Part 8

21.1K 1K 1
                                    

Aji dan Lisa duduk santai di teras belakang rumah sambil menikmati segelas teh untuk menghangatkan tubuh mereka yang dingin dipeluk oleh angin malam. Ada maksud yang tersirat Lisa meminta Aji menemani. apalagi, jika tidak membicarakan persoalan anaknya.

Dari dua hari yang lalu, sejak insiden Alya ditangkap polisi ia ingin mengatakan hal ini, tetapi Aji selalu disibukkan oleh pekerjaan. Lisa tidak tega bila ingin menambah kesibukan suaminya itu dengan tingkah Alya.

"Abi?"

"Hm?" sahut Aji menyempatkan disela-selanya membaca koran.

"Ada yang ingin umi katakan."

"Katakan saja, sayangku!"

"Ini serius, Bi!"

Aji menutup bacaan korannya dan meletakannya di atas meja yang membatasi duduk antara dirinya dan Lisa, kemudian mengalihkan perhatiannya pada Lisa.

"Abi juga serius, Umi. Emangnya apa yang mau dikatakan?"

"Ini soal Alya."

Raut wajah Aji berubah seketika, lesu.

"Pasti buat masalah lagi?" tebaknya sempurna.

Lisa mengangguk, menarik nafasnya dalam dan menghembuskan pelan. "Umi mau cerita, tapi tolong, abi, jangan potong!" ucap Lisa.

"Oke."

"Tiga hari yang lalu Alya ikut balapan liar—"

Baru berapa kalimat yang diutarakan Lisa, Aji sudah ingin beragumen. "Ap–" dengan cepat Lisa meletakkan ibu jarinya di bibir Aji.

"Sudah umi bilang dengerin dulu!"

Lantas Aji mengangguk sembari melepaskan jari istrinya lembut dan menggenggnya erat.

"Terus dia kalah. Mobilnya jadi taruhan, karena Alya takut kita marah, Alya datangin kembali orang yang ngambil mobilnya sama temen-temennya, minta balikin mobil diganti pake uang. Orang itu minta uang gede, kata Alya satu miliar. Ya Alya gak mau lah, terus kera baju–"

Lisa berhenti sejenak sambil berfikir kemudian melanjutkan ceritanya.

"Kera baju atau jaket ya? Ah umi lupa, yang pastinya ditarik sama Alya. Otomatis temen-temennya itu gak terima. Salah satu dari mereka ada yang dorong Alya, teman-temannya juga gak terima. Akhirnya mereka berantem. Kalo gak salah umi komplotan mereka itu sepuluh orang, sedangkan Alya sama temen-temennya berempat. Syukur waktu itu, bi, polisi datang, terus dibawa ke kantor polisi diminta buat surat perjanjian. Umi yang ditelpon sama polisi panik banget, nah gitu ceritanya bi," ujar Lisa panjang lebar menceritakan ulang apa yang telah diceritakan Alya.

"Tapi itu mobil Alya kok bisa ada di rumah?"

"Polisi yang nyuruh balikin."

Aji mengangguk.

"Ih abi cuma gitu doang responnya?" protes Lisa.

"Umi, abi ngangguk itu mikirin gimana caranya biar Alya gak bandel lagi," ucap Aji sambil menangkupkan kedua pipi Lisa.

"Lisa tersipu malu. "Oh gitu ya!"

Setelah beberapa menit terciptanya keheningan, Aji mulai membuka percakapan kembali.

"Abi punya ide, Mi!"

"Apa bi?" tanya Lisa penuh semangat.

"Gimana kalo Alya kita pindahin ke pesantren."

Agak lama Lisa merespon kemudian ia senyum sumringah, ide suaminya sangatlah brilliant. "Iya umi setuju, kapan besok atau lusa?"

Aji tersenyum dan menatap istrinya itu dengan penuh cinta.

"Sabar dong, sayang. Dunggu Alya kenaikan kelas aja!"

"Abi, itu kelamaan! masih enam bulan lagi, terus kalo Alya cuma setahun di pesantren takutnya kurang berefek."

Aji mengetukkan jari-jemarinya pada meja, berdiam, mencerna perkataan Lisa.

"Ya udah deh, besok pagi kita cari pesantren yang bagus terus langsung daftarin Alya."

"Besok? bukannya abi ada meeting, biar umi aja."

"Dibatalin aja, abi ikhlas kok kalo untuk nemenin umi," kata Aji sambil mencolek dagu manis milik Lisa. Lisa tersenyum, Aji memang paling bisa membuat Lisa jatuh hati setiap saat.

"Mam... Mami!" terdengar suara pekikan Alya.

"Di teras nak," sahut ibu anak dua itu.

sejak tadi Alya sibuk mencari Lisa. Dilihatnya diruang keluarga hasilnya nihil, ruang tamu tidak ada, mushola juga tidak ada, kamar pun juga, kamar mandi apalagi. Salah satunya cara agar lebih mudah dan cepat hanyalah dengan sedikit meninggikan volume suara dalam memanggil uminya itu.

"Aduh Mami aku nyariin, eh malah asikan pacaran disini," goda Alya sambil terkekeh.

"Kenapa?"

"Tadinya aku mau minta buatin pudding, tapi gak papalah. Aku gak mau ganggu yang lagi pacaran," ujar Alya seraya hendak pergi.

"Alya, sini abi mau bicara!" panggil Aji yang membuat langkahnya terhenti.

"Kenapa, Pap?" tanya Alya sambil menarik kursi ke hadapan Aji dan Lisa serta menghempaskan tubuhnya pelan.

"Kok kamu gak cerita kalo belakangan ini suka buat onar?"

Alya tetpaku, otaknya mulai bekerja. Menyusun strategi agar abinya tidak memarahinya.

Ini pasti Mami yang kasih tau, batin Alya.

"Jawab pertanyaan abi?"

Ia mulai menundukan kepala. "Nanti dimarah."

Aji memegangi kedua pundak Alya seraya berkata, "Alya kalo gak mau abi sama umi marah, jangan buat masalah lagi."

Alya tak merespon ia tidak yakin jika tidak akan membuat masalah kembali.

"Kok diem?" timbrung Lisa.

"Iya."

"Apanya yang iya?" tanya Lisa bingung.

"Iya aja," jawab Alya seolah-olah tak terjadi apa-apa.

"Ya ampun Alya gemes umi liat kamu."

"Iyalah aku kan imut," cicit Alya, kemudian langsung ngacir masuk ke dalam rumah.

"Alya! abi belum selesai bicara."

"Besok aja sambungin, aku ngantuk, bi!"
teriaknya, karena sudah berada agak jauh dari Lisa dan Aji.

***

Hay Assalamu'alaikum? Sorry ya updetnya agak lama, semoga kalian suka. Vote

Sajadah Cinta [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang