Confusion

1.7K 192 8
                                    


Taehyung terbangun dengan kepala sakit. Ia beranjak bangun dari sofanya, menghampiri konter dapur. Sebelah tangannya meraih gelas bening, lalu dituanginya dengan air dingin dari kulkas.

Dalam diam, Taehyung tercenung memikirkan kejadian sore tadi. Meski mabuk, ia bukan tipe orang yang dengan mudah melupakan kejadian saat dirinya setengah sadar.

Ia masih bertanya-tanya alasan sesungguhnya Jungkook menciumnya—di bibir.

Jemarinya bergerak pada bibirnya yang mungkin kini mulai lupa akan rasa ciuman yang singkat itu. Ia merasa aneh. Ia tak keberatan dengan apa yang Jungkook lakukan padanya. Ia tidak pula marah. Hanya saja tampaknya ada yang salah.

Menyadari perasaan Jungkook padanya sungguh suatu hal tak terduga. Ia pikir selama ini Jungkook menganggapnya tak lebih dari sekedar kakak laki-laki panutannya—hanya itu saja. Atau mungkin Taehyung saja yang terlalu bebal untuk menyadari segalanya?

"Huft..." Pemuda itu menghela napas panjang. Ia menyibakkan rambutnya ke belakang dengan gusar, lalu meletakkan gelas di atas konter setelah menenggak habis isinya.

Jujur, Taehyung bingung bagaimana harus bersikap pada Jungkook setelah ini. Apakah ia harus pura-pura lupa dan tak menganggap ada pernyataan perasaan Jungkook? Namun, dirinya merasa terlalu kejam kalau melakukan itu. Tak dianggap jauh lebih menyedihkan daripada ditolak mentah-mentah.

Tolak...

Taehyung tak yakin hatinya siap menyakiti pemuda manis itu.

Ia tak tega. Tapi...

Tapi kalau ia terima pernyataan sukanya padahal hatinya sendiri masih penuh ketidakyakinan, bukankah itu sama jahatnya? Ia lebih tak mau mempermainkan perasaan Jungkook yang tulus itu.

"Ugh! Aku bingung harus bagaimana." gumamnya lirih.

Di saat sulit seperti ini, Taehyung takkan berpikir dua kali untuk menghubungi Jimin dan minta masukkan. Namun beberapa waktu belakangan ia melihat ekspresi sahabatnya itu tampak keruh karena sebab yang tak diketahuinya. Taehyung merasa tak ingin membebani Jimin dengan masalahnya. Ia pun bertekad untuk menyelesaikan semua ini sendirian.

Pemuda itu berjalan masuk ke kamarnya. Ia menanggalkan seluruh pakaiannya dan bergerak masuk ke kamar mandi. Ia hidupkan air hangat pada shower-nya, lalu mulai membasahi diri di bawahnya. Ia sedikit berharap, pikiran dan hatinya akan kembali jernih setelah mandi.

***
Jimin menggenggam tangan Yoongi erat. Sudah sejak sore ia pergi ke rumah sakit karena Hoseok mengabari soal adiknya. Pemuda itu masuk UGD dan butuh transfusi segera. Kondisi fisiknya benar-benar turun beberapa minggu terakhir hingga ia harus absen total dari sekolah.

Ini hampir tak ada bedanya seperti tahun lalu dimana Yoongi sempat sekarat dan hampir mati. Karena tak masuk sekolah hampir satu semester dan melewatkan ujian akhir, Yoongi tak naik kelas dan berakhir di tingkat yang sama dengannya dan Taehyung. Bagaimanapun Jimin merasa prihatin dengan kondisi pemuda yang sudah dianggap seperti kakaknya sendiri itu.

Tapi Yoongi tak pernah menganggapnya seorang adik...

Itu kenyataan pahit yang harus diterimanya. Bahkan hingga kini Jimin tak tahu pasti perasaannya yang sungguh-sungguh pada Yoongi. Ia tak menampik kenyataan bahwa dirinya merasa bahagia bersama dengan pemuda itu. Momen lucu, sedih, bahagia maupun panas yang terjalin di antara keduanya sudah jadi salah satu memori terindah untuk Jimin.

Ia sungguh merasa sayang pada Yoongi dan secara tulus ingin pemuda itu bahagia. Namun di sisi lain, Taehyung adalah sosok spesial yang ia cintai. Tak terhitung tahun sejak ia jatuh cinta pada sahabatnya itu. Mana mungkin ia bisa melupakan perasaan yang telah terukir kuat itu begitu saja? Dalam hatinya yang terdalam, ia sungguh berharap bisa berjalan beriringan bersama Taehyung sebagai sepasang kekasih.

LOVE - FIGHT - OH! [ KookV / KookTae]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang