Part 05: ARROGANT MASTER

17.6K 1K 23
                                    

Perundingan kecil terjadi di antara Keryl dan Felix sebelum kedua orang itu berdiri di atas panggung kecil. Gadis itu mengambil mikrofon dan memegangnya dengan khidmat sedang partnernya siap di atas bangku hitam dengan jari lentik di atas tuts hitam putih.

“Sudah?” tanya si gadis.
 
Pria di sisinya menjawab dengan berkedip, sebelum denting lembut yang menghanyutkan menyeruak ke segala sudut ruangan. Suana menjadi tenang.

Even if I lose everything

Because someone is next to me

Ketika bibir pink Keryl bergerak, suara lembutnya mengalir seperti air yang menenggelamkan seluruh penonton di depan panggungnya. Dirasa ia sudah menyelesaikan bagiannya, Keryl menoleh sedikit, berniat membuat kode pada partnernya untuk bernyanyi juga, namun, ternyata, kontak mata mendadak terjadi antara mereka—keduanya bertatapan.
 
Keryl sedikit terkejut, getaran tidak jelas menjalar ke jantungnya karena hal itu. Untungnya, Felix dengan cepat memutus kontak matanya lebih dulu dengan menundukkan kepala. Melihatnya, Keryl benar-benar tidak bisa menolak kagum pada pesona orang itu.
 
“When I’m alone and lonely ... You stayed by my side,” Felix mengambil bagian liriknya dengan santai, suaranya yang sedikit berat membuat orang-orang merinding dibuatnya.

Mereka terus bernyanyi, saling bersahutan menciptakan duet yang elegan dan menawan. Pesona mereka melumpuhkan dengan chemistry yang dalam, seperti dua orang yang dapat terhubung satu sama lain melalui ikatan lama. Namun, terlepas dari semuanya mereka hanya remaja yang baru saja berkenalan.
 
"Stay here forever." Lagu itu berakhir dan sorak sorai penonton meletup di seluruh restoran. Bahkan orang tua mereka berteriak bangga dan memuji dengan keras. Agak memalukan sebenarnya, tapi bukan masalah.
 
"Fantastis, Nak!" Tuan Choi berteriak senang.
 
"Luar biasa, kalian terlihat cocok!" Eden berdiri.

“Tidak terlalu buruk,” ungkap Chen acuh.
 
Keryl tersenyum senang dengan pujian yang ia terima, rasanya pujian kali ini terasa berbeda daripada pujian yang sering ia dapat. "Terimakasih," katanya.
 
-*-
 
Hari terakhir berada di negeri Ginseng Korea Selatan, Keryl pergi sekolah dengan perasaan campur aduk. Tidak tahu apa alasan ayahnya yang tiba-tiba mengajak mereka sekeluarga untuk menetap di London, tapi dengan sangat yakin dia menduga pasti berhubungan erat dengan bisnis ayahnya.
 
Seseorang menyenggol lengan Keryl sebelum duduk tepat di sebelahnya, "Apa yang kau pikirkan hingga melamun begitu?" tanyanya.

"Masa depan."
 
"Huh? Tidak-tidak pasti kau berpikir bagaimana jadinya setelah kau pindah ke London, kan?" Ody tersenyum, "jangan khawatir, semuanya tidak akan jadi seburuk yang kau pikirkan."
 
Keryl menghela napas, menatap Ody yang juga menatapnya, "Tuan Odelly cenayang?" tanyanya yang dijawab anggukan Ody. "Ya, aku belajar di Equador dulu."

"Sungguh? Kau mempelajarinya?" Keryl merespon semangat.
 
Ody terbahak, tidak menyangka bahwa temannya akan percaya dengan pernyataan yang sedikit tidak rasional itu. "Bodoh," Ody menyentil dahi temannya. Agak kesal. "Ayolah Key, aku hanya bergurau. Mana mungkin aku berguru untuk jadi cenayang?” tukas Ody.
 
"Hanya gurauan?"
 
"Menurutmu?"

"Nyata."

"Ya Tuhan ...." Meraup wajahnya dengan kesal, Ody melempar satu kaleng soda pada Keryl menyuruhnya untuk segera minum sebelum jadi semakin gila.
 
“Ah, sudahlah bisa-bisa aku ikut gila." Ody bangkit dari kursinya.

“Tidak menemaniku minum?”
 
“Aku temani, tapi kau disini saja dan aku akan latihan basket,” katanya.
 
“Sama saja itu tidak menemani Ody,” kesal Keryl.

"Aku pergi, jangan kemana-mana!” katanya.
 
Keryl mendengkus sebal sambil memandang lapangan basket di depannya, beberapa orang yang ia kenal berdiri disana sambari melakukan pemanasan dengan sedikit candaan, entah bagaimana Keryl tersenyum melihat mereka.
 
"Choi Jihyun!"
"Jihyun-ssi fighting, saranghae!"
"Jihyun oppa!"
"Oppa!"
 
Keryl kembali mendengar teriakan-teriakan fanatik dari para penggemar kakak dan temannya, "Mungkin, aku akan rindu ini."
 
Dalam beberapa ronde pertandingan, akhirnya bel pulang berbunyi, jika biasanya Keryl akan pergi ke kelas tambahan atau pergi ekstrakulikuler, maka hari ini berbeda. Di hari terakhirnya berada di Korea, ia harus cepat-cepat pulang dan mengemas barangnya. Entah sudah berapa helaan napas yang ia keluarkan rasanya dia tetap ingin terus mengeluh.
 
“Key! Keryl!" Karena panggilan dari jauh itu terbaikan, Rena berlari cepat untuk menyusul.
 
"Hei!"
 
Keryl terkejut karena tepukan tangan Rena, “kenapa kau melamun terus?”
 
“Hanya memikirkan bagaimana kehidupanku di London, dan beberapa hal rahasia,” jawabnya sambil membatin kalimat akhir.
 
Rena menghela napas lega, ternyata bukan hal serius. pikirnya. “Aku akan sangat merindukanmu."

“Aku juga, Soren-ie,” balas Keryl setulus hatinya.
 
Rena tersenyum, “Apa ini salam perpisahanmu? Memanggil namaku yang sebenarnya? Cukup manis.”
 
-*-
 
Persiapan selesai dan sekarang sudah menunjukkan pukul empat tepat, itu berarti satu jam lagi adalah jadwal penerbangannya.
 
“Ayo berangkat,” ajak tuan Choi.
 
Setibanya di bandara kota Seoul, mereka langsung menuju ke pesawat tujuan, duduk di kursi unit yang sudah di pesan. Masih ada waktu lima menit sebelum pesawat lepas landas, hal itu dimanfaatkan Keryl untuk berbincang via telepon dengan Rena dan Ody. Kedua sahabatnya itu terus-menerus mengatakan ‘rindu’ padanya.
 
“Bahkan belum ada sehari aku berpisah dengan kalian, dan kalian mengatakan rindu? Seberharga itu, ya, aku?”  tanyanya.
 
“Kau itu sahabat kami, jika kau tidak berharga apa artinya persahabatan ini?” Ody kembali bertanya.
 
Keryl terkekeh, “Drama sekali."
 
Telepon ditutup, dan dalam tiga belas jam perjalanan mereka berhasil sampai di London tepat ketika Eden sampai dengan keluarganya untuk menjemput mereka.
 
Eden tersenyum menyambut, "Selamat datang, waktunya sangat pas, jadi, mari pulang bersama,” ajak Eden yang disetujui oleh mereka semua.
 
Keryl berjalan gontai dengan merangkul boneka kuning, ia tampaknya sangat mengantuk karena tidak cukup tidur, jika diingat, gadis itu lebih suka memandangi awan malam dan bulan yang rasanya terlihat lebih besar. Soul of nature, katanya.
 
“Mangkanya jika aku menyuruhmu tidur, ya tidur,” ucap Chen.
“Nanti jangan tidur lagi, lihat aja alam sekitar,” sarkasnya.
 
Keryl mempoutkan bibirnya, tak tahu apa jika ia sedang mengantuk sekarang, kenapa kakaknya ini justru menyindirnya dengan ucapan sarkas begitu. Menyebalkan sekali.
 
“Sudahlah kak, lebih baik kau diam saja,”

Dua keluarga itu menaiki mobil yang sudah Eden siapkan, rencananya hari ini setelah kepindahan keluarga Choi. Mereka akan mengadakan sedikit pesta kecil untuk penyambutan. Namun, jika dilihat lagi rasanya tidak mungkin jika sekarang. Kenapa? Tentu saja karena mereka pasti lelah, untunglah sebagian besar urusan penting sudah diselesaikan oleh Eden. Jadi sahabatnya itu hanya tinggal mengurus beberapa bagian kecil.

Hair colour Academy [1 :: END ; Revisi]Where stories live. Discover now