Perpisahan

8 6 0
                                    

Namaku salsa, umurku 17 tahun. Aku tidak pintar menulis apalagi membuat sebuah karangan. Tapi aku tidak punya teman yang mampu berbagi kisah denganku, karna tidak ada satupun yang mengerti apa yang aku rasakan. Sehingga aku menuangkannya dalam goresan kecil bertinta hitam di atas kertas yang masih kosong ini.

Ini kisahku!

Malam yang memecahkan kesunyian, memberikanku rasa tenang, mengingatkan sebuah kenangan yang mengacung-acungkan telunjuknya, seolah aku harus mengingatnya, aku tidak bisa pergi dari kenangan. Rasanya kenangan ini masih saja menghimpit dan membuatku sesak.

Aku menyukai gelap, karna disetiap gelap tidak ada yang mendengar rintik air mataku yang terus jatuh berderai. Aku tidak bisa melupakannya, aku harus belajar menerima kenyataan, kenyataan bahwa dia bukan milikku lagi.

Flashback on

Triingg ....

Suara telepon berdering membuatku terbangun dari tidur.

"Salsa!" dia Dimas, pacarku yang sudah dua tahun ini menjalin hubungan jarak jauh denganku.

"Iya, Dim? Ada apa malam-malam menelponku?" dengan mata yang sayu, rasanya tidak ingin meninggalkan suasana yang hangat untuk kembali tidur.

"Bisa bicara?" nadanya mulai lirih, dan aku merasakan kesedihan di setiap penekanan kata demi katanya.

"Ada apa, Dim? Aku siap mendengarkannya," jawabku yang berusaha tegar mendengar suara gemetar itu.

"Aku tidak tau akan memulai dari mana, tapi aku harus mengatakan ini," nadanya begitu lirih dan mulai gemetar.

"Kenapa, Dim, kenapa?"

"Salsa mungkin hanya sampai sini hubungan kita, aku tidak bisa lagi bersama kamu, aku tidak sanggup menjalani hubungan jarak jauh seperti ini."

"Kenapa, Dim? Kenapa baru bilang sekarang, ketika aku lagi sayang -sayangnya sama kamu. Apa salah aku, Dim, apa? Bisa kamu jelaskan? Baru tadi siang aku mendengar kata sayang darimu. Apakah kamu punya wanita lain?" air mataku sudah tidak bisa lagi kubendung rasanya sudah tumpah tumpah begitu saja.

"Tidak, kamu salah. Aku hanya tidak merasakan lagi kehangatan dihubungan ini, tidak ada lagi ikatan yang kuat antara kita, Salsa."

"Apa karna kamu sibuk kerja, aku bisa mengerti itu semua. Aku tidak mau menjadi wanita yang egois!" sesak di dadaku menerima kenyataan ini. Aku yang berharap lebih dari ini, menjadikan dia laki laki terakhir yang aku cintai.

"Siang aku kerja, malam aku main dengan temanku, aku bosan hanya melihat papan ketik setiap malam. Aku bosan hanya membayangkanmu ada di dekatku. Untuk bertemu kamu saja butuh waktu yang lama, aku mau kamu nyata ada di dekatku!" ucapnya tanpa memikirkan perasaanku. Rasanya begitu sakit mendengar perkataannya.

"Bukankah dengan bertemu terus kamu akan bosan?"

"Maaf, Salsa, ini pilihanku. Aku tidak bisa lagi bersamamu."

"Tapi, Dim ...? Dimana salahku? Aku bisa merubah sikapku jika aku terlalu posesif atau terlalu bawel untukmu!" suaraku sudah serak dan tersendat dengan isak tangisku yang pecah malam ini.

"Aku akui kamu wanita yang hebat, selama dua tahun ini kamu setia denganku. Mungkin, kalau aku berpacaran dengan wanita lain, aku akan diselingkuhi. Terimakasih atas semua kenangan kita."

"Dimas ... aku sayang sama kamu!"

"Aku juga sayang sama kamu, izinkan aku mengucapkan kata terakhir ini. I love you!"

"I love you, too! Kalau kamu masih mencintaiku, kenapa kamu pergi dariku?"

Sambungan teleponpun terputus.

Tut tut tuut ....

Flashback off

Senyum itu, mata itu, aku sangat merindukanmu, Dimaas. Aku sudah berusaha melupakanmu, tapi aku bisa apa? Kamu hadir disetiap mimpi-mimpiku. Salahku juga yang terlalu mencintamu, salahku juga terlalu percaya denganmu. Biarkan ini menjadi cintaku, biarkan aku mencintamu sendiri bersama kepingannya, bersama doa-doa dan ku kirimkan pesan kerinduan untukmu.

*****

Selesai

By febby040202

Short StoryWhere stories live. Discover now