O3

1.6K 382 41
                                    

Willis gak bales chat gue sampai malam. Gue spam berkali-kali, gak ada balasan dari dia. Cuma centang biru doang, yang berarti udah dia read. Buat pengalihan, akhirnya gue baca novelnya kak Tata. Gue minjem, karena kebetulan kak Tata udah selesai baca. Dari pada belajar, otak gue penat banget rasanya. Lagian, gue juga udah langganan ranking satu dari dulu.

Gue berhenti baca ketika dengar suara ketukan pintu, "Dek? Itu ada yang nyariin lo di luar,"

Gue ngerutin kening. Siapa yang malam-malam ke rumah?

"Siapa, kak?"

"Gak tau. Udah liat aja ke depan. Dia udah nungguin lo," gak ada suara kak Tata lagi.

Akhirnya gue milih keluar, walau cuma pakai celana pendek dan kaos oblong, rambut gue juga di gelung acak. Gue buka pintu, dan ada cowok yang ngebelakangin gue. Dia ngobrol sama satpam rumah gue. Gue udah tau kok dari gestur tubuhnya.

"Willis?"

Cowok itu noleh ke gue dan ngelempar senyum lembut. Dia bicara sebentar sama satpam, dan nyamperin gue. Dia ngasih gue bungkusan, "Apa ini?" gue nanya ke Willis.

"Fremilt. Thai tea. Kesukaan kamu, kan?"

Gue nerima bungkusan itu dengan hati senang. Karena tadi, gue sempet mau gofood buat beliin gue thai tea, "Makasih," gue bilang itu gak mandang Willis, buka plastik sedotan dan gue sedot thai tea-nya.

Willis ngusap kepala gue, "Maaf, ya. Tadi gak bales chat kamu. Batrei aku low, jadi aku simpan," dia ngeluarin handphone-nya dan coba nyalain. Gak nyala-nyala, akhirnya dia kasih unjuk ke gue, "Udah mati ternyata," dia tertawa garing sambil ngusap tengkuk lehernya.

Gue tersenyum, seenggaknya dia ada usaha mau ke rumah gue, "Mau masuk dulu?"

"Ada papih?" gue ngangguk, "Boleh, deh. Udah lama gak ketemu papih," gue gandeng tangan Willis seakan dia bisa kabur kapanpun.

Setelah di dalam, papih nyamperin Willis dengan meregangkan tangannya, "Willis..." papih meluk Willis dan di balas pelukan sama Willis.

"Apa kabar, pih?" tanya Willis ke papih.

"Baik, baik. Ayo duduk, nak," Willis duduk berhadapan sama papih. Papih nengok ke gue yang memandang papih dengan tanda tanya, "Kok bengong? Bikinin Willis sama papih minuman dong,"

Gue mendengus, "Kan bisa sama mbak Sri, pih. Harus Anne, kah?" gue cemberut. Apa gunanya bayar asisten rumah tangga, kalau masih gue yang di suruh buat minuman.

"Katanya mau jadi calon isteri Willis? Jangan mengandalkan mbak Sri terus, dong,"

"Iya, iya.." gue hentakkin kaki menuju dapur. Papih sama Willis emang udah saling kenal. Tepatnya, dua minggu setelah gue resmi jadi pacar Willis, dia minta di kenalin sama papih. Padahal gue belum siap. Tapi permintaan dia, gimana mau gue tolak? Ketika cinta gak bisa mengontrol fikiran. Jadi gue iyain aja.

Papih juga suka sama Willis. Selain anaknya sopan, Willis bisa jadi lawan main catur yang menantang adrenalin papih. Maklum, gue, kak Tata sama Jisoo gak bisa main catur. Jadi papih suka kesepian dan suka gak ada kerjaan kalau di rumah. Papih pengusaha kayu yang terkenal di Kalimantan. Tapi papih milih buat pindah ke Jogja.

Gue bikin es sirup marjan aja yang gampang. Gak usah tambahin gula juga udah manis. Apalagi minumnya sambil ngeliatin gue.

Selesai buat minuman, gue sempetin gue ngecup gelas yang mau gue kasih ke Willis, "Buat ayang," gue terkekeh geli liat tingkah gue sendiri.

"Najis lo, kak. Sakit jiwa!" suara Jisoo ngagetin gue dan hampir buat gelas yang gue pegang terjatuh.

Gue melotot kearah Jisoo, "Sejak kapan lo di situ?"

something new ✔Where stories live. Discover now