Anak Kecil

61 12 64
                                    

Gue lagi dudusan, alias duduk santai menikmati secangkir hangat milo sambil ngeliatin Fatra sama mama gue main ular tangga. Adik gue yang paling kecil itu satu-satunya cowok di rumah gue. Soalnya Bapak gue gak tinggal di rumah. Gue perhatiin wajah  imutnya yang ngalahin cewek itu kadang terliat kesepian. Dia mungkin butuh teman sebaya buat maen bareng. Namun, ada beberapa hal yang enggak pernah gue suka di lingkungan tempat tinggal gue.

Waktu masih kecil, gue punya teman sepantaran. Mereka anak tetangga, namanya Anggi, Ayu, Husna, dan Dilla. Mereka anak-anak yang ambisius. Kami paling suka main di daerah pekarangan rumah gue, soalnya lebih luas dan banyak tempat untuk bereksplorasi, mulai dari maen kelereng, kenja, bubar, monopoli, kartu joker, ular tangga, bahkan main rumah-rumahan. Semua jenis permainan kami lakukan.

Awalnya gue fine-fine aja. Tapi lama-kelamaan gue nggak bisa ngikutin rutinitas mereka. Mereka hobinya main dari pagi sampe sore. Kalau lagi bulan ramadhan sampe malam pun jadi. Mereka gak ada capeknya. Hal yang paling mendasar yang bikin gue enggak sreg karena mereka suka main curang. Mengambil mainan gue dan kakak gue untuk mereka sendiri. Jika merasa diabaikan, mereka akan melaporkan semua itu kepada mama mereka. Mereka makin menyebalkan.

Fatra adalah anak yang menurut gue pintar. Waktu gue seumuran dia, gue gak bisa melakukan atau tahu banyak hal. Namun, dia yang baru menginjak usia hampir empat tahun itu sudah mengenal abjad, warna, dan angka.

Pernah suatu ketika, waktu itu fajar belum terbit, tapi gue udah mengenakan baju seragam sekolah.

“Ria ...  mau ko ke mana? Mau ko pergi sekollah? Belum pi buka sekollamu, nda datang pi juga Ayu sama Della (Ria ... kamu mau ke mana? Ke sekolah? Sekolahmu belum buka, Ayu dan Dela belum datang juga)."

Apa ini yang dipikirkan anak kecil seumurannya? Gue heran dengan pimikirannya tentang apa yang di sekitarnya. Dia terkesan anak karbitan, sudah tua belum waktunya. Dia paham kalo mama pulang dalam waktu yang lama karena mencari rezeki untuk kami. Dia paham kalo ayamnya yang diberi nama Justin Bieber itu harus dimasukkan ke kandangnya agar tidak bertelur ke mana-mana. Yess, Justin disini adalah betina.

Back to the topic, Anak kecil sangat rentang dengan lingkungan sekitarnya. Fatra sering bermain dengan handphone, bahkan saat berumur hampir tiga tahun. Sedikit-sedikit berusaha untuk mengoprasikan notebook. Hal yang paling aneh, dia suka bermain dengan peralatan masak-memasak. Asli, bukan mainan.

Saat ikut bersama mama dan bertemu dengan anak kecil sebaya, si Fatra memang bisa bermain dengan normal. Tapi kalo ada yang berusaha mengambil mainannya, dia akan membuat anak orang menangis. Anak-anak sangat suka mencari perhatian orang dewasa, tapi Fatra punya cara yang unik bin aneh. Dia akan mengatakan karyuu no tekken, tenryuu no hokou atau langsung main pukul. Oke, kau pikir kau berasal dari Fairy Tail?

Kakak gue sekarang udah semester 3, kuliah di jurusan Sastra Jepang, Unhas. Kalo dia pulang ke rumah, entah mengapa mereka terlihat seumuran.

Aii, Pergi ko. Nda kusuka ko! (Ih, pergi kau! Aku gak suka kamu!).” Kakak gue nggak pernah suka digangguin.

Musuka ka'! (Kau suka padaku!)” Jawaban si Fatra jelas saja pemaksaan perasaan terhadapnya.

Berbeda dengan gue yang waktu kecil lebih suka ngabisin waktu main PS dan game di komputer.  Kalaupun anak tetangga datang dan ngajak main PS bareng, gue mikir beberapa kali. Biasanya kami main permainan Bloody Roar. Si Ayu yang rambutnya keriting disko paling jago main ginian. Sampe stick PS rusak dan harus diganti beberapa kali. Mengerikan. Gue mesti ganti permainan. Akhirnya, gue, kakak dan adik gue, yakni Kiki dan Fia sepakat memainkan Harvest Moon, dengan kakak sebagai gue player utama. Artinya, gue lebih suka nonton pas dia main.

Umur 12 tahun gue makin jarang main dengan anak tetangga. Mereka masih tetap aktif, sementara gue mulai serius buat ngelanjutin sekolah ke SMPN 1 Pinrang atas saran mama. Alhasil, adik gue Fia yang harus ngeladenin mereka kalo mereka lagi mau main bareng.

Setelah masuk SMP dan menginjak kelas VIII, gue kemudian nemuin orang-orang yang tepat buat diajakin main bareng. Main komikus, main game HM, masak beneran, dan ngehabisin waktu bareng-bareng.

Tapi yang membuat gue kepikiran, bagaimana karakter adek gue nanti. Gue aja sudah jadi anak aneh yang tertutup dengan lingkungan sosial di sekitar rumah, gimana dengan Fatra yang gak suka keluar rumah buat maen sama anak tetangga? Yah, mudah-mudahan dia nemuin teman yang tepat di luar sana suatu hari nanti.

Hampir lupa, milo yang tinggal setengah di gelas bening ini sudah kehilangan kehangatannya. Kuteguk saja hingga tandas.

~fin~

Ditulis: 20 September 2013
Diedit : 27 Januari 2019

Ice Cream Stories (Kumpulan Cerita Pendek)Where stories live. Discover now