Terimakasih Ema

8.8K 2.3K 755
                                    

Tanjung tersenyum miris saat menutup pagar rumahnya, Ema menepuk pundak Tanjung seolah mengatakan pada pemuda itu 'Tidak apa-apa, percayalah' lalu tersenyum cantik, sungguh Ema tahu Tanjung tidak butuh apa-apa selain dukungan sekarang ini.

"Kak Tanjung sanggup bawa motor, ini ga sakit?" Ema menunjuk pelipis Tanjung yang sudah di beri obat merah dan perban oleh Tari tadi.

"Bisa kok, kan yang bawa motor tangan sama kaki. Bukan kepala" Ujar Tanjung yang cukup membuat Ema terkekeh, sempat-sempatnya Tanjung mengeluarkan candaannya.

Tanjung dan Ema sudah berada di jalan boulevard berhenti di lampu merah pertigaan dengan jalan AP Pettarani, sekarang sudah magrib jam pulang kantor hingga Tanjung harus bersabar menyusuri macetnya kota Makassar kala petang seperti ini.

"Mau di anter sampai mana Em?" Tanya Tanjung.

"Kak Tanjung mau anterin Ema sampai mana emang?" Ema balik bertanya.

"Ga tau, terserah Ema sih"

"Ya udah, Ema mau ke tempat kak Tanjung aja. Mau nemenin, kalau Ema pulang nanti kepikiran"

Gluk!

"Di kosan gak ada cewek loh Em, lagian di dalam kosan berdua dosa" Tanjung menasehati namun setan di dalam hati sudah berselebrasi.

"Emang di dalam kos kak Tanjung Ema mau ngapain? Cuma mau nemenin doang. Ema tahu kak Tanjung lagi ga stabil sekarang, soal temen nanti telpon Lucas, lagian ada Damar sebelah kamar kak Tanjung. Ya gak berdua-dua juga kak" Bantah Ema.

"Ijinnya gimana? Kalau di cariin mama Ema gimana?" Cecar Tanjung.

"Gampang nanti, sekarang kak Tanjung jalan. Udah lampunya ijo" Ema menunjuk lampu jalan yang sudah menunjukkan tanda berjalan.

Tanjung melesatkan pelan motornya bersama dengan lengan Ema yang melingkar sempurna di perutnya, Tanjung merasakan kepala Ema di sandarkan di punggungnya. Entah apa gumaman gadis itu, Tanjung hanya sayup mendengarnya.

"Jangan sakit kak, Ema juga sakit ngeliat kak Tanjung sakit. Jangan yah?"

"Hem, apa Em?"

Ema menggeleng.

"Enggak, Kak Tanjung anget"

🏝🏝🏝

Ema fikir dialah yang paling shock melihat Tanjung seperti tadi, apalagi Tanjung pulang dengan penuh luka. Ternyata Damar lebih shock lagi darinya.

"Jadi ini kenapa? Kok bonyok sih bang? Ya ampun?" Damar membuka paksa jaket tanjung dan memeriksa beberapa memar di wajah, lengan bahkan perutnya.

"Ya bonyoklah, bang Juno gede gitu gue cimit kayak gini, dari body aja kalah" Ujar Tanjung seolah perkelahiannya dengan kakak iparnya memang tidak sebanding.

"Makanya jangan sok berantem" Damar melirik Ema "Ema liat bang Tanjung berantem?"

Ema mengangguk mengiyakan.

"Gue yang bonyok Ema yang nangis masa. Hehe" Sela Tanjung.

"Seneng lo bang? Hah? Ck ck" Damar memijat keningnya, kasihan juga ternyata kelamaan menjomblo di khawatirkan sedikit saja sudah senang bukan kepalang seperti seniornya ini.

"HUAAAAAA ABANG WILLIAM, ARE YOU OKAY?" Lucas berlari masuk setengah meraung, memeluk singkat Tanjung lalu terduduk di dekatnya.

"Siapa yang menyakiti mu seperti ini bang? Siapa? Tahukah dia kekerasan itu hanya sebuah alat untuk menjadikan penggunanya sampah?"

TANJUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang