9: Abang Damar dan Beli kado

220 17 11
                                    

Gue melangkah masuk ke dalam rumah yang sepi, langsung ganti baju, dan nyalain TV sambil nungguin Karel yang lagi dikejar-kejar sama anjing. Terus bel rumah berbunyi, dan pas pintu dibuka, ada cowok yang lagi membelakangi pintu.


"Karel?" celetuk gue.


"Karel siapa?" jawab cowok itu.


Cowo itu muter badan, dan wajahnya familiar banget, makin tua menurut gue. Itu Damar, abang gue yang tiga tahun belajar di Jepang.


"Abang Damarkuhhhh," sambut gue sambil nyomot barang-barang yang kayaknya oleh-oleh dari Jepang.


"Apaan sih lo, ade durhaka, ngambil barang orang seenaknya," omel Damar.


"Mana oleh-olehnya?" gue nyari-nyari barang yang bisa gue ambil.


"Kok malah mikirin oleh-oleh, tanya kabarnya kek," sindir Damar.


"Ya udahlah," gue cuekin sambil bawa barang-barang tadi ke kamar.


Setelah merapikan barang-barang yang Damar bawa, gue rebahan di tempat tidur sambil mainin HP. Tiba-tiba ada 2 pesan masuk dari orang yang beda.


Karel
Gue balik aja!! Celana gue sobek gara-gara tuh anjing. Nanti kita latihan di rumah gue aja ya, ogah ketemuan sama anjing lagi.

Iya, serah lo. Ga percaya juga sih sama gue.

"Dek, ada temen!" teriak Damar dari luar.
Padahal mau bales pesan satu lagi, ya udahlah, liat dulu aja. Gue langsung ke luar dan nyamperin abang Damar.
"Tuh di depan," tunjuk Damar.
"Iya," jawab gue.
Gak salah liat, yang di depan itu Landa. Gue ngedip, nepuk pipi, cubit tangan, dan ternyata beneran, bukan mimpi. Kenapa Landa muncul di rumah gue? Perasaan ga seharusnya dia di sini.
"Hm... hm..." gue berdehem.
"Eh Rara, temenin gue yuk," ajak Landa.
"Where?" tanya gue.
"Anterin gue beli kado buat ade gue," jawab Landa.
"Kok sama gue?" tanya gue.
"Karena lo satu-satunya cewe yang deket sama gue," alasan Landa.
Pipinya gue kayak panas terus, kaya ada yang ngegelitikin perut. Apa jangan-jangan setan lagi. Ih mikir apaan sih, ngaco gue.
"Ya udah, bentar mau ganti baju. Eh, tapi gimana lo bisa lolos dari anjing tadi?" celetuk gue.
"Gue ga liat ada anjing," jawab Landa.
"Mungkin masih ngejar Karel," tebak gue.
"Lagi mikirin Karel ya?" sindir Landa.
"Gue enggak kepikiran dia. Tadi mau ngapain tapi ga jadi gara-gara anjing," bantah gue.
"Ya udah, sana masuk, ganti baju, cuci muka, cuci kaki," perintah Landa.
"Terus tidur ya kan?" goda gue.
"Salah. Lo harus dandan yang cantik. Ga bosen apa jadi jelek tiap hari," goda balik Landa.
Setelah ganti baju dan minta izin pada bang Damar, gue dan Landa berangkat ke mall. Selama perjalanan, hening banget, tak ada yang ngomong. Gue takut salah ngomong, takut dia ilfeel, takut diturunin di jalan, apalagi takut ditinggalin pas lagi sayang-sayangnya. Sekarang gue sama Landa lagi di tempat parkir mall.
"Ra, lo masih nafaskan?" tanya Landa sambil fokus ngerapiin parkiran motornya.
"Masih lah. Btw mau ngapain ke mall?" tanya gue.
"Ngapain ya," jawab Landa.
"Lan, jangan bilang lo! Ngajak gue tanpa alasan yang pasti," protes gue.
"Gue lupa ngapain gue ngajak lo ya," jawab Landa.
"Tau ah," gue cuekin Landa.
Landa langsung ke motor, sambil nyimpen helm, dan pergi tanpa sepatah kata buat gue. Gue malu banget, bikin gue balik lagi ke motor Landa, nyimpen helm, dan pergi tanpa bilang apa-apa lagi ke Landa karena udah terlalu malu buat ngomong.
Landa dateng dan nyamperin gue, sekarang kita lagi jalan-jalan di mall tanpa tujuan yang jelas. Dari tadi cuman muter-muter di lantai yang sama, di tempat yang sama. Landa fokus main HP, seakan lupa kalo gue ada.
"Lan, pilih HP atau gue?" goda gue karena kesel.
"Atau," jawab Landa.
"Kok milih atau sih?" tambah kesel gue.
"Karena gue ga bisa milih di antara itu, karena semuanya berharga buat gue," jawab Landa.
"Nyesel gue nanya sumpah kalau akhirnya baper. Bilang aja, Lan, kalau gue berharga kan," bisik gue dalam hati.
"Ra, makan yuk di kafe itu," ajak Landa.
Landa tarik gue ke kafe romantis, baru kali ini gue kesini, biasanya cuman lewat doang.
"Ngapain lo ngajak gue kesini?" tanya gue.
"Makan," jawab Landa.
"Kenapa harus disini?" tanya gue lagi.
"Gue udah lama pingin kesini tapi bingung harus sama siapa. Ya kali sendirian atau sama cowo gitu nanti dikira homo lagi," alasan Landa.
"Ngapain harus sama gue?" tanya gue.
"Karena apa hayo. Yang pasti gue kepo dan pingin tau gimana tempat ini yang katanya romantis," cerita Landa antusias.
"Lan, dari pada disini, mending di warteg," usul gue sambil li
hat-lihat menu.
"Emang kenapa?" tanya Landa.
"Harganya bukan level gue," bisik gue.
"Oh, kurang mahal. Pesen aja yang banyak," saran Landa sambil angkat alis.
"Bukan gitu maksudnya. Harganya mahal banget, Lan," bisik gue.
"Gue yang bayar deh, tapi ganti ya. Gue anggap ini utang," ucap Landa.
"Dimana-mana cowo yang bayar, bukan dijadiin utang," komentar gue.
"Iya gue cowo langka, jadi pesen aja nanti gue catat di daftar utang," bercanda Landa.
"Tau ah, gue pesen air putih aja," putusin gue sambil tutup menu.
Dapet darimana teori kaya gitu, sejak gue baca novel atau cerita apa gitu, pasti cowok yang bayar makan atau beli apa-apa. Lah, Landa ga modal banget. Bayarin sih iya, tapi jadi daftar utang.
"Ra, maaf ya," ucap Landa.
"Hm," cuek gue.
"Ra, nanti gue ganti deh," janji Landa.
"Hm," gue cuekin.
"Ra, lo mau apa? Gue bakal lakuin apa yang lo suruh. Apa lo punya syarat apa gitu biar ga marah?" tanya Landa.
"Kenapa lo ga suka gue marah?" tanya gue.
"Gue ga suka, kalau lo marah itu kaya kingkong," alasan Landa.
"Hm," cuek gue lagi.
"Yah, marah lagi," sindir Landa.
"Gue masih marah," jawab gue.
"Marah kok bilang," sindir Landa.
"Suka-suka gue dong," ucap gue.
"Iya, gue suka," jawab Landa.
"Lo ngomong apa?" tanya gue.
Ga salah denger kan dia bilang suka, mungkin dia suka yang lain, bukan gue maksudnya. Plis, Lan, jangan bikin anak orang kebawa perasaan.
"Gue suka----"
--------
Halo semua pembaca yang baik hati!
Semoga kalian suka dengan bagian yang sudah direvisi ini.
Meskipun tidak jauh berbeda dengan versi sebelumnya,
Terima kasih atas dukungan kalian untuk cerita ini.
Jangan lupa untuk vote dan komen ya!

Ralanda (Classmate)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang