9. Berharga

1.5K 252 6
                                    

"Di sini aja nggak apa-apa." Bang John melepaskan pelukannya lalu berdiri dari sofa, menarik tanganku untuk ikut berdiri.

"Angin malem nggak baik sayang,"

Aku menatapnya heran, setan apa yang merasukinya sampai ia mendadak dangdut begini?

"Kata Roma Irama." lanjutnya lalu terkekeh pada leluconnya sendiri.

Ia menyelimuti kita yang tidur saling berhadapan, kali ini dengan sebuah guling di antara kami. Rasanya jauh lebih lega walaupun tak lagi merasakan hangat tubuhnya yang memelukku erat.

Ia menutup kedua kelopak mataku dengan jarinya kemudian mengecupnya singkat. Sangat ajaib bagaimana perlakuannya itu membuatku perlahan tertidur. Walaupun kemudian deritan pintu menyadarkanku bahwa ia tak lagi menemaniku di sini.

Suara gemericik air membangunkanku pagi ini. Jam dindingnya menunjukkan pukul 7 pagi, Kathlyn pasti sedang mandi.

Semalam aku beringsut pindah ke kamar Kathlyn setelah mendengar ketukan-ketukan aneh di pintu balkon kamarku. Walaupun itu mungkin hanya suara yang dihasilkan oleh benda mati, bukannya hantu, namun bayangan skenario yang dilontarkan oleh bang John membuatku takut setengah mati.

"Bisa ya mandi di puncak pagi-pagi gini?" sambarku saat melihat Kathlyn keluar dari kamar mandi.

"Pake air anget lah pinter."

"Ada ya?" aku reflek berjalan rusuh ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh.

Setelah berpakaian rapi aku turun ke dapur, berencana membuat sarapan untuk penghuni villa ini, namun pemandangan romantis di depanku lagi-lagi menahanku. Kak Tyo dan Kathlyn di dapur tampak sibuk membuka plastik belanjaan.

"Widiih, ngapain bapak?" aku menggoda kak Tyo. Ia sedikit tersentak ketika melihatku lalu bersikap seperti seolah tak ada yang terjadi.

"Semalem ada sisa bahan jadi mau dimasak Han, buat sarapan." jawab Kathlyn.

Aku mengedarkan pandanganku, "nasinya?"

"Beli sana ke warung." kak Tyo duduk di kursi sebelahku lalu menaikkan satu kakinya di atas kursi.

"Yang bener aja sih kak." aku mendecih kesal.

"Oh iya hari ini bang John kan ulang tahun! Masa nggak ada apa-apa?" aku bermonolog, "mau beli kue ah, jauh nggak ya toko kue?"

"Ya dipikir?" kak Tyo membalas sewot, "tapi anak-anak udah bawa properti sih buat Johnny."

"Apa kak?" Kathlyn bergabung di meja makan.

"Ada lah, nanti liat deh."

Aku mendecih, bahkan caranya menanggapi pertanyaan Kathlyn sangat berbanding terbalik dengan saat dia menanggapiku.

"Kalo nggak ada kue, aku mau bikin dari bahan seadanya ah." mataku dengan awas melihat-lihat bahan makanan di sekitar dapur.

"Rumput tuh banyak." kak Tyo menunjuk halaman dengan dagunya.

"Kak," aku memutar mata malas, "ini orang ya bukan kambing."

Untung saja aku bisa menahan diri untuk tidak menarik jakunnya.

Sedikitnya aku curiga kalau alasan kak Tyo semakin sewot denganku adalah karena dia tahu fakta bahwa aku pindah sekbid, seperti yang pernah kita bicarakan waktu itu.

"Lah, kamu padks?"

"Iya hehe." aku tersenyum canggung.

"Tai, nggak berdedikasi banget" kak Tyo menggeleng-gelengkan kepalanya heran.

LIMITLESS | Johnny Suh [✔]Where stories live. Discover now