10. Happy Birthday Paling Indah

1.5K 246 10
                                    

April 2016

Hari ini adalah hari ulang tahunku dan seperti sebuah tradisi aku merayakannya secara sederhana dengan teman-temanku sepulang sekolah dan bersama keluargaku malam harinya.

Setelah bel pulang berbunyi, aku buru-buru mengetikkan pesan untuk minta jemputan ayah, tapi notifikasi pesan dari bang John yang secara kebetulan muncul di layar atas ponsel menahan aktifitasku.

Bang John
Pulang jam berapa sayang?

Bolehkah aku menyebutnya sumber kebahagiaanku? Karena bahkan hanya membaca pesan darinyapun mampu menerbitkan senyum di wajahku.

Me
Udah pulang

Bang John
Udah di rumah?

Me
Belum
Bang John di mana?

Bang John
Aku di depan ya

Senyumku semakin lebar. Satu lagi kebiasaan indahnya yang kerap membuat jantungku berpacu lebih cepat yaitu dia penuh dengan kejutan.

Aku segera ke luar mencari mobilnya di depan sekolah. Tak butuh waktu lama untuk menemukan mobil hitamnya yang terparkir di area kedai-kedai tongkrongan murid 127.

"Sayang?" aku membalas senyum bahagianya yang menyambutku dari belakang kemudi.

Aku merapikan rambutnya yang sedikit basah, "ganteng banget, selesai jumatan ya?"

"Iya di masjid sana tadi- ketemu siapa tuh ketosmu?"

"Bangsat?"

"Siapa?" ia mengerutkan keningnya, sedikit mendekat untuk memastikan pendengarannya.

"Satria. Bang Satria. Bangsat." aku menjelaskannya.

"Oh kirain." ia terkekeh lalu melajukan mobilnya.

"Bang John kenal?"

"Aku nggak kenal, dianya yang kenal. Biasalah murid populer." katanya seraya sedikit merapikan anak rambutnya dengan ekspresi sok tampannya, yaah walaupun memang tampan sih.

Aku mendecih seraya mencubit dagunya pelan, "duuh belagu banget sih toples nastar."

"Kamu apa? Kaleng wafer isi rengginang?" celetuknya.

"Nggak apa-apa deh kaleng wafer masih bisa dipake lagi daripada toples nastar."

"Kaleng wafer kalo nikah sama toples nastar nanti anaknya apa, yang?" ia mulai melontarkan jokes anehnya.

"Kaleng sarden!"

Sesampainya di rumah, aku mempersilahkannya untuk menyalakan TV di ruang tengah sembari menungguku berganti baju. Ia yang sudah terbiasa berada di rumahku mulai mengambil posisi ternyamannya di sofa.

"Mau minum apa?" tanyaku sebelum pergi ke kamar.

"Air putih,"

Aku mengangguk mengerti lalu berjalan menuju dapur.

"Sayang," panggilnya tiba-tiba yang membuatku berhenti untuk menoleh padanya kembali, "air putih panas, kasih teh sama gula dikit trus diaduk."


"Iih itu namanya teh manis anget!" aku hampir dibuat menangis frustasi karena gurauannya, melihat itu ia justru tertawa puas di tempatnya.

LIMITLESS | Johnny Suh [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang