15. Perjalanan Ke Kota Hujan

170K 8.3K 616
                                    

Perasaan aneh menyelimuti hati Siena saat dia membuka pintu pagar mendapati Nala datang dengan motornya.

"Siap berangkat sekarang?" tanya Nala.

"Kamu bilang kita naik kereta saja ke Bogor," sahut Siena tidak menjawab pertanyaan Nala.

"Ya, kita memang naik kereta. Tapi kita naik motor ke stasiun kereta. Lumayan agak jauh dari rumahmu ini. Daripada naik angkot. Nanti motorku aku parkir di stasiun," kata Nala menjelaskan.

"Aman ya, parkir di stasiun?" Siena terdengar tidak yakin.

"Aman. Aku udah sering parkir motor di stasiun. Kita berangkat sekarang mumpung masih pagi. Siangan dikit keretanya bisa penuh," ucap Nala lagi.

"Sebentar ya, aku pamit ibuku dulu." Tanpa menunggu Nala menyahut, Siena berlari masuk ke dalam rumah.

Tak lama, Siena muncul bersama ibunya. Membuat Nala agak tersentak.

"Oh, ini yang namanya Nala," kata Bu Desi.

Nala mengangguk sopan. "Iya, Tante. Saya teman satu sekolah Siena," sahut Nala.

"Kamu serius nggak keberatan berteman dengan Siena? Soalnya jarang sekali ada anak yang mau berteman akrab dengan Siena," kata Bu Desi lagi.

"Ibu," tegur Siena, keberatan dengan ucapan ibunya.

"Saya berteman dengan siapa saja, termasuk Siena," jawab Nala.

"Kamu nggak berniat cuma ngerjain Siena, kan?" tanya Bu Desi lagi.

Siena refleks mendelik mendengar pertanyaan ibunya itu, sementara Nala menahan senyum.

"Nggak, Tante. Saya bukan tipe laki-laki pengecut yang senang ngerjain perempuan," jawab Nala.

Bu Desi memperhatikan Nala dari ujung kepala hingga kaki.

"Saya harus memastikan kamu bisa dipercaya. Saya belum kenal kamu dan putri saya akan pergi berdua kamu."

Nala mengangguk. "Saya mengerti, Tante. Saya cuma mau mengantar Siena."

"Bu, percaya deh. Aku bisa jaga diri. Selain itu, aku percaya Nala. Nanti aku hubungi ibu kalau sudah sampai Bogor."

Siena langsung mengambil alih pembicaraan agar ibunya tidak lagi menginterogasi Nala.

"Ya sudah. Ibu percaya kamu. Tolong beri ibu alamat orang tua Nala. Supaya kalau Nala nggak bawa kamu pulang, ibu bisa menghubungi orang tuanya," kata Bu Desi.

"Ibu ..."

"Ibu kamu benar, Siena. Nggak masalah. Sebentar, saya catat alamat saya dan nomor HP mama saya."

Dengan cepat Nala memotong kata-kata Siena yang hendak memprotes ucapan ibunya lagi.

Nala mengeluarkan notes dan pulpen dari tas punggungnya. Mencatat alamat rumah dan nomor yang bisa dihubungi, lalu dia menyobek kertas itu dari notes dan menyerahkannya pada Bu Desi.

"Terima kasih. Nah, dengan begini ibu bisa lebih tenang," kata Bu Desi setelah menerima kertas itu.

Siena menghela napas lega.

"Aku dan Nala pergi sekarang, Bu," katanya. Ibunya mengangguk.

Nala juga permisi dengan sopan, lalu dia memberikan helm pada Siena. Tak lama keduanya sudah meluncur menuju stasiun.

Lagi-lagi Siena disergap rasa aneh. Dia duduk di boncengan motor yang biasa diduduki Flo. Dia begitu dekat dengan mantan kekasih Flo itu. Andai Flo tahu, apakah dia akan marah?

Aku Tahu Kapan Kamu Mati (Sudah Terbit & Difilmkan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang