karangan tujuh-bintang tanpa suara

27 6 6
                                    

Bintang tanpa suara.

"Bunda! Ada kak Saddam bun! " ucap Sheri kecil yang sangat akrab pada Saddam.
Teman adalah hal yang sangat berharga bagi Saddam, memang teman satu-satunya yang Saddam miliki di sekolah hanya Joel. Namun di tempat ini Saddam memiliki banyak teman dengan aneka warna yang sudah Saddam selami hampir separuh usianya.
Bunda Saddam menoleh pada anak nya kemudian Saddam mencium tangan.

"Bun, Saddam belajar disini ya"
"Iya, "
"Bunda masak kapan? "
"Nanti, sana pergi bunda risih kalau ada Saddam!"

Saddam tertawa, ia sangat sayang kepada bundanya. Sayang sekali.
Sekali, sekali, sekali.

"Saddam surat surat aneh nya kemarin gimana? "
Mata Saddam mengerjap beberapa kali.
"Nanti Saddam jelasin dirumah Bun, "
Saddam tersenyum kecut.
"maksudnya nanti kalau Saddam sudah punya alasan berbohong yang logis, " batin lelaki itu.

Setiap akhir pekan bunda Saddam selalu datang ke panti asuhan Surya Melati. Sejak dulu, sejak ayah Saddam masih ada, sejak Saddam masih kecil.

Saddam sudah sangat akrab dengan setiap jengkal bau-bauan di panti ini, debu di lantai, stiker Jojo Suherman saat masih bernyanyi di obok-obok yang tertempel di kamar paling depan.

Hingga kamar ruangan bercat putih di panti asuhan paling ujung.

Anak sholeh beli manggis
Ke paris
Jangan menangis
Nanti gak manis

Selamat ulang tahun ke 10.

Saddam tersenyum, ia melihat secarik kertas ucapan yang ia tulis 7 tahun silam tertempel dengan selotip putih yang mulai menguning.

"Bi, apa kabar? "

Ucapan singkat Saddam berhasil membuat gadis yang berdiri menghadap jendela di depannya membuka mata lebar dan berlari kearah Saddam.

Dirinya mengambil block note kuning dan pensil di nakas. Ia menulis dengan tergesa-gesa.

Saddam, Bi Rin-

Belum selesai menulis pensil milik wanita itu patah, dirinya menghela nafas pendek-pendek. Jika ia dapat menjerit dan di berikan kesempatan untuk menjerit sekali dalam hidupnya. Mungkin ia akan melakukannya hari ini.

Saddam membaca tulisan itu dengan prihatin, dirinya reflek menarik leher Bintang dan memeluknya.

Dalam pelukan Saddam wanita berambut panjang itu menangis tersedu dan tak kunjung berhenti.

"Bintang, maaf Saddam sibuk akhir-akhir ini. Maaf juga Saddam nggak bawa novel baru, jangan nangis dong Bi, "

Bintang menghapus air matanya. Ia berlari ke sisi lain kamar dan mengambil pena berwarna hitam dan kembali menuliskan sesuatu pada block note berwarna kuning.

SADDAM, BI RINDU!

Kini semuanya ditulis dengan huruf kapital, saking semangtnya bahkan kertas itu hampir sobek.

"Saddam juga, "

Bintang menyobek kertas itu, melipatnya dan memasukan kertas itu ke saku berlambang OSIS milik Saddam.

Bintang kembali memeluk Saddam, dan seterusnya.

Senja sudah siap-siap ingin menggantikan rimbunnya awan biru.
Namun dua insan itu masih hangat, seperti kopi, gula, dan air hangat.

Rindu mereka menjadi santapan yang pahit saat menunggu pertemuan.
Menjadi titik hangat disisi mata yang berbahagia.
Dan manis setelah berhasil dilewati.

-

Suara biola yang tidak terlalu merdu dapat Saddam nikmati malam itu.

Melihat mata Saddam yang berseri-seri, Bintang pun terharu karena akhirnya Saddam mendengarkan permainan biolanya minggu ini.
Biola bekas hadiah ulang tahunnya ke sepuluh dari Saddam. Saddam membelinya dengan uang milik paman dan Bunda Saddam hadiah karena Saddam berani khintan di usia sepuluh.

Malam itu ada dua hati yang kembali bermekaran. Tapi tidak ada yang menyadari, esoknya hati itu akan menjadi patahan-patahan.

-

Huwa aku seneng banget akhirnya update :") hari ini aku bakal benerin part2 sebelum nya di KTT, mungkin besok udah fix. Karena setelah ku baca lagi aku pengen banget revisi.
Ceritanya masih sama kok cuman mau aku gregetin lagi.

Gimana Saddamnya ?

Karangan Tanpa TintaWhere stories live. Discover now