23

1.4K 331 125
                                    

* Note : Tolong memakinya yg manusiawi dikit ya. Tdnya mau di stopin aja ff nya, terlalu sadis maki si Willis nya. Tapi msh sayang sama pendukung Willis. Makasih buat pendukung Willis yg masih bertahan ❤

Jisoo bilang, pagi ini gue berbeda. Dimana biasanya gue ramah senyum, tapi hari ini gue jadi pribadi yang dingin. Gue rasa.. Gue cukup muak dengan bertingkah menjadi Anne yang ceria. Gue mencoba jadi pribadi yang kuat. Gue mengubur Anne yang ceria dalam-dalam. Gak akan ada lagi Anne yanh ceria, Anne yang cengeng.

Sejak malam dimana gue hubungin Willis, gue ngerasa, gue menjadi seorang pembenci. Willis berhasil buat gue benci sama dia. Bukan menjadi seorang pembenci aja, gue juga mau dia ngerasain yang sama kayak gue rasain.

Gue cerita ke Krystal. Gue menutup rapat dari Egi dan Jisoo. Krystal cuma bilang, 'Terserah lo, Ann. Tapi, gue sebagai sahabat lo cuma mau ngingetin. Membenci seseorang itu gak ada gunanya. Menaruh dendam sama orang juga gak ada gunanya. Yang ada, waktu lo habis buat jadi seorang pembenci dan pendendam,'

Dan berakhirlah dengan gue menjadi pribadi yang dingin. Bahkan Jisoo kaget, waktu gue ngampus dengan lipstik merah semerah darah. Yang Jisoo tau, gue bukan orang yang suka sama make up menor.

Baru semalam kejadian gue hubungin Willis, tapi gue udah berubah drastis. Anggap aja ini pelarian gue buat menahan sakit hati buat gak jadi seorang pembenci dan pendendam.

Bang Suhandi yang bilang mau ke Jogja, dia nepatin janjinya. Dia ke Jogja pas malam hari. Gue jemput dia di stasiun Tugu dan berakhir makan bareng di emperan Malioboro. Bang Suhandi juga kaget dengan perubahan gue. Tapi dia coba gak nanya macem-macem ke gue.

Gue dan Bang Suhandi duduk-duduk di kursi yang ada di Malioboro sambil makan Mc Flurry, "Jadi, Bang. Bisa jelasin ke aku?"

Udah cukup. Waktu gue makan sama Bang Suhandi, dia milih diem dan nyuruh gue buat fokus ke makanan.

Bang Suhandi menurunkan cup ice creamnya, "Abang cuma tau, Willis nemuin Papa sama Mama, dan ngenalin Zena. Willis bilang, Zena hamil anak dia, dan Willis mau bertanggung jawab. Mama udah bilang ke Willis, gimana sama kamu. Willis gak ngasih jawaban apa-apa ke Mama. Dia cuma mau tanggung jawab atas kehamilan Zena,"

Gue meremat sedikit cup ice cream, buat nyalurin rasa sakit gue, "Itu beneran anak Willis, Bang?"

Bang Suhandi menggeleng lemah, "Abang gak tau. Mama coba paksa Willis buat ngaku berkali-kali. Tapi Willis bilang, jangan ikut campur terlalu dalam," Bang Suhandi tersenyum sendu, "Kamu tau? Mama sempet jatuh sakit pas Willis ngomong itu."

Bang Suhandi ngeliat gue dengan mata berkaca-kaca, "Abang udah coba, Ann. Abang udah coba buat Willis mengaku semuanya. Tapi jawaban Willis buat abang yang sebagai kakaknya kecewa. Tapi sudut hati abang masih percaya, itu bukan anak Willis. Mengingat, gimana binaran bahagia dia pas abis teleponan sama kamu,"

Bang Suhandi menarik nafas dan mengadahkan mukanya ke langit-langit malam di Jogja, "Dia bahkan kayak kamu sekarang. Dia gak pernah senyum. Dia gak pernah tegur sapa sama keluarganya," dan kembali menatap gue dengan sendu, "Papa cuma jalanin tugasnya sebagai wali dari Willis. Papa ngelamar Zena buat Willis. Karena gimana pun, Willis masih butuh Papa sebagai wali,"

Gak ada ekspresi yang berarti. Air mata gue bahkan udah kering, "Papa, Mama, abang, udah coba buat bilang ke Willis. Mama juga wanita, Ann. Bahkan, Mama bilang ke Willis, gimana kalau Mama ada di posisi kamu. Kita semua udah coba yang terbaik, Ann,"

something new ✔Where stories live. Discover now