7. Puncak

2.2K 302 6
                                    

Aku memperhatikan bang John di tengah tidurnya. Siluet wajahnya yang dengan jelas terpantul oleh cahaya membuatku menyadari kalau ia memiliki bulu mata yang lebih panjang dari pria kebanyakan. Rahangnya yang tegas dengan bulu-bulu halus di sekitar dagunya yang aku yakini kalau dia pasti belum bercukur pagi ini.

Aku cukup tahu bahwa ia bukan tipe pria yang akan dengan sengaja menumbuhkan rambut wajahnya, namun ketika dia melakukannya itu berarti dia dalam kondisi yang tidak baik.

Kedua ujung bibirku tertarik membentuk sebuah senyuman kala melihat bibirnya sedikit terbuka. Dia pasti benar-benar lelah.

Aku menyentuh lengannya pelan karena gemas, yang justru tak sengaja membuatnya berpindah posisi menghadapku.

Kini wajahnya tepat berada di hadapanku.

Sekilas mengingat kata beberapa orang kalau kita terlihat mirip.

Jadi, apa sekarang aku sedang berkaca?

Juga entah kenapa selalu ada sisi dari diri kita yang saling berkaitan satu sama lain, dari hal kecil seperti selera makan sampai hal rumit semacam kebiasaan.

Berbincang berdua bersamanya selalu jadi hal yang seru untukku, bersamanya aku tak mengenal kecanggungan ataupun kehabisan topik obrolan.

Bang John membuatku sadar betapa pentingnya memiliki pasangan yang mampu berkomunikasi dengan baik bersamamu. Sebab dihari tua nanti ketika kita hanya tinggal berdua, yang kita butuhkan hanyalah teman bicara.

Alunan lagu dari Maroon 5 - Goodnight membangunkanku dari tidur singkatku. Aku meregangkan tubuh seadanya dan mengumpulkan nyawa untuk bangun sepenuhnya.

"Enak nggak tidurnya?" tanyanya sambil mengusap pipiku.

"Enak nggak tidurnya?" tanyanya sambil mengusap pipiku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia telah mengemudikan mobilnya kembali. Ah sepertinya aku ketiduran tadi.

"Nggak enak, nggak dipeluk bang John." godaku.

Ia melempar tatapan mengejek.

Aku mengatur posisi kursiku ke posisi normal, saat tersadar ada sarung hitamnya yang menyelimuti kakiku. Seolah bisa membaca pikiranku, bang John angkat bicara.

"Kamu ngigo sadar nggak?"

"Ngigo apa?"

"Narik-narik hoodieku, minta dicopot, ya aku kasih sarung lah daripada aku dikira ngapain anak orang." jelasnya sembari tertawa tertahan, berpikir bahwa itu adalah lelucon yang bagus.

Padahal aku tahu bahwa pernyataannya salah. Ia seperti biasa hanya berusaha menutupi niat baik dan sisi romantisnya yang lain yang dia pikir terlalu menye-menye.

"Masa sih? Biasanya aku kalo ngigo minta celana orang soalnya." balasku.

"Buat apa? Diendus?"

"Dibakar!"

LIMITLESS | Johnny Suh [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang