Tiga belas

2.2K 116 11
                                    

     Kebisuan merebak di antara mereka. Dua gadis dengan raut wajah yang berbeda-beda. Gadis bermata cokelat dengan rambut senada sedang tersenyum jahil memperhatikan gadis bermata biru di depannya yang sedang mengaduk jus apel di meja. Menolak bertatapan mata.

"Jadi ..., gimana ceritanya lo bisa sampe nangis di depan Chandra? Terus abis itu ketawa-ketiwi bareng, mana pake adegan usap air mata segala lagi. Bikin para jombloers makin merana aja," cerocos Sandra, masih tahan dengan senyum jahil tercetak di bibirnya.

Bunga melengos malas. "Gue juga jomblo."

"Lo jomblo berasa taken. Beda sama gue. Jomblo, nggak ada yang deketin. Giliran deketin cowok duluan malah dianggap adek doang." Sandra terus berkelakar yang berujung curcol.

Ingin rasanya Bunga meledek Sandra. Tapi, balasannya pasti lebih parah dari ledekannya. Ia sedang tak ingin digoda. Perasaannya sedang tak menentu sekarang.

"Jawab dong, Bung," rengek Sandra menggoyangkan lengan Bunga.

Dengan sekali tepis, tangan Sandra tersingkir. Sandra cemberut seraya membuang pandangannya.

"Sahabat gue jahat. Nggak anggap gue ada lagi. Dia nggak mau cerita apa-apa lagi ke gue."

Drama Queen. Bunga memejam sesaat, menetralisir detak jantungnya karena topik yang diangkat oleh Sandra. Ia juga mengalihkan pikirannya kepada hal-hal yang menyebalkan, seperti saat melihat wajah Chandra, misalnya.

Alih-alih kembali normal. Detak jantungnya berpacu lebih cepat. Membuat ia membuka mata dengan cepat seraya menggeleng keras berkali-kali. Kenapa ia malah membayangkan senyum dan tatapan mata teduh cowok itu tadi pagi.

Harusnya ia mengingat ekspresi cowok itu saat sedang menyeringai jahil. Bunga memukul pelan kepalanya berulang-ulang. Membuat Sandra menatap Bunga dengan tatapan aneh. Tapi tidak bertanya, karena ia masih sebal Bunga enggan bercerita dengannya.

"Jangan dipukul-pukul gitu. Ntar kutunya mati semua tuh." Bunga menghentikan gerakannya mendengar suara itu. Tubuhnya kian menegang saat sebuah tangan juga menahan pergelangan tangannya.

"G-gue nggak ku-kutuan, ya!" Niat hati ingin berkata ketus, apalah daya suara tak sampai. Ia malah terbata mengucapkan hal itu.

Senyum gemas terbit di wajah Chandra. Ia duduk di samping Bunga dan mendorong semangkuk batagor ke depan gadis itu. Setelah sebelumnya menggeser gelas jus apel.

Bunga melirik mangkuk batagor lalu wajah Chandra. Menyuarakan pertanyaannya dengan gerakan mata.

"Batagor buat lo. Nggak pedas. Saosnya dikit aja. Nggak pake sambel. Juga tidak pake kol." Chandra malah membawa penggalan lirik lagu anak-anak di ucapannya.

Sandra tertawa mendengarnya sedangkan Bunga mendengus pelan.

"Garing lo."

"Lucu tau," sergah Sandra kembali tertawa.

Mata Chandra berbinar. Diangkatnya kepalan tangannya ke depan Sandra, mereka melakukan tos seadanya lalu terkikik.

"Mata lo bisa langsung bengkak gitu, ya? Padahal nangisnya cuma sebentar." Chandra terus memusatkan pandangannya pada wajah Bunga. Sebenarnya tidak ada yang aneh, kecuali mata gadis itu yang sedikit membengkak.

Sandra mengiyakan, menceritakan kalau Bunga paling tidak bisa mengeluarkan air mata walaupun hanya sebentar. Matanya akan langsung membengkak dua menit setelah menangis. Bunga diam dan fokus pada batagor di depannya. Ia mengunyah dengan pelan, entah kenapa keberadaan Chandra membuat ia jadi malas melakukan apapun, kecuali menutup wajahnya.

Bunga (COMPLETE)Where stories live. Discover now