Part 2

44K 1.5K 22
                                    

Tak butuh waktu lama untuk sampai di sekolah. Alya segera memarkirkan Honda Jazz miliknya diantara deretan kendaraan-kendaraan yang ada di sekolah. Setelah itu ia melangkahkan kakinya santai menuju ruang kelas.

Sepanjang koridor yang ia lewati sepanjang itu pula siswa laki-laki yang berbaris menyaksikan dirinya berjalan, ada yang memanggil dengan nama, ada yang bersiul dan ada juga yang memberhentikan Alya hanya untuk sekedar mengucapkan selamat pagi. Hal ini sudah biasa bagi Alya, noteben-nya sebagai siswi most wanted di sekolahnya, SMA Harapan 1.

Tak banyak kelebihan yang ada pada dirinya selain parasnya yang rupawan, malah ia termasuk salah satu siswi yang sering masuk dalam catatan hitam guru. Bolos, merupakan kesukaannya.

"A... Lya... kau gadis yang paling cantik, A... Lya... kau gadis yang paling manis." Alya hanya tersenyum kecil melihat lelaki berseragam sama dengannya menyanyikan sebuah lagu sambil memainkan gitar yang selalu ia bawa untuk bernyanyi di pagi hari saat dirinya lewat.

Tetapi, tidak semua orang mengaguminya. Terutama untuk anak perempuan di SMA Harapan 1, mereka banyak menaruh benci pada Alya. Karena merasa iri, kesal ataupun cemburu akibat kebanyakan orang yang mereka sukai malah mengagumi Alya. Terlebih lagi Farel sang ketua osis yang tampan nan pintar ia menyukai Alya, itu tambah membuat bumbu peperangan menjadi-jadi.

Saat Alya telah memasuki kelasnya semua siswa yang memenuhi koridor tadi segera bubar, karena menurut mereka tak ada sebuah keasyikan lagi.

"Woy!" Pricilla, teman kelasnya Alya sekaligus teman bolosnya ini terlonjak kaget akibat Alya memukul meja dengan keras yang membuat lamunannya terbuyar.

"Alyaaa!" teriak Pricilla jengkel, sementara Alya tertawa sambil berjalan menghampiri tempat duduknya.

"Lu gila ya! Entar kalo jantung gue copot gak ada yang bisa ganti, tau gak sih!" gerutu Pricilla.

"Lebay! Entar gue ganti sama jantungnya Aldo," canda Alya sembari menaik turunkan alisnya.

Aldo merupakan teman kelas Alya dan Pricilla. Pricilla tersenyum, mukanya memerah. Siapa yang tak salah tingkah jika diledek dengan orang yang di sukai?

Baru satu jam pelajaran berlalu, masih tersisa satu jam lagi. Sejak tadi Alya hanya melamun sambil memangkukan dagunya di telapak tangan, ia sedang mencari ide untuk bisa mengisi kebosanannya hari ini.

"Cil!" panggil Alya pelan.

"Cil!" panggilnya lagi, tetapi Pricilla masih belum merespon. Ia sibuk memperhatikan penjelasan Ibu Retha yang terkenal sebagai guru killer.

Alya menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Memikirkan cara agar Pricilla mendengar sahutannya. Kalau saja handpone tidak dikumpulkan saat proses belajar mungkin Alya sudah mengirimkan sebuah pesan kepada Pricilla. Kemudian perempuan itu menyengir kuda, kelihatannya ia berhasil menemukan cara agar bisa berbicara dengan Pricilla.

"Ibu, permisi ke toilet?"

"Tiga menit!"

"Ya buk, bentar amat belum jalannya, belum masuk toil—"

"Waktu kamu sudah terpotong tiga puluh detik." Ocehan Alya langsung dipotong oleh Ibu Retha.

Nyebelin banget ni ibu-ibu, gerutu Alya dalam hati.

Lantas ia langsung berdiri dan sempat meletakkan gumpalan kertas diatas meja Pricilla sambil berjalan keluar. Pricilla membuka gumpalan kertas itu dengan gemetar, takut Ibu Retha melihat.

"Cil gue tunggu di toilet, jangan lama-lama!"  kata Alya di dalam surat tersebut.

Beberapa detik setelah membaca, Pricilla mengacungkan tangan. "Buk, saya boleh permisi ke toilet?" tanya Pricilla seraya memeras roknya, takut.

Ibu Retha memutar tubuhnya yang semula menghadap papan tulis. "Tunggu Alya kembali!"

Kalau Pricilla menunggu sampai Alya kembali, tidak ada gunanya Pricilla izin ke toilet. Perempuan itu meneguk ludahnya dengan susah payah, ia ingin membantah ucapan Ibu Retha tapi ia rasa susah sekali untuk mengungkapkannya. "Ta-tapi buk saya sudah tidak tahan lagi... " lirih Pricilla.

Ibu Retha menatap horor. "Ya sudah cepat!"

Darah yang tadi seakan-akan berhenti, mengalir bebas setelah mendapat respon baik dari Ibu Retha.

"Makasih buk," ujar Pricilla sambil berlari kecil.

"Ngapain lo nyuruh ke toilet? mati ketakutan gue minta izin sama Ibu Retha," omel Pricilla yang sudah berada dihadapan Alya.

"Ah lo mah lebay! Gue lagi selera sesuatu ni Cil." Alya mengetuk-ngetuk dagunya.

"Apaan?"

"Ngewarnai rambut," ungkapnya sambil memekik kegirangan disertai tangan yang diangkat ke atas.

"Sakit ni anak. Lo mau dimarain sama Umi lo?" tangan Pricilla memegangi kening Alya.

Lisa telah capek menasehati Alya untuk berhijab, alasannya panas, belum siap, tidak gaul dan masih banyak lagi. Lalu sekarang ia ingin mengubah warna rambutnya, itu sama saja memancing balak untuknya.

"Ah tenang aja, palingan mami marahnya cuma bentar."

"Yakin lo?"

"Iya lah," tukas Alya penuh keyakinan seraya menarik tangan Pricilla menuju bangunan belakang sekolah.

"Lo duluan lompat!" titah Alya sambil melihat kanan-kiri, khawatir jika ada guru atau murid lainnya yang melihat.

"Lo dulu aja Al! gue yang mantengin disini," kata Pricilla melempar perintah balik.

"Ehem," suara deheman tersebut membuat Alya dan Pricilla seketika mendadak membeku. Mereka memutar tubuh pelan, memastikan siapa orang yang berada di belakang mereka.

"Huh!" Alya menghela nafas panjang begitu pun dengan Pricilla, lega melihat orang yang berdehem tersebut adalah Farel.

"Kalian mau bolos lagi?" tanya Farel yang tahu betul apa yang dilakukan Alya dan Pricilla jika berada di bangunan belakang sekolah.

"Iya dong," jawab Alya dengan bangganya.

"Ini nih calon-calon orang gak naik kelas!" ujar Farel menggertak.

"Itu mah yang gue mau, ntar kalo gue gak naik, gue bakal dipindahin ke London," ungkap Alya dengan percaya dirinya.

"Gue sih gak yakin kalo gak naik, kan Papa gue Donatur disini," tukasPricilla ikut membela diri.

Farel menggelengkan kepala heran.

"Terserah kalian deh, gue gak mau bantu lagi. Kalo ditanya gue bakal bilang kalian bolos." Mengingat setiap insiden Alya dan Pricilla bolos atas bantuan Farel.

"Pelit amat sih, Rel!" maki Pricilla kesal.

"Terserah!" kata Farel kemudian ia beranjak pergi.

Alya menahan tangan Farel sambil memelas. "Rel, please!"

Bagian ini yang sangat tak disukai Farel, muka melas nan imut milik Alya tak kuasa menahan untuk tidak mengiyakan.

"Katanya lo mau gak naik kelas?" ulang Farel memastikan.

"Iya sih, tapi kalo dipikir-pikir malu juga lah, entar gue dibilang bego amat," cetus Alya seraya memanyunkan bibir.

"Ayolah Rel kali ini aja!" pinta Alya lagi, sementara Pricilla menempelkan satu telapak kakinya ke dinding dan menyenderkan badannya sambil menunggu hasil yang mereka inginkan.

Akhirnya, Farel mengangguk pasrah.

"Asik makasih, Rel!" seru Alya girang, sambil tersenyum melihat ke arah Farel. Sungguh siapa pun yang melihatnya pasti akan meleleh.

***
Vote n Comment! Terimakasih.
.
.
.
Follow Ig : -rantiianisa
                              -ranisawattpadst

Sajadah Cinta [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now