Biarkan Tetap Menjadi Misteri

519 50 123
                                    

6288552440552880523444072(222)27775588

SMS dari Fion masuk ke ponsel Aliya. Gadis itu bingung melihat angka-angka berderet pada display ponselnya.

"Dasar Fion, apaan sih yang dia kirim?" gerutu Aliya di atas pembaringannya yang empuk. Alisnya menyernyit menimbulkan kerutan halus di dahinya.

Fion yang baru saja mengirim SMS malah tertawa kecil.

Aliya:
SMS apaan tuh barusan?

Delfion:
Itu teka-teki terbaruku

Aliya:
Dasar, sok detektif banget sih
Pake main teka-teki segala

Delfion:
Hehehe...
Jawab aja tuh teka-teki.
Ntar kamu jawab pertanyaannya, ya... ^_^

"Huh! Fion nyebelin! Aku udah mau tidur malah ditantang dengan teka-teki begini. Malah angka semua lagi. Dari sisi mananya sih yang bisa dibaca?!" kesal Aliya entah pada siapa. Oh dia kesal pasa Fion rupanya. Berhubung orang yang menjadi penyebab kekesalannya sedang tidak berada bersamanya, gadis itu hanya melampiaskannya pada diri sendiri.

Aliya begitu berkutat mempelototi angka-angka itu. Ia berguling-guling, menggigit jari, bahkan kini ia berusaha untuk memutar otaknya yang kadang macet dan terkadang dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Fion senyum-senyum sendiri sambil berbaring di atas kasurnya. Dalam hati ia berharap semoga Aliya dapat memecahkan teka-teki itu sebelum hari mencapai tengah malam. Masih setia memandangi ponselnya.

Aliya:
Eh anak idiot, minta pentunjuknya dong!

Delfion:
"Dia di langit dan terkadang ia berjumlah 41 buah"

Petunjuk dari Fion malah makin menambah rasa nyut-nyutan di kepala Aliya. "Bocah nakal! Apa hubungannya angka-angka terkutuk ini dengan 'sesuatu yang ada di langit dan terkadang berjumlah 41 buah?" protes Aliya yang makin menambah jumlah kerutannya.

Aliya:
Petunjuknya nggak jelas
minta clue yang lain dong!

Delfion:
Ok... ok...
"Dalam serial Detective Conan, pernah ada rasa tidak percaya, tapi saat terdesak ia akan percaya"

Petunjuk baru pun tidak dapat memberi Aliya sebuah ilham untuk segera memecahkan teka-teki Fion. Ia lalu memutuskan untuk mengabaikannya dan segera tidur karena waktu sudah menunjukkan pukul 22.55 waktu ponsel Aliya. Namun naluri kedetektifannya memprotes keinginannya untuk tidak membiarkan suatu kasus yang haus untuk segera dipecahkan. Maka peperanganpun akhirnya pecah dalam diri Aliya. Rasa kantuk yang teramat sangat VS naluri kedetektifannya yang mulai membara. Dan hasil akhirnya, nafsu memecahkan teka-teki berhasil mengalahkan rasa kantuk.

Aliya kembali berkonsentrasi dengan angka-angka yang tak urung dimengerti oleh otaknya yang pas-pasan. Segala cara ia pakai untuk memecahkan teka-teki itu. Namun tak membuahkan hasil. Padahal sebelumnya Aliya mampu memecahkan beberapa teka-teki dan pertanyangan dari Fion. Meski dengan susah payah tentunya.

"Tunggu dulu, petunjuk yang kedua ini rasanya mirip dengan sesuatu yang menyangkut 'perasaan'. Tapi mana mungkin Fion si bocah kelas 1 SMA yang isi otaknya cuma dipenuhi kasus-kasus cerita misteri itu mengungkit-ungkit masalah 'perasaan'? Nggak mungkin banget! Kalau pun benar, apa hubungannya dengan petunjuk pertama yang mengatakan 'sesuatu yang ada di langit dan terkadang berjumlah 41 buah' itu?" kata Aliya seraya berpikir memacu otaknya berkerja keras. "Aaarrgghhh ...! semakin rumit saja."

Aliya tidak benar-benar menemukan titik terang. Semakin lama Aliya semakin tidak mengerti. Baru kali ini ia merasa sangat sulit memecahkan teka-teki dari Fion. Si maniak Conan itu benar-benar membuat Aliya merasa K.O!

"Aaarrrggghhh ...! Aku nggak akan nyerah. Aku yang sudah kelas 3 SMA ini nggak boleh kalah dari bocah itu!"

Sementara itu, Fion yang menanti-nantikan jawaban dari Aliya kini mulai gelisah. Cemas jika Aliya tidak dapat memecahkan teka-tekinya. Sambil berbaring, Fion menatap langit-langit kamarnya. Pandangannya menerawang, jiwanya mengembara, wajahnya menunjukkan ekspresi tidak karuan.

"Hhh... Aliya, cepat pecahkan teka-tekinya. Aku bertaruh pada satu kesempatan ini"

Aliya:
Hebat ya.
kau berhasil membuatku selangkah pada penuaan.
Minta clue lagi dong!
Habisnya dua clue yang sebelumnya aku nggak ngerti-ngerti juga


Delfion:
Lihat Venus

Aliya tidak tahan lagi, ingin rasanya berteriak tepat di lubang telinga Fion agar kupingnya terkena penyakit tuli. Aliya kesalnya sudah mencapai level tingkat dewa. Kondisinya kini mirip dengan judul lagu Peterpan "Diatas normal" yang liriknya "kaki di kepala kepala di kaki."

"Fion menyebalkan! Petunjuknya makin ngaco aja!" kata Aliya setengah berteriak karena kesal.

"WOOIII BERISIK!!!"

Itu Dilla, adik perempuan Aliya yang tadi sudah tertidur lelap di kasur seberang namun terbangun akibat keributan yang dibuat kakaknya. Aliya dan Dilla memang berbagi kamar sejak jaman masih balita.

"Iyaa iyaa... maaf." Aliya berucap nyaris berbisik. Memasang tampang bersalah. Namun Dilla tidak peduli dan melanjutkan tidurnya.

Aliya:
Ok aku nyerah...
Aku nggak sanggup memecahkan teka-tekimu kali ini.
Sekarang kamu beritahu aku jawabannya saja

Fion lama terdiam menatap SMS Aliya. Ia lalu tersenyum namun dengan ekspresi penuh kekecewaan.

Delfion:
Biarkan tetap menjadi misteri... ^_^v

"Apa-apaan ini! Dasar Fion si bocah detektif itu maunya bikin orang pusing aja!" Aliya lalu membanting ponselnya di kasur dan langsung membungkus tubuhnya dengan selimut.

~fin~

Ditulis: Juli 2011
Diedit: 23 Juli 2018

Ice Cream Stories (Kumpulan Cerita Pendek)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang