12. Scheduel

6.1K 921 24
                                    

Menyesap kopi berkadar glukosa sedang dengan menatap hamparan lavender menawan mengilili pagar berwarna susu di pagi hari yang dilukisi kemerlip cahaya, ialah sekian dari wujud nyata bernama surga dunia. Sangat efisien mengikis lelah yang menggunung.

Aku mengerling, gelas bermodel kembar di tatakan seberangku bergeming. Hanya sedikit berkurang genangannya karena tidak bertuan. Usai beranjak spontan seraya berseru heboh, Hoseok berlari masuk ke dalam. Entah apa yang dikerjakan hingga belum kembali setelah hitungan menit berlalu.

"Yumi!"

Kontan aku merotasi posisi. Dia muncul bersama air muka getun. Kutaruh gelas bercairan candu itu ke alas. "Kenapa? Ada apa?" tanyaku.

"Apa Yumi tahu sepatu Hoshiki yang berwarna hitam kabur ke mana?" tanya Hoseok, intonasinya melesu.

"Hitam?" Aku mengangkat tubuhku berdiri. "Setahuku, sepatu hitammu bukan hanya satu. Katakan dengan jelas, yang mana?"

"Hitam bergaris-garis merah bertali biru, pernah Hoshiki pakai sewaktu Hoshiki dan Yumi pergi ke rumah sakit Kookie. Hoshiki mencarinya, tapi tidak ketemu!"

Ketika racauannya berhenti, lekas aku menggamit lengannya, kami menelusur. Ya, aku tahu di mana benda yang dia maksud, sebab aku yang menyimpan. Parahnya lagi, aku tidak mengembalikan sepatu itu ke tempat asalnya. Lantas hatiku terkikik dalam diam.

Hoseok bertanya, "Yumi tahu?"

"Iya." Aku bersikeras menahan leherku yang hendak menoleh. Andai aku menuruti, maka tidak akan terbendung lagi gelakku.

"Woah, Hoshiki pikir sepatunya merajuk karena Hoshiki jadikan kesayangan!" erangnya gembira.

Empat telapak berbalut sandal bulu sudah menggilas lantai ruangan tempat berbagai macam benda disimpan. Aku melepaskan gandenganku pada Hoseok guna menyeret diri ke sudut ruang. Berjongkok lalu mulai mengubrak-abrik lima lantai loker di sana.

"Mengapa ingin memakai sepatu itu? Acara baru dimulai nanti malam, 'kan?" tanyaku tiba-tiba.

Acara? Ya, malam ini aku dan dia harus menghadiri satu acara peresmian cabang perusahaan Jung Group yang baru selesai di Jerman. Salah, bukan itu alasan mengapa kami harus hadir. Namun, acara super mewah ini merupakan ajang pembuktian, bahwa keluarga Hoseok tetap kokoh dan makin kuat karena memenuhi salah satu dari dua ultimatum yang mereka terima.

Semuanya pasal kudeta.

Hoseok melipat bibir menggulirkan kelerengnya. Tempo kedipnya melambat. "Eung, selama Hoshiki hadir di pesta, Hoshiki tidak pernah disuru memakai sepatu itu."

Ah iya, benar juga. Spesies aristokrat macam Hoseok mana mungkin memakai sepatu santai di acara kaum birunya. Benda yang membawa masalah sudah kucengkeram, segera kupindah alih kepada Hoseok. "Lalu?"

Ucapan terima kasih Hoseok begitu manis. Sepertinya, perhitunganku bahwa mengurus dia akan merepotkan, berhasil dirusak secara mutlak. "Ada restoran yang ingin Hoshiki kunjungi, dan Hoshiki mau Yumi ikut," papar Hoseok.

"Ada yang ingin kau coba?"

"Hm!" Anggukannya kelewat tegas. "Yumi mau, 'kan?"

Sama halnya, aku mengangguk. "Oke."

"Yeay!" Tiba-tiba bibir Hoseok menyapu pipi kananku. "Terima kasih, Yumi!" Kemudian membawa sepatunya berlari.

Astaga, si bayi besar nakal!

*****

Cicitan dari bibir serta dentingan garpu dan sendok beradu dengan piring berbeda membaur, menghasilkan harmonisasi ramai di ambang kehangatan. Omong-omong, baru beberapa menit yang lalu aku berdiri di depan kasir. Tentu untuk membayar terhadap apa yang telah aku dan Hoseok santap.

Come to YouWhere stories live. Discover now