5. Tujuan Kita

2.2K 354 35
                                    

Di ujung kesadaranku aku rasa aku harus berterima kasih pada bang Jef, karena kalau saja dia tidak memeluk erat pinggangku aku pasti sudah jatuh tersungkur di lantai rooftop ini.

Jarak tubuh kita sangat dekat sampai aku bahkan bisa merasakan irama detakan jantungnya sebelum aku benar-benar kehilangan kesadaranku.

Esok paginya, aku terbangun di kamar hotel tempatku menginap. Sedikit pusing namun tetap ku paksakan untuk mandi dan bergabung bersama teman-teman yang sedang sarapan.

Aku duduk di kursi satu-satunya yang tersisa di meja bundar ini, bersama teman dekatku kita berbagi cerita sembari menghabiskan seporsi hidangan khas kota ini.

"Lo pulang naik apa Han semalem?" pertanyaan dari temanku yang satu ini membuatku terdiam.

Benar juga, aku seharusnya tak melewatkan bagian itu tapi aku tak ingat apapun semalam. Melihatku yang terdiam kebingungan, temanku yang lain berceteluk kembali.

"Dianter kayanya ya? Soalnya semalem ada yang telfon gue pake nomer lu."

Aku mengerutkan kening bingung. Ini tidak membantu, dia justru semakin membuat kepalaku berdenyut sakit. Aku bahkan tak mengerti apa yang mereka bicarakan.

Memangnya aku pergi keman-

"OIYA! Kita kan ke Kuta ya?" aku membulatkan mata terkejut setelah mengingat bagian ini, dan entah kenapa bagian selanjutnya masih terasa samar di ingatanku.

"Kalian pulang naik apa? Bukannya kita barengan ya?" aku sedikit memijit pelipisku yang berdenyut.

"Kita naik taksi sendiri, orang lo ada di mana aja kita nggak tau?"

"Kok bisa nggak tau? Kan kita barengan?"

"Bego ni orang ya?" temanku yang lain menimpali, mengira ketidak-ingatanku adalah sebuah lelucon.

"Nggak Han, waktu di Kuta lo misah sendiri."

"Masa sih?"

"Sini kepala lo!" teman di sampingku merangkul leherku, menghujani puncak kepalaku dengan pijatan-pijatan kasar.

"Lo bukannya meet up sama anak osis ya? Angkatannya kak Tyo?" celetukan temanku yang lain berhasil membuatku berpikir keras.

"Semalem juga ada yang telfon gue, nanyain hotelnya di mana, pas itu kita udah perjalanan ke sini jam 3."

"SIAPA SIH BAMBANG?!" teriakku frustasi, melupakan fakta kalau di meja guru di ujung sana ada salah satu guruku yang bernama Bambang.

"Pacar sewaan lo kali?" selingan tidak penting temanku (1)

"Om om sky garden." (2)

"Mas mas bule." (3)

"Anu kali tuh... Leak Bali" (4)

"TAI!" mereka tertawa puas, "emang kalian nggak tanya siapa?"

"Nggak sempet. Lupa."

Aku menghembuskan napas berat, di riwayat panggilan ponselku yang kugenggam sekarang terdapat panggilan keluar di jam 02.14 wita. Entah siapa penelfonnya.

Hari ini jadi perjalanan terakhir kita di Bali. Setelah sarapan dan mengemas barang, kita bersiap di kursi penumpang masing-masing untuk melanjutkan sisa perjalanan.

Malamnya, setelah selama sehari lepas dari ponsel akhirnya aku menilik ponselku. Banyak pesan masuk yang terabaikan olehku, di antaranya dari bang Jef, bang John, kak Tyo dan teman-teman lainnya.

Satu-persatu aku membuka pesan terbawah yang lebih dulu masuk ke ponselku.

LIMITLESS | Johnny Suh [✔]Where stories live. Discover now