Khawatir

9.6K 2.7K 405
                                    

Jatuh cinta? Bisakah di kategorikan begitu? Tanjung tidak tahu klasifikasinya hanya saat menatap Ema-Tanjung pasti masuk dalam mode otomatis tersenyum meski dadanya tidak bergemuruh seperti saat Tanjung suka dengan mahasiswa kesehatan bernama Anggi dulu.

Tapi tetap saja Ema member fase yang tidak biasa pada kehidupan Tanjung.

"Tanjung Enggar Ismail" Panggilan pak Rudi membuat Tanjung menghentikan aktifitasnya menyalin buku catatan Ema.

"Iya, Saya pak?"

"Kemari kau"

Tanjung bangkit memberbaiki kerah kemejanya lalu berjalan menuju meja dosen di iringi tatapan penasaran mahasiswa yang ada di sana termasuk Ema.

"Kamu sudah berapa kali masuk kelas saya?"

Tanjung sejenak berfikir "Lima kali pak" Ucapnya ragu.

"Kamu mengulangkan?"

Tanjung mengangguk.

"Karena absensi mu bagus, Tugas mu masuk saya kasi kamu kebijakan untuk memberi kamu nilai, saya udah kasi nilainya ke akademik. Mulai minggu depan kamu tidak perlu masuk kelas saya lagi" Tutup pak Rudi.

Bukannya senang, Tanjung malah merasa marah, Tinjunya menguat, Rahangnya mengeras, Tanjung merasa di hina di depan banyak orang termasuk Ema.

Merasa di beri keringanan? Tidak. Tanjung menganggap ini sebuah bentuk orang-orang yang meremehkannya.

"Bukan karena absensi saya bagus pak, Bukan karena tugas saya yang cuma sebuah makalah yang isinya cuma copy paste google itu masuk pak-"

Prak! Tanjung memukul meja kayu dosennya hingga membuat kaget seisi ruangan.

"Kalau bapak hanya ingin memberi saya nilai cuma-cuma karena bapak kenal ayah saya, Tarik kembali pak. Saya rela masuk kelas bapak 6 bulan full dan lulus meski dengan nilai C asalkan itu hasil keringat saya sendiri!"

"Tapi Tanjung-"

"Sampai jumpa kamis depan pak" Pamit Tanjung yang sudah meninggalkan kelas tanpa membawa satu barangnyapun.

🏝🏝🏝

Ema selalu menganggap Tanjung sosok lucu dan ceria serta suka tersenyum, Ema tidak pernah tahu Tanjung memiliki sisi yang di lihatnya tadi.

Tanjung marah, berteriak, bahkan memukul meja-Ema sebagai sosok yang baru mengenal Tanjung sebulan lebih cukup kaget, Namun Ema rasa yang di lakukan Tanjung manusiawi.

"Pak Rudi namanya emang gak menghargai usaha kak Tanjung kalau langsung ngasih nilai gitu aja, Itu juga gak adil buat mahasiswanya kayak kita" Sinta mengoceh.

Tidak memperdulikan Sinta-Ema sibuk merenung dan menatap kosong layar projector di depannya "Kak Tanjung di mana yah sekarang?" Gumam Ema entah pada siapa.

Sepulang kuliah Ema bergegas membawa ransel lusuh Tanjung ke Sekertariat UKM Seni, Ema tebak Tanjung ada di sana namun nyatanya UKM Seni sedang di isi oleh anggotanya yang sedang latihan vocal.

"Cari UKM Mapala kalau ga ada di sana telepon aja, Mungkin di bengkel atau warkop. Mainnya bang Tanjung gak jauh-jauh kok" Ujar Damar salah seorang Junior Tanjung tempat Ema bertanya.

 Mainnya bang Tanjung gak jauh-jauh kok" Ujar Damar salah seorang Junior Tanjung tempat Ema bertanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ema, Periksa lebih dalam hati mu. Mungkin dia bersembunyi di sana, menunggu mu mencarinya dengan setitik cahaya--"

"Diem!"

Syukurlah Ema terselamatkan dari puisi memusingkan Lucas. Terima Kasih Damar.

Ema ke sekre UKM Mapala namun hasil sama di dapatkannya "Cari ke warkop kaki lima jalan Pettarani di depan kampus UNM coba, biasanya di sana sih" Ujar seseorang bernama Yudistira yang di balas Ema dengan senyum dan ucapan terimakasih.

Sebenarnya bisa saja Ema menitipkan tas Tanjung pada Damar, Lucas ataupun Yudistira namun entah mengapa Ema merasa ia harus bertemu langsung dengan Tanjung.

Dengan menggunakan sarana ojek online Ema sampai ke jejeran warung kaki lima di depan kampus besar Universitas Negeri Makassar.

Ternyata tidak mudah menemukan Tanjung di sana, Karena tidak hanya satu-Warung kopi kaki lima di sana puluhan dan punya banyak pengunjung apalagi kala sore seperti sekarang.

Ema merogoh ponselnya, Dengan bermodalkan pulsa 5 ribu rupiah yang baru di belinya Ema menelpon Tanjung yang di angkat pemuda itu tidak lama kemudian.

"Kak? Ini Ema"

"Ema?"

Manik Ema menangkap seorang pemuda yang menempelkan ponselnya ke telinga, Ema melangkah mendekatinya dan benar saja dia yang Ema cari, Tanjung.

"Halo Ema?"

"Kak Tanjung di mana?"

"Di depan UNM, Ngopi. Kenapa Em?"

"Ema juga di sini, Di depan UNM"

Tanjung bangkit dari tempat duduknya dan berbalik, Pemuda itu mendapati Ema yang menenteng Ransel lusuhnya.

"Ema bawain tas kak Tanjung" Ucap Ema masih dengan telepon yang tersambung dengan Tanjung meski mereka hanya berjarak 5 langkah sekarang.

"Kenapa gak di titip aja di sekre Em?" Sepertinya Tanjung menikmati percakapan teleponnya dengan Ema, Ini ibarat video call yang nyata.

"Em?"

"Iya"

"Kok ngelamun? Kakak Tanya kenapa gak di titip aja?"

"Ema pengen ngasih langsung sama kak Tanjung"

"Kenapa?"

Ema terdiam sejenak sebelum menjawab.

"Ema khawatir kak"

Ema, Jangan melangkah ke arah ku karena aku pasti akan berlari mu menuju mu. Tapi Ema, Jangan juga kau pergi dari ku karena sama seperti yang pertama. Aku pasti akan berlari menuju mu, mengejar mu, Lalu mendapatkan mu - Tanjung Enggar Ismail.

🏝🏝🏝

-To be continued-

(Don't forget to touch the stars below if you like the story 😊 👉🌟)

TANJUNGWhere stories live. Discover now