Part 3

21.6K 1K 9
                                    

"Astaghfirullah Alya!" gumam Lisa kaget, melihat Alya dihadapannya dengan setengah rambut yang sudah berubah warna, biru metalik dan merah.

"Cantik gak, Mam?" tanya Alya sambil memainkan rambut dan tersenyum pada Lisa.

"Gak sama sekali. Kamu itu udah mirip kayak anak punk yang dijalanan," komentar Lisa sadis.

Alya melingkarkan kedua tangannya ke leher Lisa serta menyenderkan kepalanya pada kepala Lisa. "Please, Mam jangan marah ya. Entar rambutnya aku cat lagi warna item kok," rayu Alya yang mulai merasa ada hawa kekesalan pada ibunya.

Lisa melepaskan tangan Alya yang melingkar di lehernya pelan. "Kamu tau gak? Merubah warna rambut dengan warna hitam itu berdosa, Alyaa! Astaghfirullahal'adzim." Lisa menggelengkan kepalanya seraya mengusap dadanya perlahan, ditinggalkannya Alya dengan cukup kecewa.

"Mam!" rengek Alya.

"Mam, terus gimana dong?" tanya Alya bingung, tetapi Lisa tidak menghiraukan.

"Semua orang di rumah ini gak gaul sih!" gerutu Alya.

"Ada apa? Dari tadi Abi denger kalian ribut mulu?" tanya Aji yang baru saja keluar dari kamar.

"Ini ni Pap, Mami marah karena aku cat rambut," terang Alya seraya memanyunkan bibirnya.

Aji yang baru sadar akan inovasi pada rambut anaknya ini terkejut. "Masyallah, Alya. Pantas Umimu marah."

Alya pikir Aji berpihak padanya.

"Papi mah sama aja kayak mami!"

"Siapa yang ngajarin kamu cat-cat rambut kayak gini?" tanya Aji, sementara yang ditanya hanya diam. "Umi sama Abi gak pernah ngajarin. Kenapa kelakuan kamu makin hari makin gak bener?" oceh Aji dengan nada sedikit tinggi. Padahal Alya berharap kalau Aji melihat, ia akan mendapat dukungan atau pembelaan. Namun sebaliknya.

Dimarah oleh seorang Ayah itu rasanya lebih perih. Anak perempuan paling tidak suka jika seorang ayah memarahinya, seperti itu pula Alya. Gumpalan kepedihan sudah terkumpul, sedikit lagi air mata Alya akan terjun bebas membasahi pipi. Pertama kalinya Alya melihat Aji semarah ini. Ia sedih juga merasa bersalah, tapi ia suka dengan gaya rambutnya. Sebab itulah Alya bingung apa yang harus ia dilakukan.

"Abi kasih dua pilihan ke kamu," ucap Aji menatap Alya serius.

"Mau potong rambut kamu yang berwarna itu atau pakai jilbab?" kata Aji menyodorkan pilihan dan itu merupakan pilihan yang sulit bagi Alya.

"Papi, gak ada pilihan lain apa?" pinta Alya tersedat disela-sela ia menahan cegukan tangis yang turun beberapa saat setelah Aji melemparkan pilihan.

Lisa datang dengan segelas kopi ditangannya. "Ini Bi, kopinya!" kata Lisa sambil meletakan diatas meja, kemudian ia duduk disamping Aji. Menatap Alya iba, ia juga tak tega melihat Alya bersedih, tapi anaknya ini sesekali harus diberi hukuman yang mendidik agar jera.

"Gak ada!" jawab Aji tegas.

"Kenapa sih semua orang gak ada yang bisa ngertiin aku?!" kata terakhir yang keluar dari mulut Alya sebelum ia berlalu meninggalkan Aji dan Lisa.

"Abi apa tidak terlalu menekan Alya dengan pilihan seperti itu?" tanya lisa, berharap suaminya ini memberikan sedikit kelonggaran pada Alya.

"Gak mi! Itu pilihan yang paling tepat, kalau kita biarkan Alya terus seperti itu, takutnya nanti jadi lebih parah," jelas Aji seraya mengambil segelas kopi yang sejak tadi telah menanti.

Lisa mengangguk mengerti, kemudian beranjak pergi menyusul Alya ke kamarnya. Dengan perlahan Lisa menaikki anak tangga tanpa suara, diraihnya gagang pintu kamar Alya lalu ia buka sedikit sambil mengintip apa yang sedang dilakukan anaknya. Lisa shock ketika melihat anaknya itu menangis tersedu-sedu sambil memegang sebuah gunting, tanpa pikir panjang Lisa masuk dan mengambil gunting tersebut.

"Istighfar, nak! bunuh diri itu perbuatan keji," tegas Lisa sambil mengelus puncak kepala anaknya lembut.

Sedetik tangis Alya berhenti, menatap Lisa yang kini tengah beraut wajah panik.

"Alya jangan kamu timpalkan kemarahanmu pada hal yang tidak baik!" lanjut Lisa lagi.

"Mam, aku tu gak mau bunuh diri. Aku megang gunting itu mau potong rambut," jelas Alya.

Lisa tertawa mendengar penjelasan Alya. Dirinya salah menduga, ia pikir Alya ingin bunuh diri padahal Alya ingin memotong rambutnya yang diperintahkan oleh Aji tadi. Begitulah kalau perasaan dan pikiran telah cemas akibatnya tanpa pikir panjang langsung menetapkan prasangka.

"Sini, Mam, guntingnya! Aku mau potong rambut! pinta Alya sambil berucap kesal.

Lisa menangkupkan kedua telapak tangannya pada pipi Alya sembari berkata, "Sayang kamu gak boleh sebel gitu ah! abi sama Umi itu punya maksud baik. Gini deh kalau nanti kamu pergi sekolah dengan rambut yang berwarna gitu, pasti dan Umi yakin temenmu bakal ngejekin. Apalagi guru kamu pasti dia bakal marah sama kamu. Umi gak mau itu terjadi."

Alya hanya terdiam sambil meresapkan perkataan Lisa. "Sekarang kalau kamu mau potong rambut kita ke salon aja ya! Umi temenin."

Alya mengangguk, ia luluh dengan perkataan Lisa dengan nada yang amat lembut. "Mau beneran?" tanya Lisa tanpa embel memaksa.

"Iya Mam," jawab Alya mantap sambil menghapus air mata yang masih tersisa.

"Mau kemana, Umi?" tanya Aji ketika melihat Lisa sedang menggotong Alya menuju pintu luar.

"Nemenin Alya ke salon," jawab Lisa sambil tersenyum penuh arti dan Aji pun memahami arti tersebut.

"Jangan lama-lama ya!"

"Iya, Abi, Assalamu'alaikum," ucap Lisa berpamitan pada suaminya, sedangkan Alya hanya berdiam sambil mengerucutkan bibirnya. Ia kelihatan masih kesal terhadap Aji, Aji tau itu. Ia memaklumi anaknya yang masih memiliki sifat kekanakan.

"Wa'alaikumussalam."


***
Comment ya gimana cerita ini dan jangan lupa vote, terimakasih!

Sajadah Cinta [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now