang sudah lapuk termakan usia.

***

Setelah menurunkan penumpang gelap berjenis cabai-cabaian itu di pinggir jalan
--jalanan rumahnya maksudku, aku dan Daddy pulang, aku tak tahu jam berapa kami tiba karena kantuk yang menyerangku membuatku tak sadarkan diri.

*

*

*

TBC

DaddyWhere stories live. Discover now