#049 bagasstories

3.8K 519 8
                                    

Bagas&Alin video call, the longer the merrier

Ada banyak cara bagi seseorang untuk menghargai semua kenangan manis yang pernah terjadi di hidupnya. Ada yang dengan niatnya menjadikan kenangan itu sebagai barang cetak seperti foto atau lukisan, ada juga yang hanya sesimple membicarakan kembali kenangan tersebut, sebagai tribut untuk apa yang hilang tapi membekas, juga sebagai perwujudan rasa rindu.

Point yang kedua dilakukan Bagas dan Alin malam itu. Malam dimana mereka menunggu jarum jam berhenti tepat di angka dua belas malam, yang menandakan pergantian hari ini ke hari baru. Ringkasnya, malam itu Alin dan Bagas sedang menunggu tanggal resmi pacaran mereka di tiga tahun yang lalu.

Iya, mereka mau merayakan anniversary yang ketiga.

"Gak kerasa ya, Lin, udah tiga tahun aja padahal kayak baru kemarin aku nanya kenapa kamu gak pake name tag.." ucap Bagas sambil menatap Alin lewat layar hapenya. Sebenarnya ya, demi menghemat biaya, kenapa anniversarynya gak dirayain bareng bareng aja? Langsung face to face gitu supaya lebih terasa perayaannya?

Maunya begitu, tapi Alin, si kakak dari satu adik laki laki itu pulang ke Bogor karena tidak mau melewatkan pertandingan basket si adik siang tadi dan besok sorenya.

Bagas bisa apa selain mengijinkan dan tidak bisa menyusul karena himpunan sedang sibuk sibuknya.

"Iya, Gas, kamu tuh kenapa sih ya dulu kok nanya pertama kali malah tentang name tag.." Alin bertanya dengan raut muka bingung.
"Sebenernya, Lin, kamu mau tau cerita aslinya, ga?"
"Kenapa tuh?" Tanya Alin balik, ia siap mendengar cerita apapun dari Bagas karena suaranya selalu sukses membuat Alin merasa sedang didongengi.
"Aku dulu itu, sebenernya udah perhatiin kamu dari jauh, dan dari lama, tapi aku susah dapet alesan buat ngomong sama kamu," Jelas Bagas sambil tersenyum tulus, mengenang hal yang dia lakukan dulu untuk Alin, "Terus ada hari itu, hari dimana kamu gak pake name tag. Aku kan mantau, jadi aku wajib tanya kamu. Sialnya kamu hari itu dimarahin komdis malah jadi rejekinya aku karena akhirnya bisa ngobrol sama kamu walaupun sebentar." Alin tertawa senang atas penjelasan Bagas, ternyata dulu, ketika Alin masih sangat sembrono sebagai seorang maba, dia malah diperhatikan Bagas, yang tidak pernah ia kira akan jadi pacarnya sekarang.

Jam 10.45, masih ada waktu beberapa jam lagi menuju jam 12.00. Sebenarnya ya, kalau bukan karena itu Bagas atau itu Alin yang menjadi lawan bicara keduanya, mungkin video call akan terasa begitu membosankan dan mungkin saja kehabisan topik pembicaraan. Tapi, syukurlah Bagas memiliki Alin yang banyak bertanya dan banyak bercerita, jadi, gak perlu khawatir video callnya berubah jadi pertandingan tatap muka saja.

"Gas, waktu kecil kamu makan apa ya kok gedenya kamu baik banget?" Alin bertanya sambil merapikan rambutnya. Bagas di balik layar tanpa henti mengagumi Alin yang walaupun tanpa make up pun sudah cantik.
"Makan nasi, lah, masa makan bayi. Aku baik itu bukan karena apa yang aku makan, Lin, tapi karena didikan dan lingkungan aku."
"Lingkungan? Padahal lingkungan kamu itu si Adit sama Arsen loh, aku bingung, mereka kan rada begitu.." Bagas tertawa karena kata 'rada begitu'-nya Alin itu mengandung banyak makna, dari negatif ke positif yang hanya sedikit.
"Mereka baik, Alin, kamu liat mereka pas lagi gilanya aja sih, aku udah dari kecil sama Adit, aku tau aslinya dia itu. Kalo kamu mau tau arti gentleman, nah itu kamu bisa liat di Adit. Dia memperlakukan semua sebaik mungkin. Dari kecil udah keliatan, pas SMA juga sama. Lalu Arsen, dia pinter, dan istilah manner maketh man itu beneran dia deh." Jelas Bagas dengan bangganya. Iya, dia tau teman temannya itu kadang semprul tapi Bagas tau juga kalau teman temannya itu patut dibanggakan.
"Percaya sih, Gas, banyak yang ngomongin juga. Lagian geng kamu itu kayak gak ada kurangnya." Tandas Alin seperti sedang fangirling terhadap geng Bagas tapi idolanya cuma Bagas seorang.

Bagas yang kecil itu, yang sering dibully Arsen, yang sering jadi korban ejekan Adit dan Aga.

"Kamu inget waktu kamu ilang helm terus aku malah kata-katain kamu pendek ga, Gas?"
"Inget, aku lagi kena musibah, malah enak aja ngejek, padahal kamu lebih pendek dari aku, ya?"
"Abisnya lucu sih, Gas, waktu pertama kamu bilang kamu kemana mana pake motor. Ya aku bingung emang kaki kamu sampe ke bawah? Kalo dilihat dari jauh kamu itu kecil kayak minion." Jelas Alin sambil membuat reka minion dengan jari telunjuk dan ibu jari.
"Minion kan lucu, gapapa aku dibilang minion."
"Tapi minion gak punya leher, mau kamu gak punya leher?"
"Daripada gak punya malu?"
"Itumah si Adit, Gas.." sebenarnya ya, entah apa yang membuat Alin dan Adit itu seperti kucing dan anjing. Tidak pernah bisa akur dan jelas, tidak pernah bisa diam juga mulutnya untuk saling nyinyir.
"Heh, gak boleh gitu nanti orangnya denger. Lagian hari ini kayak aku yang gak punya malu."
"Kenapa deh?"
"Tadi dia beli nasi padang, terus dia ke sekre terus dia pergi dulu kayaknya nganter nabila pulang atau apa aku gatau, terus aku abisin nasi padangnya dia deh soalnya lama juga anaknya gak pulang pulang," jelas Bagas sambil bisik bisik takut si korban bernama Adit itu tiba tiba muncul dan menyiksa si kecil bernama Bagas. "Terus pas dia balik, dia bingung, kok nasi padangnya ga ada. Terus aku bilang aja dia gak bawa nasi padang. Terus dia malah bilang oooh, iya.. begitu katanya, Lin, aku jadi ngerasa dosa udah makan nasi padang dia, terus pake bego begoin dia juga."
Alin tertawa cukup keras karena ulah iseng Bagas itu. Ternyata si kecil kepunyaannya itu bisa juga berbuat onar. "Bagas ih ada iseng isengnya juga ya kamu itu, aku kira yang kenal mesjid gak pernah jailin temennya..." jawab Alin sambil susah berhenti tertawa.

Satu jam setengah sudah lewat. Pukul 12 malam tinggal dalam hitungan menit lagi. Banyak yang sudah dibicarakan selama 3jam kebelakang dari mulai hilang helm, masa kecil Bagas, masa SMA bagas, cerita Alin, bahkan sampai arisan Alin diceritakan.
"Capek gak, Lin?" Tanya Bagas sesaat setelah mereka berhenti tertawa.
"Capek apa, ngobrol gini? Nggak dong.."
"Bukan, kamu ngurus acara capek, ga? Tugas kamu kan masih banyak katanya, the daynya tinggal empat hari lagi, kan?"
Raut wajah Alin tiba tiba berubah menjadi kelabu. Bibirnya melengkung kebawah. Satu topik ini bisa mengganti mood Alin dengan cepat "Itu, iya capek kalo itu, Gas, mana aku kerja sendirian nanti, yang lain pada pulang.."
"Semangat ya, sayang, kalo ada apa-apa bilang aja sama aku, nanti aku tolong kok pasti, sebaran aja aku bantu kan kemarin? Jadi kalo perlu bantuan lagi, bilang ya, yang berat berat juga gapapa, aku pasti bantu." Tawar Bagas dengan tulusnya. Lengkap dengan satu senyum tergemas yang membuat Alin semakin kangen si mas pacarnya itu.
"Iya, Gas nanti aku kasih tau lagi kalo aku perlu bantuan kamu, ya? Makasih loh, padahal tugas kamu juga banyak..."
"Kewajiban pacar, Lin, kalo kata Arsen," jawab Bagas tanpa ragu, "Kerjaan aku banyak tapi bantuin kamu juga termasuk kerjaan aku, jadi ya harus aku kerjain juga."

Siapa ya di dunia ini yang gak mau punya pacar seperti Bagas? Laki laki yang baiknya tidak ada dua ini sudah cocok diberi penghargaan lelaki siaga dan penuh tanggung jawab. Sudah gak heran lagi kalo Alin diam diam selalu membanggakan Bagas ke teman temannya yang lain. Padahal Alin tau, semakin dibicarakan, semakin jatuh cintalah orang pada sosok Bagas Perdana.

Tapi Alin gak peduli. Karena seberapa banyak orang jatuh cinta sama Bagas, gak ada satupun yang bakal Bagas tanggapi lebih, karena Bagas maunya hanya Alin.
"Biar aja orang mau bilang naksir atau apa juga. Yang penting yang aku taksir beneran itu namanya Danisha Aline, yang ini." Begitu jelasnya beberapa bulan silam sambil menyubit pelan hidung Alin.

"Selamat tiga tahunan, Alin.."
"Selamat tahun ketiga, Bagas." Ucap keduanya secara serempak.

Sebenarnya, baik Alin atau Bagas tidak pernah benar benar menghitung. Tapi malam itu rasanya seperti penting sekali dirayakan karena, yaaa, itu tahun ketiga mereka bersama sama.

"Semoga ada tahun tahun berikutnya ya, Lin, dan semoga kitanya masih kayak gini, bukan masih videocall-an tapi masih sama sama sebagai Bagasnya Alin dan Alinnya Bagas." Jelas Bagas dengat sangat happy. Semuanya terlihat dari matanya yang berbinar dan matanya yang hilang ketika Bagas senyum terlalu lebar sebagai tanda kebahagiaan.

"Aamiin, semoga sayangnya gak berkurang ya, pak Bagas." Jawab Alin, sama happynya dengan Bagas.

Bagas berhenti tersenyum sebentar, "Kalo masalah sayang itu gak usah diingetin, Lin. Sayangnya aku ke kamu nambah terus, kok, kalopun berkurang itu pasti cuma 0.1, itu juga gak mungkin." Tutur Bagas dengan detailnya. "Sekali lagi, selamat tiga tahun, ya, bu Alin, jangan banyak khawatir sama aku nanti cepet tua. Yang dibanyakkin sayangnya aja, biar cepet nikah dan tua sama sama."

allthingsnice 1.0Where stories live. Discover now