[54] The Problem (2)

526 29 0
                                    

Setelah makan malam usai, Zidan berpamitan untuk pulang. Selama di perjalanan menuju mobil yang ia parkirkan di pekarangan rumahku, ia tak henti-hentinya menatapku. Sesekali ia tersandung dan malah membuatku tertawa, namun sekali lagi, dia malah semakin dalam menatapku.

Dia mendekat ke arah telingaku, "ingat, aku belum memutuskan hubungan kita. Aku akan terus menjagamu." Bisiknya lalu masuk ke dalam mobil.

Ketika mobilnya sudah benar-benar keluar dari halaman rumahku, aku baru bisa masuk ke dalam rumah. Namun sepertinya aku masuk di saat yang tidak tepat.

"Ayah kenapa sih paksa Tania terus? Soal hati, itu pilihannya dia. Lagi pula, Zidan anaknya baik kok." Terdengar suara Kak Wena yang tengah berdebat dengan Ayah.

"Tau apa kamu soal ini? Kamu aja menikah karena yang mau sama kamu cuma Toni kan? Kalau adikmu itu beda, banyak teman Ayah yang ingin melamar Tania untuk anaknya. Tapi Ayah pilih-pilih." Balas Ayah.

Aku berjalan memasuki perdebatan itu, "kayak cabe ya Yah, murah, banyak yang mau." Ceplosku tanpa berpikir. Ayah mendelik tajam ke arahku, sedangkan aku, terus berjalan menuju kamarku.

Sesampainya aku di kamar, aku memasukkan beberapa pasang baju ke dalam tasku, dan beberapa hal yang nantinya kan kuperlukan di rumah Aklea. Ya, aku akan pergi ke rumah Aklea. Kubuka ponselku, lalu aplikasi Line.

Taniandl : Kle, gue nginep di rumah lu ya. Sebentar lagi gue berangkat, please terima kehadiran gue sebagai tamu istimewa lu :'v

Aklealay : Mau ngapain sih nginep?

Taniandl : Ada problem di rumah, ayolah terima gue.

Aklealay : Yaudah gc, jangan ngerepotin gue ya.

Taniandl : Oke boss. See yaa.

Setelah dirasa semua barang yang kuperlukan sudah masuk ke dalam tas, aku berjalan dengan santainya melewati Kak Wena dan Ayah yang masih berdebat.

"Mau ke mana kamu?"

Sudah kuduga, pertanyaan itu pasti akan muncul. "Mau ke rumah Aklea, mau nginep." Jawabku dengan santainya, dan meneruskan perjalanan menuju motor maticku.

Aku mengendarai motor di tengah keramaian malam minggu, sungguh menyenangkan bisa keluar dari rumah yang tengah melakukan perdebatan itu.

Setelah berada beberapa menit di antara angin malam, kini aku sudah berada di kamar Aklea yang serba merah. Bau kamarnya pun stroberi.

"Kle, enak ya lo, rumah damai-damai aja." Ucapku yang tengah berbaring di kasur queen size miliknya. Dia yang tengah asyik menonton drama Korea menggeleng, "gak enak, Kakak-Kakak gue pada sibuk semua."

"Tapi senggaknya rumah lo lebih damai dari rumah gue." Ujarku lagi. Dia mengalah, daripada harus berdebat denganku. Pasalnya jika kita bertengkar, kita bisa saling mendiamkan satu sama lain lebih dari satu hari.

"Kle, ada makanan gak?" tanyaku yang kelaparan, pasalnya tadi aku hanya makan sedikit.

Aklea menoleh ke arahku dengan wajah datar, "tadi kan gue bilang, jangan nyusahin."

Aku terkekeh melihatnya seperti itu, ingin rasanya menarik wajah datarnya itu, namun aku tahu diri, kini aku tengah menumpang di rumahnya. "Gak nyusahin, minta makan doang."

"Yaudah sana, di meja makan." Ucap Aklea dengan nada suara yang lebih persis mengusir. Tanpa pikir panjang, aku langsung berjalan ke ruang makan, tempat di mana meja makan berada.

Wah, Aklea, enak ya, sendirian di rumah, stok makanannya mencukupi banget. Ada rendang, sayur asem, tempe, sambal, kwetiau, dan jangan lupa martabak Bangka. Mantap.

Aku langsung mengambil piring yang berada di rak piring, dan langsung menyendok nasi, serta beberapa lauk saja. Namun di saat aku ingin mengambil rendang, aku disuguhkan dengan pemandangan yang membuatku malu setengah mati.

"Akbar?"

💦💦💦

Tbc.

18 Maret 2018

Pura-Pura MOVE ONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang