17. A Past and Trouble

8.6K 951 176
                                    

Kudapati terjaga kali ini bersama dengan rasa menyengat di sekujur tubuh, dan paling parah, di titik vital makhluk hidup kebanyakan. Entah permainan Hoseok semalam terlalu liar atau ini kali pertamaku melakukannya, aku pun tidak tahu. Sinar matahari yang merangsek paksa tidak kuindahkan, malah berpaling pada muka tidur Hoseok sejengkal di atasku. Ya, aku tidur di lengannya, di pelukannya. Tidak berselang lama, kuintip celah di balik selimut. Ternyata polos.

Semalam merupakan waktu terpanjang Hoseok berada di titik normalnya, dan aku sangat kerepotan. Akan tetapi, di lain sudut juga menyenangkan sekaligus menggairahkan. Sontak mataku tertutup erat, upaya menahan malu. Tahu, ini cukup menggelikan.

Erangan dan geliatan mengisyaratkan lelaki di sebelahku ini akan terbangun. Benar saja, kelopak mata Hoseok berkedut-kedut, mungkin upaya keras untuk terbuka.

"Pagi," sapaku seraya menyingkirkan tangannya agar dia dapat meregang dengan mudah.

"Pagi, Yumi." Suara serak Hoseok kala bangun tidur meninggalkan kesan tersendiri di telinga. Seperti dilimpahkan adiktif. Mengambil jeda, dia bangkit dari berbaring, menyenderkan punggung selayaknya rutinitas. Melakukan berbagai gaya peregangan, Hoseok berujar, "Ugh, kenapa badan Hoshiki pegal-pegal semua, ya?"

Bukankah keterlaluan? Memang kami sama-sama menanggung imbasnya. Biarpun demikian, bukankah semestinya itu kalimatku? Aku yang lebih pantas mengatakannya, dasar pria ini. Dengan tidak acuh, aku menyibak selimut kemudian berdiri.

Mendadak Hoseok berseru, "Huah! Kenapa Yumi telanjang?!"

Tanganku meraih piyama Hoseok yang tergeletak di dekat kakiku. Aku menoleh, mendapati dia menutup mata, tetapi masih ada celah-celah akibat sekat jarinya. Ada apa dengan lelaki Jung ini, sebegitu kagetnya, padahal bukan kali pertama menyaksikan.

"Kenapa baju Hoshiki ada di tangan Yumi?" Nadanya tetap meninggi. Tiba-tiba manik Hoseok bergulir ke bawah, tepat pada selimut yang tersingkap. "Huah! Kenapa Hoshiki juga telanjang?!"

Kepalaku sedikit meneleng kemudian menaikkan satu alis. "Kau lupa apa yang kita lakukan tadi malam?"

Tercipta jarak waktu hening, mungkin Hoseok tengah berpikir. "Ah, Hoshiki ingat!" Dia melepaskan tangkupan bersama tawa garingnya. Aku lantas menggeleng maklum. Segera kutuntaskan kegiatan memakai pakaian Hoseok yang tertunda, lumayan menutupi pinggul. "Yumi, kalau cium itu tanda sayang lalu yang semalam itu tanda apa?" tanya Hoseok.

"Tanda cinta," tukasku sigap. Ya, aku hanya mengambil partikel cinta dan membuang sisanya.

"Hoshiki mau lagi!"

Tenggorokanku tercekat. Aku sangsi atas sinkronisasi terkait pemahaman versiku dan menurutnya sendiri. Lantas aku berdeham. "Mau apa?" Intonasiku bergetar.

Cengiran Hoseok kelewat lebar. Bahaya. "Tanda cinta!"celetuknya.

Mataku terbeliak. Akan terjadi kegugupan serta kalap yang menjadi-jadi, jika saja aku tidak mendapati keganjilan dari gestur dan sirat mata Hoseok. Aku mendengkus seraya berkacak pinggang. "Hei, bayi besar, jangan sembarangan memanipulasi kelebihanmu! Aku tahu, kau pura-pura."

Alih-alih menyadarkan diri, Hoseok justru terkekeh hebat. "Lalu, apa kau berencana menghukumku? Jika hukumannya berupa tanda cinta, detik ini juga aku rela."

Tertutup rapi oleh tingkah menggemaskan, hakikatnya, aku tidak tahu kalau Hoseok rupanya semesum ini. Lihat, dia mulai berulah dengan mengibas selimut sambil mengerling. Aku menyeringai lalu beringsut merayap ke tempatnya. "Kau sedang bermain api, Jung Hoseok!"

Manik Hoseok berbinar cerah sekoyong-konyong. "Oh, kita jadi melakukannya? A-aduh!"

"Tidak!" tolakku. Aku tersenyum puas menyaksikan Hoseok mengaduh akibat cubitan cepatku di pipinya, dan kemudian kuberikan ciuman singkat di bibir. Hebat juga progres kesehatannya. "Sana, bersihkan dirimu!"

Come to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang