Suap

7.8K 2.3K 472
                                    

Minggu ini Tanjung tidak ikut perkuliahan karena masih dalam masa pemulihan, kata Damar-Tanjung masih agak pincang saat berjalan.

Ah, Ema merasa sepi, sesekali gadis itu melirik bangku kosong di sampingnya yang menjadi tempat duduk rutin Tanjung hingga tidak ada mahasiswa lain yang mendudukinya.

Kok Ema kangen kak? Ema menggumam dalam hatinya.

"Pstt, ciye yang kangen sama kakak Tanjungnya" Goda Sinta yang menghasilkan senyum kecil di bibir tipis Ema.

"Tengokinlah Em ke kosnya" Saran Sinta.

"Ih, Apaan sih? Pacar juga bukan" Balas Ema.

"Tapi kalau kak Tanjung naksir gimana Em? Ga mau nyoba? Gue fikir dia dulu nakal karena gak selesai-selesai. Eh tahunya orangnya baik banget" Puji Sinta.

Benar, kita tidak boleh menilai orang sepintas sebelum mengenalnya lama. Begitulah juga Ema saat bertemu Tanjung, anak dekan yang di tidak wisuda-wisuda di usianya yang sudah 24.

Ema bahkan pernah bilang 'Kok bego sih? Gak dia ajarin apa sama bapaknya?' sekarang Ema menyesal pernah berkata begitu apalagi setelah mengetahui hubungan Tanjung dan sang Ayah yang tidak baik.

"Emang kak Tanjung baik Sin. Tapi menurut elo cowok baik kayak kak Tanjung yang naksir banyak gak sih? Secara kak Tanjung juga ada tampang, aktif di UKM, kak Tanjung juga pinter loh Sin" Ujar Ema bertubi-tubi.

"Puji aja terus Em, ketauan elo kagum sama dia" Tebak Sinta yang rasanya tidak bisa di elak Ema.

Kagum? Sepertinya iya. Ema kagum dengan Tanjung yang selalu humoris, ceria di setiap pembawaan meski memiliki masalah. Ema kagum pada Tanjung yang berani masuk hutan belantara, Ema kagum pada Tanjung yang karena sifat baiknya hingga memiliki banyak adik-adik junior yang begitu simpati padanya, Ema bahkan kagum pada Tanjung yang sesungguhnya mampu membeli ponsel teknologi tinggi namun masih tetap setia dengan ponsel jadulnya dengan alasan fungsi ponsel memang cuma menelpon dan mengirim sms. Intinya kekaguman pada sosok Tanjung kini tengah tumbuh perlahan di hati Ema.

"Bagusnya bawain apa ke sana yah Sin?" Tanya Ema.

"Kalau kak Tanjung naksir elo gak usah bawa apa-apa cukup elo aja dia pasti udah girang Em" Saran Sinta membuat Ema tersenyum-senyum tidak jelas.

Ah gawat, anak perawan pak Sanjaya sepertinya mulai koslet karena seorang Tanjung.

🏝🏝🏝

Lucas dengan senang hati mengantar Ema dengan Honda jazz miliknya, Ema cukup heran melihat Lucas yang biasanya hanya ia temui di sekre UKM Seni dengan baju kaos lusuh, celana jeans yang kadang robek ternyata kalangan ekonomi menengah ke atas.

Ah, penampilan dan kelakuan bisa menipu rupanya.

"Ya ampun Em ga perlu repot-repot" Tanjung berjalan tertatih masih dengan kakinya yang di perban menyambut Ema yang membawakannya beberapa camilan.

"Gak repot kok kak" Ema tersenyum lalu mengikuti Tanjung masuk ke dalam kamar kos nya bersama dengan Lucas.

"Kamar kakak berantakan, Maklum anak kos. Bujang"

Apanya yang berantakan? Ema takjub kamar Tanjung amat rapi dan bersih. Kamarnya juga lumayan mewah untuk ukuran mahasiswa yang nge-kos, bukan hanya itu kamar Tanjung juga sangat wangi.

Ah, Ema jadi malu mengingat kamarnya yang baru akan rapi kalau mamanya sudah mengomel.

"Aaaaaa my darling" Panggil Lucas dengan suara beratnya pada kasur empuk milik Tanjung lalu membuang dirinya di sana.

"Eh, yang sopan. Ada cewek" Teguran Tanjung tidak di pedulikan oleh Lucas yang sudah mengancurkan ranjangnya yang rapi dengan berguling di sana.

Ema tersenyum kikuk "Kak, Kakinya masih sakit?"

Tanjung yang tadinya sibuk mengomeli Lucas beralih menatap Ema yang sudah terduduk di karpetnya.

"Dikit, udah agak kering kok lukanya. Minggu depan udah bisa pake sepatu terus ngampus" Tanjung meyakinkan.

"Iya kak, minggu depan ujian tengah semester. Oh ya, ini Ema catatin kuliah terakhir buat kakak. Pelajarin kak biar ga ngulang lagi" Ema memberikan buku catatanya pada Tanjung.

"Tahu kah kamu? Cinta itu berawal dari perhatian. Sekarang Ema memperhatikan mu bang. Eeee~" Ledek Lucas.

Sungguh ingin Tanjung mengusir juniornya itu, atau paling tidak menyumpal mulutnya dan menutupnya dengan lakan agar diam sebentar.

"Hahaha wajarlah Cas sebagai teman sekelas yang baik. Iya gak kak?" Ema meminta pembelaan Tanjung.

"Tapi kakak pengennya lebih dari teman sekelas sih Em" Goda Tanjung yang sukses membuat Ema tersipu.

"Eeeee Abang William. Eeeee~" Lucas kegirangan.

Dasar perusak suasana!

"Ini nasi padang- Eh ada tamu" Handika datang dengan dua bungkus makanan di tangannya "Tahu gitu pesen empat" Sesalnya.

"Gak apa-apa Ema udah makan kok" Tolak Ema halus.

"Lucas?" Tanya Handika.

"I'm Sorry bro. But I'm on diet" Ujar Lucas dengan nada sok keren minta di hujat.

"Si kecebong, sok-sok diet. Makan biasanya nasi campur mie ama gorengan. Di kasi nasi padang diet katanya" Ledek Tanjung yang hanya bisa membuat Lucas menyengir.

"Nih makan, gue ambil minum dulu di dapur " Handika membuka bungkusan nasi padang di atas piring dan meletakkannya di depan Tanjung yang tengah duduk berhadapan dengan Ema.

Tanjung meraih sendok dengan tangan kirinya lalu dengan susah payah menyuap nasi ke dalam mulutnya.

"Ah, susah bener jadi orang kidal dadakan" Keluh Tanjung.

"Tangan kanan kakak kenapa?" Tanya Ema.

"Masih terkilir Em belum bisa di pake makan"

Ema meraih sendok Tanjung dan membawa piring makan itu lebih dekat dengannya, lalu dengan telaten memisahkan lauk-lauk yang ada di sana.

"Aaaa buka mulutnya, biar Ema suapin"

Ema kau tidak kasihan dengan jantung ku? Ema kalau kau terus seperti ini rasanya aku tidak mau sembuh. Sungguh Em, aku mau di suap tiap hari, pakai sendok makan, sendok teh, garpu, centong sampai sekop asal yang menyuapi kamu - Tanjung Enggar Ismail.

-To be continued-

(Don't forget to touch the stars below if you like the story 😊 👉🌟)

TANJUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang