karangan dua puluh tujuh-bagian satu

4 2 4
                                    

"Mama kamu pernah ke terapis sebelumnya?"

Zerra menggeleng, dirinya tidak memakan sarapan hanya memutar sendok dan garpu di depannya, entah mengapa nafsu makannya benar-benar hilang, yang Ia butuhkan sekarang adalah Mama.

"Gimana cara Tante nyimpen itu semua?" Zerra tidak tau dari mana datangnya kata-kata itu seakan meluncur di mulutnya tanpa aba-aba.

"Maksut lo?" Saddam menyela perbincangan itu singkat.

Bunda menatap Saddam mengisyaratkan supaya anak itu meredam suaranya.

"Maksud gue, gimana cara nyokap lo menjaga rahasia orang-orang itu, orang-orang yang mempercayai masalahnya di bagikan ke nyokap lo?"

Zerra tidak mengerti apa yang baru saja dia ucapkan, pikirannya menjadi sangat liar, ia tidak bisa tenang ia terlalu jauh dari ketenangan dan terlalu lama meninggalkannya, tidak lain tidak bukan adalah Mamanya. Satu-satunya orang yang dapat membuatnya tenang.

"Santai dong lo-"

Ucapan keras Saddam dengan cepat disela Bunda "Zerra, ini semua tentang dokter dan pasien. Apapun yang pasien katakan hanya dokter yang tau, kalau tentang rahasia itu pasien tante menyimpan rahasia itu di dalam sebuah kotak kedap udara, dan ketika ada orang lain maksutnya dokter masuk disitu, di ruang itu tetap saja tidak akan terjadi apapun."

Bunda menjelaskan dengan sabar, Saddam mengerutkan dahinya ada apa, apa yang terjadi pada Zerra sebenarnya? Malam tadi dirinya begitu ramah, namun pagi ini?

"Aku mau pulang, Tan," ucapnya lirih.

"Apa?" Saddam bertanya seolah memerintahkan Zerra mengulang pernyataannya.

"Gue mau pulang,"

"Terakhir kali lo pulang ke rumah, kacau semuanya jadi mending sekarang lo makan gausah rebut," wajah Zerra berkerut menampakkan kebingungan.

Sejak kapan Saddam sesadis itu?

Zerra berdiri menyebabkan gemerincing alat makan akibat sentakkan kerasnya menohok meja.

"Gue mau pulang!" kemudian Zerra berjalan keluar rumah Saddam.

"Zer!"

Saddam berjalan di belakang Zerra, saat ini jika saja Saddam menjadi orang lain dirinya akan menarik tangan Zerra seperti adegan di novel ataupun film-film yang ditontonya. Tapi Saddam tidak akan pernah melakukan itu.

"Zer, Zera lihat gue!"

Zera berbali, kini Saddam tidak tahu apa yang akan dia lakukan.

"Ke-kenapa sih? Apa yang salah sama lo sih? Kemarin malam lo oke, lo cerita semuanya ke gue seakan gue adalah buku harian lo. Tapi pagi ini gaada banjir gaada badai tiba-tiba lo jadi aneh, what's wrong?"

"Lo tau kan Dam sekarang rasanya sekarang, kayak sore itudi busway lo baik banget ke gue seakan kita udah kenal lama, dan besoknya kita berdua nggak lagi seperti dua orang yang saling kenal."

Zerra membalas dengan suara rendah, "Dan lo salah, jika lo piker gue udah cerita semuanya dan juga lo bukan buku diary gue. Dan yang salah adalah gue enak-enakan dirumah orang sedangkan Mama gue bisa aja kedinginan dan kelaparan di luar sana."

"Jadi Saddam nggak ada lagi alasan lo nahan gue untuk pulang hari ini."

"Lo salah Zer! Gue selalu punya alasan."

Karangan Tanpa TintaWhere stories live. Discover now