12. Pengakuan

1.5K 210 2
                                    

Bicara tentang Jogja, liburan tahun baru kali ini aku menghabiskan waktu bersamanya di sini, di kota yang katanya romantis di setiap sudutnya.

Kita berangkat sejak subuh tadi, perjalanan dari rumah ke Jogja normalnya 6 jam tapi setelah 6 jam berlalu kita bahkan masih ada di ruas tol. Maklum lah, efek libur tahun baru sekaligus libur sekolah.

Di mobil yang hanya ada aku, bang John, makanan ringan, dan alunan lagu yang menemani perjalanan sengaja tidak banyak berhenti agar sampai di hotel tujuan sebelum matahari terbenam.

Jadwal pertama kita setelah puas merebahkan diri di ranjang adalah jalan-jalan ke Malioboro untuk cuci mata dan berburu makanan. Bang John selalu memastikan keberadaanku, ia juga memastikan aku makan dengan baik dan bahagia, ia bahkan hanya melepaskan genggaman tangannya untuk merangkulku saat kita melewati keramaian.

Diperlakukan dengan baik seperti ini rasanya aku ingin menyampaikan pada ayah bahwa ia tidak salah menitipkan aku kepada bang John.

Menjelang malam, setelah puas berjalan di sepanjang jalan Malioboro, kita menuju open bar yang letaknya tidak jauh dari sini. Tempatnya ramai pengunjung tapi untungnya saat kita masuk ada sekelompok muda-mudi yang keluar, menyisakan satu meja outdoor untuk kita.

Kita duduk bersebelahan, menghadap ke band akustik yang ada di ujung ruangan. Tempat ini sangat indah, remang-remang dan ramai tapi tak menghilangkan suasana romantis yang terbangun di setiap mejanya.

Tempat-tempat seperti ini adalah kesukaan bang John.

"Mana rokoknya?" tanyaku saat tidak menemukan bungkus rokok di meja kita

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

"Mana rokoknya?" tanyaku saat tidak menemukan bungkus rokok di meja kita.

"Nggak ada."

"Nggak bawa?"

"Lagi ngurangin."

"Kenapa?"

"Buat kamu," kalimatnya terjeda, "buat aku juga."

"Kenapa? Aku kan nggak pernah nyuruh, nanti obat stressnya bang John apa dong?"

"Nih." jari telunjuknya mengarah kepadaku.

Aku terharu, tak menyangka bahwa ia mencerna kalimatku di puncak waktu itu walaupun sebenarnya aku tidak bermaksud untuk melarangnya penuh.

"Jangan berhenti ngerokok karna aku," suaraku sedikit bergetar kala mengucapkannya, "kalo aku jadi alasannya, aku takut bang John ngerokok lagi waktu aku nggak ada."

Ia menatapku dengan teduh, "nggak," lalu mengusap puncak kepalaku, "ini buat kita,"

"Buat kamu yang benci asap rokok dan buat aku yang pengen sehat." lanjutnya semakin membuatku terharu.

LIMITLESS | Johnny Suh [✔]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant