Girl in the Darkness

18 6 0
                                    

Seorang pria muda tengah gemetaran memegang belati di tangan kanannya. Matanya memerah menatap ke arah danau berbentuk hati yang dipenuhi dengan bunga teratai. Rasa sesal dalam hatinya begitu besar sehingga membuatnya hendak melakukan pembunuhan bagi dirinya sendiri berkali-kali, namun selalu gagal ia lakukan.

Angin dingin menerpa tubuh kurusnya, ia tak peduli. Burung hantu terbang lalu lalang di hadapannya seakan berkata, "Pergilah dari sini kau makhluk dekil, tempat ini begitu suci untuk kau datangi!"

Jengkol Ferdinand menatap dirinya dari ujung kaki sampai dadanya dengan penuh kebencian. Ingin rasanya ia melepas raga kurusnya yang begitu kotor dan penuh bekas luka bakar.

"Andai ini tidak pernah terjadi padaku," ucapnya seraya menggores belati pada tangannya. Ia tercengang, belati itu tak sanggup menembus kulitnya yang tipis.

"AAAAAARGGGG! AKU INGIN MATI SAJA! AKU TAK SANGGUP MENAHAN PERIH DAN PANAS PADA KULITKU! LEPASKAN KUTUKAN INI, DEWI KEGELAPAN!!"

Teriakan Jengkol Ferdinand membuat binatang-binatang liar terbangun dari tidurnya. Serigala bergigi tajam serta babi hutan yang kelaparan tak luput dari sana. Jengkol diam dan menutup mulutnya seraya berlari menjauh dari tempat tersebut, tempat dimana ia seringkali ingin melukai dirinya sendiri namun tidak pernah berhasil.

"Hei, aku begitu menjijikkan, apakah rasa lapar sudah menutup mata kalian sehingga tega maratakan tulang belulangku?" tanyanya sambil terus berlari.

Disingsingkan lengan baju dan kakinya yang mengganggu langkahnya. Pandangannya lurus ke depan agar ia tidak tersesat dan terjerumus ke tempat yang lebih menyeramkan.

"Dewi Kegelapan sialan! Aku tau ini ulahmu! Tidak cukupkah kau membuatku seperti ini? Apa sebenarnya maumu?" teriaknya.

Jengkol mengehentikan langkahnya ketika ia melihat seekor babi hutan sedang mencabik-cabik tubuh seseorang dengan sadisnya. Matanya menyipit menatap tubuh itu. Bajunya, celananya, mirip dengan yang ia kenakan. Matanya kembali menyusuri tubuhnya dengan teliti.

"Itu seperti tubuhku," ucapnya lirih dengan napas tersengal.

*****

Jengkol Ferdinand terbangun dari tidurnya dan mendapati dirinya berada di tepi danau. Matanya menyapu tempat tersebut dengan seksama. Udara begitu segar, namun kesegaran itu hanyalah semu baginya. Ia meraba-raba tubuhnya yang sudah hancur oleh babi hutan tadi malam.

"Apakah aku sudah mati?" tanyanya.

"Kau sudah bangun?" tanya seorang gadis manis bergaun ungu dengan suara sangat lembut. Gadis itu tersenyum menatap Jengkol yang terkejut.

"Kondisikan wajahmu, karena wajahmu sungguh sangat jelek saat seperti itu," ejek gadis itu jujur.

Jengkol menelan ludahnya menatap gadis itu. Gadis manis yang selalu hadir dalam mimpinya, mimpi buruknya. Karena gadis itu, ia selalu berurusan dengan Dewi Kegelapan.

"Siapa kau sebenarnya?" tanya Jengkol dengan mata melotot.

"Minum ini," gadis itu menawarkan secawan air hangat pada Jengkol.

"Aku tidak mau!" tolak Jengkol.

"Hei! Kenapa kau tidak mau?"

"Aku tidak mengenalmu," ucap Jengkol penuh penekanan.

"Namaku Sekar Kemangi, sekarang kau sudah mengenalku jadi terimalah ini!" paksa Sekar Kemangi pada Jengkol.

"Namamu sungguh aneh, kemangi itu sebutan untuk lalapan di kampungku," ejek Jengkol.

"Ya, kau benar. Aku tercipta dari dari mereka yang tulus mengkonsumsi daunnya," jawab Kemangi sambil tersenyum. "Apakah namamu bagus? Coba beritahukan padaku?"

Short StoryWhere stories live. Discover now